Tepat pada saat pembeli itu melewati Argan, seketika Argan merasakan dejavu. Pemuda itu mendadak mengingat peristiwa malam itu, ketika Bella diikuti oleh pria asing. Bahkan saat pria itu melewati Argan malam itu, ia juga menjadi mengingat semuanya.
Dan seketika Argan mendongak. Mata pemuda itu membelalak lebar.
Pria itu … si pembeli itu … adalah sosok pria asing yang mengikuti Bella!
Argan dengan cepat menoleh, ia mencari keberadaan pria asing tadi, namun sayangnya pria asing itu sudah ke luar dari minimarket. Argan hanya dapat melihat pintu kaca minimarket yang terombang- ambing bekas ditutup itu.
"Gan, gimana tadi jadinya? Lo tadi mau bilang apa lagi ya?" Fiko yang tadi sudah menyelesaikan transaksinya itu ikut mendongak, ia menatap Argan. Namun Argan justru menatap ke arah lain. Dan ketika Fiko mengikuti arah tatapan Argan, ia hanya berakhir melihat pintu kaca biasa saja. Kening cowok itu makin berkerut.
"Lo lihat apaan, Gan?" tanya Fiko dengan tatapan yang kian bingung. Ia kebingungan mendapati Argan yang hanya terdiam mematung di tempatnya itu sembari menatap pintu kosong.
Bukannya menjawab pertanyaan dari Fiko itu yang makin kebingungan melihatnya, Argan justru mendongak. Dan sedetik berikutnya pemuda itu melangkahkan kakinya bahkan menyerupai lari itu menuju pintu kaca itu. Argan ke luar dari minimarket begitu saja tanpa mengucapkan apapun.
"Weh, Gan! Argan!" Fiko sontak tercengang melihat Argan yang langsung pergi berlari itu. Ia lebih tercengang lagi melihat Argan kini berlari menuju arah yang tak ia tahu. Bahkan pemuda itu tak mengucapkan sepatah kata pun ketika pergi meninggalkan Fiko itu.
"Dih, mau ke mana sih tuh bocah?" Fiko menggelengkan kepalanya. Ia sontak segera mengeluarkan ponselnya itu dan mencoba menghubungi Argan, namun anehnya panggilannya ke ponsel Argan tak dapat terhubung.
"Duh, Argan ke mana sih?!"
Fiko mencoba menghubungi Argan berulang kali namun masih tetap mendapatkan respon yang sama. Kini cowok itu hanya dapat menanti kabar dari Argan berikutnya, apalagi kini ia makin sibuk melayani para pembeli yang datang ke minimarket.
Entahlah ... kini ia merasa khawatir terhadap Argan.
***
Argan masih berlari meninggalkan jauh minimarket tempatnya bekerja itu. Ia menyusuri gang- gang sempit, namun sosok pria asing itu tak juga ia temukan. Tadi ia hanya berlari mengikuti instingnya saja dan ia bahkan hanya melihat sosok pria itu berjalan memasuki gang. Anehnya pria itu mendadak bagai lenyap ditelan bumi. Argan tak dapat menemukan keberadaan pria itu.
"Sial!" Argan mengumpat. Pemuda itu memegangi kedua pinggangnya itu ketika berkacak pinggang. Argan masih mengatur deru napasnya yang tak karuan itu.
"Tuh orang tiba- tiba ngilang aja udah kayak setan," ucap Argan dengan kesal. Ia memperhatikan sekitarnya dan tak menemukan siapa pun di gang itu.
Ketika ia tadi berlari ke luar dari minimarket, sebenarnya ia melihat pria asing itu masih sempat berjalan dengan santainya di trotoar jalan. Pria asing itu bahkan dengan santainya menenteng kantung kresek berisi tisu itu.
Namun anehnya saat Argan berlari mendekati tikungan itu, mendadak pria itu menghilang. Tanpa jejak.
Argan mengingat- ingat lagi ke mana kiranya pria itu pergi, namun tak ia temukan jawabannya.
"Tunggu, tisu ...." Argan berucap dengan masih mengingat. Matanya mengerjap sewaktu tiba- tiba teringat pada hari pertama Argan bertemu dengan Bella di minimarket itu.
Hari itu Bella juga membeli tisu, dan pria tadi juga membeli barang yang sama. Bahkan kali ini pria itu membeli tisu lebih banyak.
"Apa ... ada hubungannya antara pria itu, Bella dan juga tisu itu?" tanya Argan sembari berpikir keras. Namun sekuat apapun ia berpikir, tetap tak juga ia temukan jawabannya.
Baru Argan hendak kembali menuju luar gang, sebuah telepon masuk ke ponselnya. Ponsel milik Argan itu berdering nyaring di tengah sunyinya gang itu. Tadi Argan hampir terkena serangan jantungnya mendengar bunyi nyaring itu.
"Anjir!" Argan sontak meraba saku celananya demi mencari keberadaan ponselnya yang masih berdering dengan nyaring itu.
Ketika ponselnya diketemukan, pemuda itu segera mengangkatnya. Ternyata yang menghubungi ponselnya itu adalah Fiko.
Dengan cepat Argan mengangkatnya. Ia tadi lupa untuk berpamitan pada Fiko dan malah langsung berlari dengan kencang. Jadi pantas saja kalau Fiko khawatir.
"Halo, Fik." Argan memulai obrolan lewat sambungan teleponnya itu. Ia sembari memperhatikan ke gang di sekitarnya itu. "Ada apaan?" tanyanya dengan tak tahu malu.
Argan sengaja berpura- pura untuk bersikap seolah tak ada yang terjadi.
"LO DI MANA???!!!" teriakan keras itu berasal dari Fiko lewat sambungan telepon itu.
Argan sontak menjauhkan ponselnya itu dari telinganya. Ia menggelengkan kepalanya mendengar teriakan dari Fiko lewat sambungan telepon itu.
Argan memperhatikan lagi keadaan sekitar gang sebelum akhirnya ia melangkah menjauhi gang. Tak ada gunanya ia berada di situ berlama- lama.
"Gue tadi nyari kucing." Argan sengaja berujar seperti itu. Ia hanya tak ingin membuat Fiko khawatir.
Fiko di sebrang sana hanya dapat menghela napasnya. "Gue gak mau tahu mau itu kucing kek atau orang, kek, pokoknya lo buruan ke sini!" putusnya saat itu juga. "Lo 'kan masih harus jelasin kelanjutan tentang tuker jadwal shift itu, Gan."
Argan mengangguk- anggukkan kepalanya berulang kali meskipun tahu bahwa Fiko tak dapat melihatnya. Pemuda itu terus berjalan meninggalkan gang itu, dan ketika hampir menyentuh jalan raya, ia membalik badan sebentar. Sayangnya memang tak ada siapapun di gang itu.
Jadi sembari menghela napas panjangnya, Argan kembali membalik badan. Kemudian ia melangkah menuju jalan raya sembari berujar, "Iya, oke ini gue lagi jalan ke situ."
Argan terus berjalan meninggalkan gang itu, yang ia tanpa sadari bahwa semenjak tadi sebenarnya ada orang lain di dalam gang itu. Orang itu malah bersembunyi di dekat tiang listrik demi menyembunyikan tubuhnya.
Si pembeli itu sebenarnya menyadari bahwa sedari tadi ia diikuti oleh seseorang, dan memang benar dugaannya itu. Jadi tadi ketika Argan berlari mendekati tikungan, orang itu sudah melihat bayangan Argan yang tengah berlari itu lewat pantulan di kaca besar toko- toko yang dilewatinya. Dan tentu saja orang itu akhirnya bersembunyi daripada ia ketahuan oleh Argan.
Kini ketika dirasa Argan sudah jauh melangkah meninggalkan gang, orang itu mulai ke luar dari persembunyiannya. Ia menatap dua buah bungkus tisu di dalam kantung kresek miliknya itu sembari menggumam, "Siapa pemuda itu?"
Orang itu kembali mendongak dan menatap ke ujung gang dekat jalan raya, tepatnya menatap jejak langkah Argan barusan.
"Pemuda itu ... tahu tentang Bella?" tanyanya lagi dengan masih menggumam tak jelas.
Detik berikutnya, orang itu tiba- tiba tersenyum lebar menyerupai seringaian.