Arumi menatap wajahnya di cermin, kali ini rambutnya telah berubah bentuk dan membuat wajahnya kembali terlihat. Walau tanpa make up kali ini Arumi bisa menyunggingkan senyuman tipis karena wajahnya terlihat lebih segar dan tak lusuh seperti biasanya. Ada rasa optimis dihatinya untuk bisa merebut perhatian Ino. Di dalam kepalanya hanya penuh dengan harapan Ino tak melihatnya berbeda sehingga perasaannya tak berubah.
Ren hanya mengangguk ketika melihat istrinya terlihat berbeda. Bagaimanapun ia mengakui bahwa Arumi memiliki wajah yang cantik. Sebelum kebencian itu datang, hubungannya dengan Ino sangat dekat. Ren adalah tempat Ino begitu bebas menceritakan kisah cintanya dengan Arumi. Ren sangat tahu betapa sang kakak begitu tergila-gila dan mencintai kekasihnya.
Dulu ia pun seorang pria yang berbeda. Mendengar cerita Ino tentang kekasihnya, Ren pun ikut merasa bahagia. Ia merasa bahagia karena melihat kakaknya bahagia padahal saat itu ia belum pernah bertemu dengan Arumi sama sekali. Ketika kesempatan itu datang dan melihat Ino bersama Arumi, Ren merasa bangga pada sang kakak yang pintar menemukan calon istri yang masih muda, murni dan menjaganya begitu lama. Ren malah bercita-cita ingin seperti sang kakak yang setia dan mencari perempuan baik-baik untuk ia cintai sampai akhir.
Ia sendiri tak pernah menyangka bahwa pada akhirnya dirinya lah pria yang menghancurkan kebahagiaan Ino dan Arumi. Rasa sesal di dalam hatinya hanyalah ia terpaksa menyakiti Arumi dan menjadikannya korban untuk bisa memenuhi keinginannya. Kadang Ren ingin sekali memperlakukan Arumi lebih baik dan menunjukan rasa penyesalannya tapi ia tak bisa. Ia harus tetap seperti ini pada istrinya. Dingin tanpa perasaan. Ren pun tak ambil pusing jika Arumi akan membencinya seumur hidup, ia siap dan lebih baik begitu.
“Ayo kita pulang, aku sudah lelah,” ucap Ren sambil memalingkan wajahnya agar Arumi tak melihat raut kasihan Ren pada istrinya. Wajah cantik itu walau terlihat tenang tapi tak bisa menyembunyikan beban berat yang membuat Ren sedikit merasa tidak tega karena setelah ini ia masih akan membuat Arumi tak nyaman.
“Bersiaplah. Bencilah aku semampu yang kamu bisa karena hal itu akan membuatmu lebih kuat,” ucap Ren di dalam hatinya sebelum ia melangkah lebih dulu meninggalkan Arumi.
Tak ada perbincangan diantara Ren dan Arumi. Keduanya sibuk dengan kegiatannya masing-masing selama perjalan menuju rumah yang Ren tinggali. Jika Ren kembali sibuk dengan handphonenya, Arumi sibuk melamun membayangkan apa yang akan ia lakukan di suaminya. Sejak mereka menikah, hari ini pertama kali ia datang kerumah suaminya sendiri, karena sebelumnya Arumi telah melarikan diri dua hari setelah pernikahannya dan dari situ drama kehidupannya dimulai.
Akhirnya mobil Ren berhenti di sebuah komplek perumahaan lama. Komplek itu terdiri dari rumah-rumah lama yang besar-besar menandakan orang-orang old money yang tinggal di tempat itu. Mobil Ren memasuki gerbang dengan tembok batu yang dipenuhi tumbuhan merambat yang terawat rapi.
Arumi sedikit terpana melihat rumah itu. Designnya begitu apik, modern dan classic membuatnya sangat berkelas. Arumi tak tahan untuk tak mengagumi rumah suaminya. Ren mengajaknya untuk masuk melewati pintu utama, seolah ingin memamerkan pada Arumi kolam ikan dibawah lantai batu yang harus mereka lewati ketika akan masuk ke pintu utama. Saat itu matahari telah tenggelam, lampu taman yang temaram malah membuat suasana semakin mewah.
“Selamat datang di rumah kita,” ucap Ren datar ketika pintu utama yang besar dibuka oleh salah satu asisten rumah tangga.
“Perkenalkan ini mbok Jum, ia pengasuhku dari kecil dan akan terus ikut bersamaku. Mbok Jum, masih ingat dengan Arumi bukan?” ucap Ren sambil melangkah masuk ke dalam rumah.
Perempuan tua itu segera menyambut Arumi ramah tapi raut wajahnya juga tampak sedikit panik dan langsung menatap kearah salah satu kamar. Arumi masih tak menyadari mengapa reaksi mbok Jum seperti itu. Ia masih menikmati aroma segar bunga sedap malam di ruang keluarga ketika Arumi menyadari ada seorang wanita keluar dari sebuah kamar.
“Mas, kamu sudah pulang?” sapa wanita itu segera menyambut Ren tampak riang lalu tersadar bahwa dibelakang Ren ada wanita lain. Melihat Arumi, perempuan itu tampak sedikit kikuk.
“Arumi perkenalkan ini Sonya, sekretaris sekaligus kekasihku.”
Arumi sedikit tersentak mendengar ucapan Ren. Sebagai istri yang tak memiliki perasaan untuk suaminya tentu saja tak ada rasa cemburu tapi ia cukup terkejut karena Ren benar-benar mengajak perempuan itu tinggal bersama satu rumah dengan istrinya sendiri. Sebegitu tak berartinya hubungan ini? Pikir Arumi.
Arumi hanya mengangguk tanpa tersenyum pada Sonya. Kedua perempuan itu saling tatap dalam seolah menunjukan posisi mereka masing-masing tapi akhirnya Sonya yang memalingkan wajah walau Arumi menatapnya biasa saja dengan pandangan kosong.
“Selamat datang mbak Arumi,” sapa Sonya ramah diantara kecanggungannya. Ia benar-benar tidak siap akan kedatangan Arumi.
“Barang-barang mbak Arumi mau saya letakan di kamar yang mana, mas?” tanya mpok Jum memecah perhatian.
“Bawa semua barangnya ke kamar utama,” suruh Ren cepat.
“Mas, bukannya kamar itu hanya boleh kamu yang berada disana?!” tanya Sonya tampak terkejut dengan suruhan Ren.
Arumi hanya diam tak mengerti pembicaraan Ren dan Sonya segera berkata,
“Aku tak perlu kamar yang besar, berikan saja aku kamar tamu karena aku tak akan lama dirumah ini.”
“Tidak! Simpan semua barang-barang Arumi di kamar utama dilantai atas. Kamar itu memang aku buat khusus untuknya.”
Tak ada yang menjawab ucapan Ren ketika ia memberi perintah. Mpok Jum dan seorang asisten rumah tangga pria segera membawa barang-barang Arumi ke lantai atas.
“Dirumah ini, aku membuat 4 kamar utama. Satu kamar adalah kamar utama, satu kamar khusus untukku dan ruang kerjaku, satu kamar tamu dan satu kamar lagi digunakan oleh Sonya. Walau tidak setiap hari, tapi aku sering meminta Sonya untuk menginap di sini untuk menemani, semoga kamu tak keberatan.”
Arumi hanya menghela nafas acuh mendengar ucapan suaminya.
“Terserah kamu mas, boleh aku masuk ke dalam kamarku? Rasanya tubuhku lelah sekali.”
“Naiklah, nanti aku menyusul,” jawab Ren singkat. Arumi segera berjalan mengikuti langkah mpok Jum yang naik keatas tangga.
Melihat Arumi telah meninggalkan mereka berdua, Sonya segera bergelayut mesra pada Ren.
“Mas, apa kamu akan tidur bersamanya?” tanya Sonya cemas.
“DIa istriku, Sonya. Apapun yang aku lakukan bersamanya urusan kami berdua. Tolong bantu aku untuk tak mempermasalahkan apapun yang aku lakukan dengan Arumi. Kita sudah membuat perjanjian soal hal ini.”
“Tapi aku merasa cemburu mas!”
“Aku sudah katakan dari awal, hubungan kita tak boleh berdasarkan perasaan. Aku merasa senang bersamamu, kamu selalu membuatku tenang dan bahagia. Tapi kita tak bisa punya hubungan cinta karena hal itu akan merusak semua rencanaku. Tolong aku Sonya, bersabarlah. Kuatkan hatimu untuk menahan semuanya, jika kamu masih ingin bersamaku.”
Mendengarkan bujukan lembut Ren membuat Sonya merenggut tapi akhirnya ia mengangguk.
Ren memeluk kekasihnya gemas dan mengecup kening Sonya lembut.
“Selama kamu bilang kalau kamu suka padaku, buatku itu cukup mas. Maafkan aku kalau aku masih suka rewel karena aku benar-benar mencintaimu,” ucap Sonya lembut sambil memeluk tubuh Ren erat. Entah apa yang dipikirkan semua orang, tapi Sonya tahu dan jatuh cinta pada kelembutan hati dan perasaan Ren. Pria itu tak seperti yang orang-orang pikirkan.
Malam pun semakin larut. Di dalam kamar, Arumi tengah duduk melamun dalam gelap. Malam ini ia tak bisa tidur. Kepalanya terasa penuh dengan semua pikiran yang terlintas. Kamar yang besar, indah dan nyaman ini tak mampu membuatnya tenggelam kealam mimpi padahal tubuhnya terasa lelah.
Arumi sedikit terkesiap saat pintu kamarnya dibuka seseorang, perlahan sosok itu masuk dan menghidupkan lampu kecil di dekat pintu.
“Belum tidur?” tanya Ren ketika menemukan Arumi masih duduk di pinggir ranjang. Arumi hanya diam dan kembali memalingkan wajahnya kearah jendela besar menatap daun-daun yang bergoyang ditiup angin malam.
“Aku pikir mas Ren akan tidur bersama kekasih mas Ren,” celetuk Arumi pelan ketika melihat Ren mulai membuka kemejanya dan memasuki ruangan pakaian mereka.
“Kenapa? Kamu keberatan? Sonya hampir setiap hari berada dirumah ini tapi bukan berarti aku akan selalu tidur dengannya, lagi pula ini kamarku.”
“Lebih baik aku pindah kamar, ia pasti tak nyaman karena aku malah yang berada dikamar ini bukan dirinya. Mungkin saja ranjang ini tempat kalian bercinta bukan?”
Arumi segera bangkit dan memakai sandal tidurnya ketika menyadari bahwa ranjang itu mungkin saja tempat Ren dan Sonya bercinta, tiba-tiba saja ia bergidik geli dan jijik.
Mendengar ucapan Arumi dan melihat istrinya melangkah menuju pintu, Ren segera menahan tangan Arumi.
“Sejak rumah ini dibuat kamar ini belum pernah ditiduri siapapun selain aku! Tenang saja, kamar ini aku buat untukmu! Tak akan ada perempuan lain selain kamu yang akan ada kamar ini!”
“Oh, romantisnya…,” ejek Arumi sebal dan sedikit takut melihat raut wajah Ren yang kembali dingin dan menatapnya tajam. Perempuan itu akhirnya kembali naik keatas ranjang dan merasa sedikit puas karena telah membuat Ren kesal dengan sikapnya.
Tetapi matanya tetap tak bisa tertutup untuk tidur sedangkan Ren tengah membersihkan dirinya dikamar mandi. Mendengar Ren selesai mandi, Arumi segera pura-pura tidur. Ia merasakan suaminya naik keatas ranjang dan memeriksa dirinya apakah sudah tertidur atau belum. Perlahan Ren merapikan selimut Arumi sebelum ia sendiri berbaring dan langsung terlelap ke alam mimpi. Sedangkan mata Arumi kembali terjaga dengan mata berkaca-kaca, bertanya sampai kapan ia akan hidup seperti ini.
Bersambung.