Makan malam untuk Arumi (part 2)

1370 Kata
Suara panggilan mbok Jum menyadarkan lamunan Arumi, ia pun kembali bangkit menemui mbok Jum yang telah berdiri di depan pintu kamar dengan membawa sebuah kotak besar. “Mbak, ada kiriman dari mas Ren, katanya mbak Arumi disuruh pakai ini untuk nanti malam.” Arumi hanya mengangguk dan menerima bingkisan itu. Matanya menatap kotak berisi sebuah dress hitam. Ren seolah tahu harus melakukan apa untuk acara nanti malam dan membuat hati Arumi menjadi gelisah dan memutuskan untuk kembali berbaring untuk menenangkan pikirannya. Malam pun tiba, Ren baru saja sampai dirumah bersama Sonya dan segera masuk ke dalam kamarnya ketika ia menemukan Arumi tengah berdandan untuk acara makan malam. Melihat suaminya masuk Arumi hanya diam dan kembali sibuk berdandan. Begitu pun Ren, tak ada kata-kata sapaan dari keduanya seolah mereka berdua tak melihat satu sama lain. Ren segera membersihkan dirinya dan berpakaian. Arumi tengah mencoba sepatunya dan mencari yang masih terlihat bagus ketika Ren menghampiri dan menarik tangannya perlahan. “Sepatumu ada dibawah, lebih baik gunakan ini dulu,” suruh Ren sambil memakaikan sebuah kalung mutiara dan memberikan sepasang anting yang senada dengan kalungnya. Ia menatap puas Arumi yang mengenakan dress hitam yang tertutup dari atas hingga melebihi lutut. Tak lama sepasang suami istri itu keluar dari kamar. Arumi masih belum terbiasa melihat Sonya yang telah berganti pakaian dengan pakaian rumah. Ada perasaan tak suka dihati Arumi karena Ren benar-benar tak berperasaan meletakan wanita simpanannya satu rumah dengan istrinya sendiri. Tapi Arumi berusaha tak peduli. “Duduk,” suruh Ren pada Arumi sambil membawakan sebuah kotak sepatu mahal lalu membukanya dan memakaikannya di kaki Arumi. Sepatu high heels berwarna merah polos itu terlihat sangat cantik di kaki Arumi yang putih. “Aku akan mengenakan sepatu yang lain, ini terlalu tinggi,” keluh Arumi merasa tak nyaman akan dua hal, sikap Ren dan sepatunya yang terasa begitu tinggi. “Pakai itu!” ucap Ren tegas dan menatap Arumi tajam seolah tak ingin dibantah. “Kamu pulang jam berapa mas?” tanya Sonya mesra tampak seperti istri yang akan mengantar suaminya pergi. “Entahlah pukul berapa kami akan selesai, kamu tidur saja lebih dulu, tak usah menungguku,” jawab Ren dengan suara lembut dan mengelus rambut Sonya sayang. “Aku tunggu diluar,” ucap Arumi segera berdiri dan berjalan sedikit sempoyongan karena tak begitu biasa dengan sepatu setinggi itu menuju pintu. Tiba-tiba terasa sebuah tangan yang besar berada di pinggangnya seolah membantunya untuk bisa berjalan tegak agar tak terjatuh. Arumi mencoba melepaskan tangan Ren tapi Ren semakin merangkul pinggangnya erat seraya berkata, “Sepatu itu mahal, aku tak ingin kamu terjatuh sebelum seorang orang melihat penampilamu dengan sepatu ini.” Arumi hanya bisa memalingkan wajahnya kesal dan segera memasuki mobil. Setelah hampir satu jam akhirnya mereka sampai ke rumah kediaman keluarga Saputra. Rumah besar itu tampak terang benderang dan ramai. Arumi berjalan perlahan mengikuti suaminya untuk masuk ke dalam rumah. Terlihat Ratih dan Saputra yang tengah berbincang ramai dengan seorang wanita yang duduk dengan seorang anak kecil dan remaja. Tak hanya itu ada dua orang tua lainnya disana. “Assalamualaikum,” sapa Ren membuat raut ramah Ratih sedikit berubah sedangkan Saputra masih tetap sama dan segera menyapa anak bungsu dan istrinya. “Kalian sudah datang ... Perkenalkan ini Karina, anaknya Sean dan Arina juga kedua orang tua Karina, bu Lily dan pak Sukma. Perkenalkan ini putra bungsu saya Ren dan istrinya Arumi.” Ren merangkul pinggang Arumi dan mengajaknya bersalaman satu-satu untuk berkenalan. Raut wajah Ren yang biasanya dingin tanpa senyum tampak berbeda. Ia tampak sumringah ke seluruh anggota keluarga Karina. “Mas, ini adiknya sudah datang,” ucap Karina polos dan menoleh ke arah ruangan yang lain saat sesosok pria masuk bergabung di ruang keluarga Saputra yang besar dan luas. Arumi berdiri mematung menatap Ino, air matanya mulai menggenang di pelupuk matanya. Ino pun terlihat terkejut saat melihat Arumi disana tapi ia hanya diam dan memalingkan mukanya, malah berbisik mesra pada Karina. “Yuk, karena semua sudah lengkap mari kita makan malam sekarang,” ucap Ratih mencoba mengalihkan perhatian semua orang seolah menutupi reaksi Arumi yang seolah tak bisa menahan kesedihannya. Arumi masih berdiri mematung, tubuhnya terasa beku melihat sikap Ino yang seolah tak mempedulikan kehadirannya dan menggandeng mesra Karina. Ren mencolek tangan Arumi seolah mengingatkannya untuk bisa mengendalikan diri. Arumi segera berjalan mengikuti langkah suaminya menuju ruang makan. Ren segera menarik kursi untuk istrinya sebelum ia sendiri duduk disamping Arumi. Suasana ceria itu terus terasa kecuali untuk Arumi. Ia merasa sangat kosong dan canggung. Bahkan ia membiarkan Ren seolah bersikap mesra dengan mengambilkannya lauk karena Arumi tak sanggup untuk bergerak makan. Sesekali Arumi mencoba mencuri pandang pada Ino, tapi pria itu tak memperdulikannya. Bahkan kedua mertuanya pun bersikap sama. Mereka tampak sangat mengagumi calon menantunya dan bersikap seadanya pada Arumi. Arumi yang merasa kosong dan canggung, memutuskan untuk berdiri dan berpamitan untuk membantu di dapur dan mengambil makanan penutup untuk semua orang. Dadanya terasa sangat sesak dan sakit. Arumi mencoba menyibukan diri untuk membantu menyiapkan makanan penutup walau para asisten rumah tangga keluarga saputra melarangnya. “Arumi,” panggilan seseorang membuat Arumi menoleh dan melihat Karina tengah berdiri dan tersenyum padanya. “Ayo aku bantu,” ucap Karina ramah dan membantu Arumi yang tengah menyendokan es krim ke dalam gelas. “Nggak usah mbak, biar aku saja… sudah hampir selesai …” ucap Arumi sambil tersenyum menyembunyikan perasaan dan segera melanjutkan pekerjaannya. “Arumi … titipkan mas Ino padaku,” ucap Karina perlahan dan membuat Arumi menoleh kaget pada Karina. “Aku tahu tentang kisah kalian karena mas Ino menceritakan semuanya padaku. Titipkan mas Ino padaku, aku berjanji akan membuatnya bahagia.” Perlahan Karina mengambil jemari tangan Arumi dan menggenggamnya erat sambil menatapnya dalam dengan pandangan tulus. Spontan Arumi menjatuhkan sendok es krimnya sehingga sisa es krim terciprat ke baju dan lantai. “Berusahalah untuk membebaskan dirimu dari Ren, tapi biarkan mas Ino berbahagia dengan kami. Aku dan anak-anakku akan menjaganya dengan baik.” Dada Arumi terasa sesak, ia tak sanggup menahan air matanya dan melepaskan tangan Karina dengan cepat lalu berjalan gontai menuju taman belakang yang terhubung dengan dapur. Arumi menangis tertahan karena perasaannya terasa sakit dan sedih. Air Matanya pecah saat ia sampai di taman belakang dan bersembunyi di balik pohon. Tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang dengan erat. Aroma parfumnya yang khas membuat Arumi membalikan tubuhnya dan melihat Ino tengah memeluknya erat sambil menangis. Arumi membalas pelukan Ino dan mereka berdua menangis sambil memeluk satu sama lain. “Alhamdulillah kamu sehat, Rumi. Betapa leganya aku melihatmu tampak sehat dan cantik malam ini,” bisik Ino sambil tetap memeluk Arumi erat. Arumi tak bisa bicara apa-apa. Ia hanya bisa menangis dan melampiaskan rasa rindunya pada Ino. “Papa Ino…” panggilan anak kecil membuat Ino dan Arumi segera melepaskan pelukan mereka. Terlihat Ren yang tengah menggandeng anak paling kecil Karina sambil tersenyum puas. “Papa Ino kenapa?” tanya Sean ketika melihat wajah calon papa sambungnya terlihat basah. Ino segera memanggil Sean agar mendekatinya dan Sean segera berlari menghampiri Ino. “Papa Ino baru saja menangis bahagia karena akan mendapatkan keluarga baru yang baik,” ejek Ren sambil tersenyum dingin. “Mas,” ucap Arumi lirih ketakutan karena Ren melihatnya berpelukan dengan Ino. “Ayo kita pulang, kita akan buat juga Sean kecil yang lucu versi kita sendiri,” ucap Ren pelan ditelinga Arumi sambil menatap Ino tajam. “Jangan kurang ajar kamu, Ren!” bentak Ino ketika mendengar ucapan Ren pada Arumi. “Kenapa? Aku melakukannya dengan istriku sendiri, kalau kamu ingin kamu bisa melakukannya dengan Karina, mamanya Sean,” ucap Ren sambil mengacak-acak rambut Sean yang berada di gendongan Ino. “Kamu gak akan mengambil papa baru Sean kan, Rumi?” ucap Ren lagi menoleh pada istrinya. Arumi menatap Ino dengan pandangan sedih. “Maafkan aku, Rumi… aku tak bisa bersamamu,” ucap Ino perlahan seolah mengerti arti pandangan mata Arumi. Lalu ia segera membalikan tubuhnya dan masuk kembali ke dalam rumah sambil menggendong Sean. Arumi masih berdiri mematung dan melihat Ino yang berjalan disambut Karina lalu memberikan kecupan dipipi pada calon istrinya sebelum ia bergabung kembali dengan kedua orang tua mereka. Air mata Arumi mengalir deras tanpa terasa. Kali ini ia sadar bahwa dirinya sendirian dan ditinggalkan. Tak ada lagi anggota keluarga Ino yang peduli pada perasaannya. Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN