Makan malam untuk Arumi (part 1)

1050 Kata
Selepas subuh, Arumi memutuskan untuk kembali tidur. Ia tak ingin membantu suaminya untuk bersiap-siap kerja dan memutuskan untuk kembali ke dalam selimut. Lagi pula tak ada kedekatan emosional antara dirinya dan Ren dan suaminya pun tak butuh dirinya melayani. Terbukti Ren membiarkan Arumi kembali tidur dan tak mengganggunya sampai wanita itu terbangun sendiri dengan kepala sakit. Sebenarnya Arumi tak terbiasa kembali tidur selepas sholat subuh, tetapi ia memaksakan untuk tidur karena tak ingin berinteraksi dengan Ren dan berharap ketika ia terbangun, Ren dan Sonya telah berangkat kerja. Waktu masih menunjukan pukul 7.30 pagi. Arumi memutuskan untuk keluar kamar dan mengambil segelas air hangat untuk meredakan sakit kepalanya. Alangkah terkejutnya Arumi saat melihat Ren masih berada di ruang makan tengah sarapan dengan tenang bersama Sonya. “Mbak Rumi mau sarapan apa toh? Biar mbok Jum buatkan,” sapa mbok Jum ketika melihat majikan perempuannya memasuki ruang makan. “Tidak usah, saya hanya butuh air hangat,” jawab Arumi lemas masih memegangi kepalanya yang sakit segera mengambil air minum dan kembali berjalan hendak keluar dari ruang makan. “Duduklah!” suruh Ren sambil menahan sebelah tangan Arumi ketika melewatinya. “Aku tak ingin sarapan.” “Tapi suamimu sedang sarapan, minimal kamu harus duduk menemani.” “Buat apa? Sudah ada gundikmu menemani, aku tak perlu ada disini.” Wajah Sonya terlihat terkejut mendengar ucapan Arumi tapi ia tetap duduk tenang dan menikmati sarapannya seolah tak terganggu. Ren menarik tangan Arumi kasar menyuruhnya duduk sampai gelas berisi air putih sedikit tumpah dan mengenai pakaian istrinya. “Siapkan sarapan untuknya,” suruh Ren pada mbok Jum ketika akhirnya Arumi menurut dan duduk disamping Ren. “Sejak kemarin makanmu sedikit, kenapa? Kamu ingin mati pelan-pelan agar tak bersamaku?” tanya Ren setengah berbisik ditelinga Arumi sampai wangi nafasnya yang berbau mint tercium dan terasa hangat di leher Arumi. Melihat Arumi tampak tak peduli, Ren segera mengecup pipi istrinya dan menggigit telinga Arumi lembut membuat Arumi segera mendorong suaminya menjauh dan membersihkan pipi dan telinganya dengan lengan menunjukan rasa jijiknya pada Ren. Ren hanya tersenyum puas, ia terlihat senang melihat reaksi marah Arumi sedangkan Sonya tampak sedikit tak nyaman dan berpamitan pada Ren untuk mengambil tasnya dikamar karena mereka berdua akan segera berangkat kerja. Tak lama mbok Jum membawa sepiring makanan dan meletakkannya di hadapan Arumi. Ren segera memegang erat dagu Arumi dan memandang Arumi dengan pandangan tajam. “Habiskan makanan itu jika tak ingin aku menjilati wajahmu! Siapkan dirimu, nanti malam kita akan makan malam bersama Ino dan keluarga barunya.” Arumi segera melepaskan tangan Ren dari wajahnya dan mendengus kesal. Ren segera berdiri dan meninggalkan Arumi untuk kembali ke kamar kerjanya, sedangkan Sonya telah kembali dan dengan santainya berpamitan pada Arumi. “Saya pamit ya mbak,” pamit Sonya tenang. Arumi hanya menggerakan tangannya antara melambaikan tangan atau mengusir Sonya sambil sibuk dengan makanannya. Tak lama rumah itu terasa sangat hening. Arumi makan dengan malas dan merasa tak mampu menghabiskan makanannya. Sentuhan lembut mbok Jum di punggung membuat Arumi tersadar dari lamunannya dan melihat wanita tua itu datang bersama seorang asisten rumah tangga lainnya. “Sabar tho mbak, mas Ren sebenarnya orangnya gak begitu. Dulu mas Ren itu terkenal baik dan perhatian,” puji Mbok Jum sambil membereskan meja bersama Sri. Arumi hanya memalingkan wajah dan mengusap wajahnya perlahan. Tentu saja mbok Jum akan memuji majikannya karena ia sangat loyal pada keluarga Saputra. “Mbok Jum sudah lama ikut keluarga Saputra?” tanya Arumi mencoba mencari tahu dengan membuka perbincangan dengan asisten rumah tangga mereka. “Mbok udah lama ikut ibu Sifa, bukan pak Saputra. Mbok di urus oleh keluarga bu Sifa dan gantian mbok yang urus mas Ren sejak lahir sampai bu Sifa meninggal, setelah itu mbok Jum pulang ke kampung karena bu Ratih ingin mengurus anak-anaknya sendiri dan mereka punya beberapa pembantu sebelumnya. 5 tahun yang lalu mas Ren mencari mbok Jum dan suruh tinggal dirumah ini. Dulu rumah ini rumah bu Sifa, tapi mas Ren merenovasi sebagian besar sampai menjadi lebih bagus dan baru selesai setahun kemarin. Sejak 5 tahun yang lalu mas Ren sudah tinggal disini.” Mbok Jum menatap nanar wajah Arumi yang tampak termenung sambil mendengarkan ceritanya. Tentu saja ia tahu tentang perselingkuhan Saputra. Ia tahu segalanya sampai berita bahwa Arumi calon istri Ino dilecehkan oleh Ren pun ia mendengarnya. Andai ia bisa bercerita banyak pada Arumi apa yang terjadi di rumah itu selama 5 tahun ini tapi mbok Jum tak bisa. Ia tak bisa mengkhianati majikannya. Arumi bangkit dari duduknya lalu perlahan berjalan keliling rumah untuk mengetahui seluk beluk rumah ini mumpung Ren tak ada dirumah. Ia berjalan dan memandangi semua frame-frame indah selain lukisan di dinding. Semua isi foto dalam Frame itu tampaknya diproduksi ulang dan dibuat hitam putih. Terlihat banyak sekali foto-foto Ren sejak kecil bersama ibunya Sifa, tapi tak ada satupun foto Saputra—sang ayah disana. Hanya Ren dan sang ibu di seluruh rumah. Arumi termenung melihat satu foto yang berisi sepotong tulisan indah, yang bertuliskan ‘Ren, kamu adalah cinta terbesar Mami. Ketika mami merasa kebahagiaan itu tak pernah ada, kamu yang menciptakannya. Ren, bayi kecil mami, kesayangan mami, seluruh doa mami yang terbaik untukmu. Tumbuhlah besar dan nikmati hidupmu. Kamu harus bahagia.’ Arumi menatap salah satu frame terbesar dengan foto wajah Sifa muda yang begitu cantik. Wanita itu begitu cantik dengan rambut lurus tergerai yang tertiup angin dan menerpa wajahnya. Mungkin saat foto itu diambil Sifa masih berusia 18 tahun dan wajahnya begitu persis sama dengan Ren. Arumi bertanya-tanya apa yang membuat Ren berubah seperti itu. Ia jadi teringat cerita Ino yang mengeluh karena Ren yang membuat ulah beberapa bulan sebelum mereka akan melangsungkan pernikahan. Ino pun mempertanyakan mengapa hampir setahun belakangan sang adik bersikap sangat berubah dan kurang ajar pada kedua orang tuanya. Rahasia itu ternyata ada disini, dibalik tatapan lembut perempuan yang tengah Arumi tatap dalam. Waktu pun berlalu. Arumi menghabiskan waktunya di dalam kamar dan mencari pakaian yang patut ia kenakan nanti malam. Tapi pakaiannya sangat sedikit dan tampak sangat lusuh karena terus menerus dipakai. Arumi kembali meletakkan pakaiannya di gantungan lemari dan menatap satu ruangan yang berisi pakaian sang suami. Pakaiannya malah seperti kumpulan pakaian kotor di ruangan itu. Arumi hanya duduk dilantai dan duduk melamun memikirkan pertemuan dengan Ino nanti malam. Jantungnya berdebar keras karena penuh rindu sekaligus takut jika Ino bersikap berbeda padanya. Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN