“Apa lo sudah menemukan orang yang bisa kita tanyai?” tanya Jenggala ketika berbincang dengan Raka di unit apartemennya.
“Ya, gue udah menemukan seseorang yang cocok dan udah berkomunikasi via online dengan orang itu.”
Jenggala terlihat takjub. “Benarkah? Apa orang itu bisa memecahkan masalah itu?” tanya Jenggala tak percaya.
“Ya, dia seorang konsultan pajak dan keuangan. Orang itu juga bisa dipercaya. Dia bekerja di sebuah kantor akuntan publik yang cukup terkenal. Meski gue belum pernah ketemu sama dia secara langsung tapi gue yakin dia orang yang mumpuni dalam mengatasi kasus keuangan yang menimpa perusahaan keluarga lo. Gue udah check track recordnya bagus. Dia pasti bisa mengendus dimana letak permainan keuangan yang dilakukan direktur di perusahaan bokap lo.”
“Gue percaya sama lo. Sekarang tolong antar gue ke rumah sakit, bokap gue semalam dilarikan ke rumah sakit,” ujar Jenggala kemudian meminta Raka mengarahkan mobil ke rumah sakit. “Bokap gue sudah ada di sana sama asisten pribadinya.”
“Lo nggak capek?”
“Udah nggak lagi. Berkat kabar baik lo soal orang yang bisa membantu gue keluar dari masalah perusahaan orang tua gue.”
Sesampainya di rumah sakit Jenggala meminta Raka untuk meninggalkannya. Raka dengan berat hati meninggalkan sahabatnya yang sudah lebih dari lima tahun meninggalkan Indonesia itu. Sejak melanjutkan S2 bidang bisnis dan keuangan di Duke University, Jenggala memang tidak pernah kembali lagi ke Indonesia karena alasan tertentu. Setelah menamatkan S2-nya dia bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang konsultasi investasi properti di Chicago. Dia adalah senior consultant di sana. Dia berada di Indonesia saat ini sebenarnya dalam rangka sedang cuti liburan selama empat minggu. Ingin menjenguk ayahnya yang sedang sakit sekaligus membantu mencari jalan keluar atas perusahaan sang ayah yang sedang dilanda masalah keuangan dan manajemen. Salah satu direktur di perusahaan sang ayah terkait masalah pencucian uang, manipulasi data keuangan perusahaan demi menghindari pajak yang semestinya dan kasus suap dalam beberapa tender milik pemerintah.
Jenggala memasuki lobi rumah sakit dengan langkah penuh percaya diri meski berjalan seorang diri. Dia mendekati meja resepsionis dan bertanya tentang keberadaan kamar sang ayah. Setelah menemukan kamar ayahnya, Jenggala berjalan menuju lift sambil menoleh ke sekitar lobi. Tepat ketika berhenti di depan pintu lift yang masih tertutup dia melihat keberadaan seseorang yang sangat ingin ditemuinya jika berkesempatan pulang ke Indonesia seperti sekarang ini. Perempuan itu adalah Sembagi yang kini sedang berjalan menuju ke tempat duduk khusus pengunjung rumah sakit.
~
“Turangga brengseekk. Bisa-bisanya dia nurunin gue gitu aja di lobi. Udah tahu bini mau kontrol malah cuma diantar trus ditinggal pergi,” gerutu Sembagi setelah duduk di kursi tunggu rumah sakit untuk menunggu nomor antriannya dipanggil ke bagian pendaftaran.
Sembagi terus menggerutu. Dia benar-benar jengkel pada Turangga karena laki-laki itu tidak pernah bisa membelanya ketika dia sedang dirundung oleh penghuni rumah yang kini diketahui Sembagi sebagai kediaman keluarga Turangga. Salah satunya adalah ketika dia bertengkar dengan Tasya.
Semalam Sembagi tidak sengaja mencuri dengar percakapan Tasya entah dengan siapa di telepon. Jelas-jelas Tasya menyebut nama Sembagi ketika berbicara. Beberapa kali Tasya mengatakan hal-hal buruk tentang Sembagi. Mengatakan bahwa “Perempuan itu benar-benar bodoh dan tololl karena mau-mau saja dibohongi oleh abang gue.”
Sembagi penasaran hal-hal buruk apa saja yang dilakukan oleh keluarga Turangga padanya selama ini sampai Tasya berani berkata seperti itu. “Siapa gue sebenarnya? Kenapa mereka merundung dan memperlakukan gue seburuk itu? Lalu apa peran suami gue selama ini? Kenapa laki-laki terlihat acuh tak acuh ke gue? Menyedihkan banget kayaknya jadi gue,” monolog Sembagi sambil menatap layar ponselnya. Dia mencari-cari informasi tentang dirinya sendiri lewat internet. Orang bilang kan jejak digital sulit dihapuskan. Jadi dia mencoba peruntungan lewat pepatah itu.
Saat ini Sembagi sudah tahu penyebab dia kehilangan ingatan adalah karena kecelakaan yang terjadi di depan rumahnya. Dia ditabrak mobil yang melaju ke arahnya dengan kecepatan penuh dan sengaja. Membuat tubuhnya terpelanting jauh ke udara dan kepalanya mendarat lebih dulu ke tanah. Meski Turangga sudah melaporkan kejadian ini ke pihak yang berwajib dan kini sedang dalam proses penyelidikan untuk menemukan dalang di balik kecelakaan itu, akan tetapi hingga detik ini tidak ada satupun yang menanyakan keadaannya. Hal itulah yang membuat Sembagi kini merasa bersedih.
Sembagi menarik napas panjang. Dia menatap nomor antriannya sekali lagi. Masih lama, tersisa lima nomor antrian lagi. Lalu tiba-tiba perutnya mengeluarkan bunyi aneh khas perut sedang butuh diisi alias lapar. “Lapar banget,” keluhnya. Sembagi lalu mengeluarkan sebungkus kacang mete dari dalam tasnya. Dia melahapnya dengan penuh suka cita.
Dari kejauhan ada seseorang yang tanpa sadar tengah memerhatikan Sembagi. Orang itu adalah Jenggala yang kini sedang berlari cepat ke arahnya. Kemudian dengan sigap merampas makanan Sembagi dan membuangnya di tong sampah terdekat. Sembagi hanya sanggup perbuatan laki-laki itu dengan ekspresi terkejut sekaligus heran.
“Kamu mau mati sesak napas gara-gara makan kacang kebanyakan?” hardik Jenggala yang membuat Sembagi semakin bingung.
“Maksud lo apa? Udah buang makanan gue sembarangan, sekarang malah marah-marah nggak jelas ke gue!” balas Sembagi tak terima.
“Sorry, sorry kalau caraku salah. Tapi kamu nggak perlu bicara pakai lo gue seperti itu sama aku.”
“Makin nggak ngerti sama omongan lo. Gue ini lapar banget dan sekarang lo buang makanan gue satu-satunya. Lo ada masalah apa, sih? Kenapa jadi ngelampiasin ke gue?”
Jenggala semakin bingung menghadapi Sembagi yang tidak seperti Sembagi yang pernah ia kenal. Apakah waktu lima tahun mampu mengubah sifat dasar seseorang? Atau sebenarnya justru itulah sifat asli orang itu? Jenggala bertanya pada dirinya.
“Sekali lagi aku minta maaf. Aku hanya teringat masa lalu. Kamu pernah celaka gara-gara makan kacang,” ujar Jenggala sopan.
Sembagi merutuki dirinya sendiri yang tak bisa mengendalikan temperamennya. Benar yang dikatakan ibu mertuanya. Sembagi sekarang mudah sekali terpancing emosinya. Tidak seperti Sembagi yang selama ini dikenal oleh wanita itu.
“Sial! Apa gue kenal laki-laki ini? Benar-benar memalukan. Kalau Turangga tahu gue marah-marah nggak jelas sama orang yang ternyata kenal diri gue sebelum amnesia terus orang itu jadi tahu kondisi gue yang sebenarnya, bisa-bisa dia marah besar,” gumam Sembagi dalam hati.
Buru-buru Sembagi mengubah ekspresi wajahnya yang dari awalnya marah bersungut-sungut menjadi nyengir lebar sambil menunjuk ke arah laki-laki itu. “Oh, iya…”
Namun kata-kata Sembagi dipotong oleh Jenggala. “Kayaknya aku terlalu banyak berubah sampai-sampai kamu nggak ngenalin aku,” ujar laki-laki itu lirih.
~~~
^vee^