MR. M

1474 Kata
Sadewa mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia sedang melakukan pengejaran kepada seorang pria yang dikenal dengan sebutan Mr. M. Sebutan pembunuh bayaran misterius yang selama ini selalu meresahkan pihak berwajib. Bahkan Garda Garuda mendapat tugas khusus untuk membantu kepolisian guna mencari dan menangkap pria yang telah masuk ke dalam daftar pencarian orang selama lima tahun terakhir. Dering ponsel mengalihkan perhatian Sadewa, dengan segera ia menekan tombol menerima telepon dari layar double din untuk menerima telepon. Ia tetap memacu gasnya demi mengejar pria yang menjadi incarannya. "Kamu dimana, Wa?" tanya Nakula. "Kamu takkan percaya Mas, aku sedang ngejar Mr. M," ucap Sadewa bangga. "Wa, hentikan. Kinan hilang." "Apa maksudmu?" tanya Sadewa berusaha mencerna ucapan Kinan. "Entahlah, sekarang segera ke karaoke ceria. Aku tunggu." "Tapi...." ucapan Sadewa terpotong karena Nakula telah memutuskan sambungan telepon. "Kamu beruntung, teman," gumam Sadewa. Ia segera memutar arah mobil menuju tempat dimana Nakula telah menunggunya. *** Sementara itu, Mr. M. Pria dengan wajah tegas, rahang kokoh dan sangat tampan ini mengangkat satu sudut bibirnya. Dari spion tengah, ia melihat mobil Sadewa memutar balik kendaraannya. Tak peduli apapun yang sedang direncanakan Sadewa. Yang terpenting sekarang adalah ia bisa bebas dari lelaki itu. Ia menepikan mobilnya di sebuah gedung olahraga yang ditinggalkan. Gedung itu kumuh dan tampak tidak terawat. Tempat yang cocok untuk membuang jejaknya. "Hentikan! Jangan!” teriak seorang wanita yang terdengar dari dalam gedung. "HAHAHAHAHA. Berteriak saja, Nona. Tidak akan ada yang mendengarmu.” Suara pria yang juga terdengar dari dalam gedung. Tidak perlu menjadi sangat pintar untuk bisa menebak apa yang sedang terjadi di dalam. Mr. M kembali ke mobil lalu mengambil senter serta Baretta yang tersimpan di laci dashboard mobilnya. Suara jeritan itu. Suara tawa menjijikkan itu. Membuat lelaki yang sangat membenci ketidak adilan itu merasa harus bertindak. Ia bisa membayangkan sehancur apa hati wanita yang sedang diperlakukan secara tak pantas oleh pria begundal di dalam sana. Mr. M membuka pintu yang tak terkunci. Sebuah kecerobohan besar yang selalu dilakukan penjahat kelas teri seperti lelaki yang sedang bergumul di hadapannya. Dengan bantuan sinar dari senter, ia melihat sebuah tontonan menjijikkan sekaligus menyedihkan. Seorang gadis wajahnya terluka parah. Bajunya terkoyak, menampakkan kulit putih yang dihiasi noda darah dimana-mana. *** Hati Kinan hancur berkeping-keping. Suaranya hampir habis akibat berteriak minta tolong. Tidak ada siapapun yang datang. Justru sesuatu yang penting dari dirinya menghilang. Direnggut. Diambil secara paksa. Lebih jijik lagi, ia merasakan sensasi aneh yang baru kali ini ia rasakan. Dengan cara yang paling memalukan. “Kamu kejam! Kamu pantas mati! Kamu pantas disiksa di neraka!” jeritnya saat penjahat itu selesai melakukan semuanya. “Seharusnya kamu berterima kasih aku mengajakmu bersenang-senang, anak manis.” Kinan meludahi wajah penjahat itu. Tangan lelaki itu melayang ke udara, sementara Kinan hanya bisa menutup mata, bersiap menerima tamparan keras dari lelaki itu. Suara tembakan keras membuat Kinan terkejut. Tubuh lelaki itu jatuh di kakinya, membuatnya spontan menendang pria berambut gondrong yang kini telah menjadi mayat. *** Mr. M perlahan mendekati Kinan yang tengah merayap. Ia melihat seorang gadis yang tengah berusaha menyelamatkan dirinya. Rasa takut tergambar jelas di wajah penuh luka itu. Gambaran masa lalu tiba-tiba berputar di kepalanya. Sebuah kejadian yang meluluhlantakkan keluarganya. Melihat gadis itu, mengingatkannya pada mendiang adik yang meninggal akibat kejahatan yang serupa. Mr. M jongkok tepat di depan Kinan. Ia menatap wajah Kinan yang terdapat banyak goresan dengan darah yang masih mengalir. “Lakukan apapun yang kamu mau, tapi kumohon setelah itu bunuh aku!” Nada penuh rasa putus asa dan getar ketakutan itu terdengar jelas. Keberanian yang dipaksakan pun terdengar sangat jelas. Mr. M diam, dengan mudah mengangkat Kinan dalam pelukannya. Gadis itu berusaha melawan, tetapi tenaganya sudah cukup lemah hingga akhirnya memilih diam. Kinan menangis, matanya yang bengkak dan dibanjiri cairan darah dan airmata hanya dapat melihat wajah Mr. M dengan samar. " Bunuh saya. Saya ingin mati. Lakukan apapun lalu bunuh saya. Saya mohon," rintihnya. Mr. M diam, ia membawa Kinan menuju mobilnya. Meletakkannya di jok belakang sebelum ia kembali mengemudikan mobilnya. *** Bima, Nakula dan Sadewa berada dalam mobil yang dipacu dengan kecepatan tinggi. Setelah dari tempat karaoke, melakukan beberapa penyelidikan, ketiganya segera menuju sebuah gedung dimana Kinan disekap. Bima diam, rahangnya mengeras, amarahnya membuncah. Lebih dari itu, ia menyesal karena membiarkan sang putri pergi tanpa dirinya. Mobil berhenti tepat di depan gedung. Ketiganya keluar dari mobil dan segera berlari masuk ke dalam. Sayangnya, tidak ada siapapun kecuali jasad seorang lelaki yang celananya belum terpasang sempurna. Bima menatap nanar tempat tersebut. Ia menangkup dan mengusap wajahnya dengan keras. Menghembuskan napas ke udara dan berjalan gontai sambil memindai ruangan yang lembab dan bau pesing. Bima meraih seragam putih yang koyak dengan darah yang masih basah hampir memenuhinya. Ia memeluk dan mencium seragam itu seolah ia sedang mencium tubuh putrinya. Nakula menyentuh pundak sang Ayah. Ia dapat memahami perasaan sakit Bima yang pasti jauh lebih sakit dari pada dirinya. "Kita akan menemukannya, Yah. Pasti." Nakula berusaha menegarkan sang Ayah. Bima berusaha menyadarkan dirinya sekalipun itu sangat sulit dilakukan. *** Mr. M memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi, sesekali ia melihat Kinan yang terbaring di jok belakang. Kinan yang terluka parah, hanya berbaring sambil menekuk kedua kakinya. Rasa sakit membakar tubuh dan menguasai kepalanya. Ia bahkan tak memiliki tenaga untuk melawan. Biarlah waktu yang akan menunjukkan, apa gerangan yang diinginkan lelaki asing itu kepadanya, *** Mr. M membopong Kinan saat seorang lelaki baya membukakan pintu rumahnya. "Dia…." Pria tua tersebut tidak melanjutkan ucapannya. Mr. M membawa Kinan masuk ke kamar dan dengan lembut membaringkannya di atas ranjang. Ia menatap wajah Kinan dengan perasaan aneh melingkupi hatinya. Ia menyentuh wajah Kinan sehingga gadis itu mengelak lalu meringis menahan sakit. Kinan hanya mendesis tanpa bicara. Dengan sisa tenaga ia mendorong tangan lelaki asing yang entah apa yang diinginkannya. Alih-alih melakukan hal yang tak senonoh. Pria itu menutupi tubuhnya dengan selimut yang hangat. Untuk ke sekian kalinya, air mata meleleh dari sela-sela matanya. Kinan tak tahu lagi harus berbuat apa. Ia bahkan tak berani meminta tolong agar dikembalikan ke orang tuanya. Kejahatan ini, ia dapat akibat ulahnya sendiri. Ia tahu Gladys jahat, tapi tak pernah sekalipun terpikir bisa melakukan kejahatan sekeji ini. *** Pria tua yang merupakan orang kepercayaan Mr. M, menatap heran kepada majikannya. Selama puluhan tahun ia mengabdi di keluarga ini, baru kali ini ia mendapati sang majikan menaruh perhatian kepada perempuan. "Edward. Bawa dia, sembuhkan dia. Setelah urusanku disini selesai, aku akan menjemputmu." Mr. M mengalihkan pandangannya dari Kinan ke Edward yang sejak masuk kamar, setia berdiri di sebelahnya. "Jangan! Bunuh aku saja. Aku pantas mati.” Airmata lagi-lagi membanjiri matanya. “Tidak, Sayang. Kamu harus sembuh.” Mr. M hendak menyentuh Kinan, namun gadis itu menepis tangannya. "Lepaskan saya, saya mohon." “Edward, ambilkan air hangat, handuk yang lembut dan bajuku.” Edward segera melaksanakan perintahnya. Tak lama kemudian, ia kembali dengan membawa barang-barang yang diminta Mr. Setelah itu, ia meninggalkan Kinan dan Mr. M. Mr. M tahu apa yang ada dalam pikiran Kinan. Meskipun Kinan melawan, dengan telaten, Mr. M membersihkan luka Kinan serta merawatnya juga memakaikan pakaiannya dengan lembut dan sangat hati-hati. Kinan menangis, setiap sentuhan lembut Mr. M laksana pisau yang mengiris tiap jengkal tubuhnya. Ia benar-benar tak berdaya, menepis tangan Mr. M hanya sebuah kesia-siaan namun meski demikian ia tetap melakukannya. "Aku tidak akan mengucapkan terimakasih padamu," ucap Kinan dengan derai airmata yang kembali mengalir. "Aku tidak membutuhkannya," ucap Mr. M. Mr. M telah selesai memakaikan kemejanya ke Kinan. Senyum puas tersungging di wajahnya setelah bisa melihat paras Kinan yang bersih dari noda darah. Meskipun memar dan bekas luka itu masih tampak jelas. Meski begitu, entah mengapa ia seolah bisa melihat wajah bidadari yang mulus dari wajah Kinan yang bengkak karena luka. *** Sepeninggal Mr. M, Kinan menyapu ruangan dengan pandangannya. Ia berpikir untuk mengakhiri hidupnya. Dengan perlahan ia bangkit, meski rasa sakit dan perih seolah mencekik lehernya. Ia mendekati meja yang terletak di sisi kiri ranjang, membuka tiap laci untuk mencari alat yang dapat membantunya. Saat membuka laci ketiga nakas, ia menemukan apa yang ia cari. Tanpa pikir panjang, ia mengiris nadi tangannya sendiri lalu berbaring di atas ranjang yang berseprei putih. Darah mengalir, mengubah putih menjadi merah. Ia menutup mata, menantikan sang malaikat maut menjemput ajalnya. *** Bima membawa kabar buruk itu pulang ke kediamannya. Tanpa banyak bicara ia segera memeluk istrinya. Meminta sekaligus memberi kekuatan agar bisa melewati kisah yang sangat memilukan ini. Kiran tahu makna dari dekapan sang suami, dengan segera airmata luruh kembali untuk kesekian kalinya. Ia tak sanggup membayangkan hal buruk tersebut terjadi dalam kehidupan Kinan. Dalam tangisnya, ia berulang kali meminta sang suami terus mencari putrinya. "Katakan padaku, Yah. Siapa yang tega berbuat ini kepada putri kita?" tanya Kiran. "Tenanglah ,Bunda. Kita pasti menemukan putri kita." Aku harus melakukan perhitungan dengan siapapun yang sudah melakukan ini semua ke anakku, ucapnya dalam hati. "Kenapa harus anak kita, Yah, kenapa harus Kinan, Yah." Kiran memeluk dirinya sendiri. Meratapi nasib buruk yang menimpa putrinya. "Ayah, tangkap siapapun yang telah menyakiti putri kita. Bunda gak rela, Bunda gak ikhlas. Bunda harus menuntut balas, Bunda..." Kiran tak mampu melanjutkan kata-katanya. Tubuhnya melemas dan jatuh tak sadarkan diri di dekapan Bima sang suami. Bima mendekap Kiran. Kini airmata tak lagi bisa ia bendung. Ia tidak pernah menyangka, atas ijinnya sang putri menghilang dari perlindungannya. Bagaimana kelanjutan kisah keluarga ini, kita tunggu di episode selanjutnya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN