Argan dan Nino masih tercengang melihat si mempelai pria di pelaminan itu. Memang benar yang Hana katakan, si mempelai pria itu memang tampan. Sangat tampan malah.
“Pantes aja tuh dua cewek naksir sama Ardian itu.” Nino berceletuk. Tatapannya masih menatap ke arah pelaminan itu.
Argan menganggukkan kepalanya mengiyakan perkataan dari Nino itu. Pemuda itu kemudian mengalihkan tatapannya, menuju Hana dan Dini yang tengah menatap ke arah pelaminan. Argan menggelengkan kepalanya begitu saja menatap kedua wanita itu. Pasalnya kedua wanita itu tengah cekikikkan tidak jelas. Seolah mengatakan bahwa memang pengantin pria itu benar- benar tampan. Mereka berdua seperti fans yang tengah bertemu dengan idola mereka saja. Keduanya tak peduli dengan sekitarnya.
“Kalian kok kayak sengaja pengen ketemu si mempelai pria itu?” Argan berkacak pinggang menatap Hana dan Dini.
Hana berhenti mengagumi ketampanan Ardian di pelaminan itu. “Iya, gue sama Dini emang sengaja datang ke sini karena alasan pengen ngeliat Ardian.”
Argan tercengang. “Bukannya harusnya kalian itu sekarang marah kek, kesal kek, sedih kek karena ditinggal nikah pacar kalian itu?” Ia berkerut dahi.
Argan tak habis pikir dengan kedua wanita itu. Mereka tampak santai dan enjoy saja sekarang, tidak ada tanda- tanda akan adanya sebuah pertempuran atau pertumpahan darah seperti yan dibayangkan oleh Argan itu. Bukankah harusnya kini Hana dan Dini menangis sedih melihat mantan pacar b******k mereka yang sedang bersanding dengan wanita lain di pelaminan itu, ya? Namun anehnya keduanya justru tersenyum bahagia. Seolah tidak peduli sama sekali pada pernikahan Ardian itu.
Hana tersenyum kecil menatap Argan. “Kenapa harus?”
“Hah?” Argan mengerut dahinya.
Hana berdecak. “Iya, kenapa kami berdua harus marah, kesal, atau sedih pas datang ke pernikahan mantan kami?” tanyanya balik. Ia menatap balik Argan dengan sebelah alis terangkat. “Bukannya gue udah bilang kalau gue dan Dini udah move on dari Ardian itu, ya? Jadi sekarang tentu saja kami berdua gak kenapa- napa.” Ia menjelaskan dengan tegas.
Nino yang sedari tadi menatap ke arah pelaminan kini menatap Hana dengan bingung. Ia menyenggol lengan Argan sembari bertanya lewat Bahasa isyaratnya. “Kenapa tuh?” Yang langsung dijawab dengan gelengan kepala oleh Argan.
Namun karena tak puas hanya bertanya lewat telepati dan bahasa isyarat, akhirnya Nino gemas juga dan menanyakan langsung pada Hana itu.
"Kenapa, sih? Bukannya kalian sewa dan bayar tenaga kita karena pengen bikin Ardian atau mantan lo itu sebal, ya?" tanya Nino dengan bingung. Alisnya bertaut bingung. "Iya, 'kan? Soalnya biasanya gunanya nemenin ke kondangan itu bikin salah satu pengantin itu panas." Nino menyambung lagi.
Hana terkekeh. Dini yang berada di dekatnya ikut terkekeh mendengarnya. Mereka lalu bersitatap. Kemudian tertawa bersamaan.
Hana yang pertama kali meredakan tawanya. Wanita itu lalu mengibaskan tangannya. Ia mulai membuka bibirnya. "Bukan karena itu," sanggahnya.
Mendengar jawaban dari Hana itu sontak membuat Argan dan Nino bertemu pandang.
Keduanya mengucap kalimat penuh keterkejutaan bersamaan. "Terus?!"
Wanita yang mengenakan dress merah muda itu pun tak melepaskan senyumnya. "Sebenarnya gue sama Dini sengaja sewa jasa kalian itu bukan karena alasan pengen manas- manasin si mempelai pria atau mantan kita itu. Tetapi kalian ini dibutuhin sebagai pelindung kita," jelasnya panjang lebar.
Dini terkekeh. "Betul itu."
Argan mengerut dahi. "Pelindung?" Ia masih belum mengerti sepenuhnya akan perkataan dari Hana itu.
Sampai akhirnya ia mengalihkan tatapannya ke arah lain dan tak sengaja menatap pada gerombolan pemuda di kursi bagian depan. "Maksud lo ... melindungi dari Vito dan gerombolannya itu?" tanya Argan lagi.
Hana dan Dini mengangguk bersamaan sembari memandang dua pemuda di depan mereka itu. "Thats right!" Kedua wanita itu juga berseru dan menjentik jari bersamaan.
Hana melipat kedua tangannya di depan d**a. Ia ikut memandang ke kejauhan. "Iya, kita berdua sewa jasa kalian karena alasan Vito juga datang ke pernikahannya Ardian ini. Dan sudah kita tebak bagaimana dia bakal ganggu gue sedemikian rupa. Maka dari itu kita butuh pelindung kalau ada apa- apa yang terjadi pada kita."
Dini di samping Hana itu mengangguk- anggukkan kepalanya. Selanjutnya ia memandang kejauhan. "Betul. Kalau gak ada kalian berdua, pasti Vito masih bakal ke sini dan gangguin Hana lagi." Ia terkekeh. "Seenggaknya Vito gak akan gangguin Hana lagi untuk sementara waktu."
Alasan yang sangat tak terduga bagi Argan dan Nino. Sangat tak diduga oleh pemikiran keduanya. Mereka pikir sejak awal alasan mereka dibayar adalah karena untuk membuat geram Ardian, si mantan pacar Hana dan Dini itu. Namun ternyata karena ingin melindungi keduanya dari Vito itu.
Sungguh tak terduga.
MC di depan panggung sedang membacakan susunan acara. Seiring suaranya yang menggema memenuhi ruangan, seluruh tamu undangan juga tertib dan khitmad mendengarkan. Sampai akhirnya kini sang MC acara menyuruh agar kedua mempelai memotong kue pernikahan.
Nino masih tak terima akan ucapan dari Hana itu. Ada yang masih mengganjal baginya. Ia memandang bergantian pada Hana dan Vito di kejauhan. Matanya seolah tengah meng- scan dan menganalisis keduanya. Hingga akhirnya ia menemukan kesimpulan yang menurutnya tepat.
"Tapi menurut gue-"
Ucapan dari Nino itu membuat Argan, Hana, dan Dini yang sempat teralihkan perhatiannya itu kini sepenuhnya menaruh perhatian pada Nino itu.
"-menurut gue Vito suka sama Hana."
Krik
Bagai ada backsound di belakang Nino ketika ia selesai mengucap itu. Detik berikutnya ia melanjutkan kembali perkataannya itu.
"Iya, ini menurut analisis gue. Selama ini Vito itu menaruh perasaan sama Hana makanya dia gangguin Hana terus."
Hana dan Dini sontak tergelak. Tawanya keras, bahkan hampir mengundang perhatian. Namun tak terjadi.
Hana mengibaskan sebelah tangannya ke hadapan Nino, sedangkan tangan satunya masih bersidekap. "Gak mungkin!" sergahnya.
"Gak mungkin lah Vito suka sama gue. Secara lo juga lihat sendiri gimana sikap dia ke gue."
"Iya, gak mungkin!" Dini ikut menyangkal. Ia memajukan langkahnya dan memandang Nino. "Jangan sembarangan nyimpulin, ya."
Nino tak terima dituduh telah sembarangan seperti itu. "Gue bukannya sembarangan, ya!" Ia menggulung lengan jasnya sebelum melanjutkan, "Gue punya alasan- alasan atas dasar perkataan gue."
"Alasan?" Hana mengangkat sebelah alisnya.
Nino kini bersiap mengeluarkan statement- nya. Tak hanya itu saja, ia juga sudah memasang ancang- ancang untuk statement- nya itu. Tangannya ia ulurkan dan mulai menghitung dengan jemarinya.
"Pertama, alasan kenapa Vito itu gue pikir suka sama Hana itu adalah karena Vito dan Hana dulu itu temen. Terus tiba- tiba Vito jadi berubah waktu Hana suka sama Ardian itu, nah itu udah jelas kalau dia mulai cemburu sama Ardian," jelas Nino panjang lebar.
"Kedua, Vito itu sengaja nantang Ardian itu buat ngetes sifat asli Ardian. Dan benar, bukan? Terbukti sudah kalau Ardian itu jahanam." Nino melanjutkan, "Jadi sebenarnya Vito itu hanya pengen ngebuktiin kalau sebenarnya Ardian itu bukan cowok baik- baik."
Hana mengerjap. Mengapa kedua alasan dari Nino itu terdengar sangat masuk akal?
Namun tetap saja ia tak percaya akan statement dari Nino itu, bahwa Vito ... menyukai Hana.
***