Arumi baru saja sampai dan masuk ke dalam lobby apartemennya sambil mengusap peluh di dahi. Walau malam telah datang, tapi saat ini kota Surabaya tempat ia tinggal terasa sangat panas dan membuatnya ingin segera membersihkan diri dan menikmati minuman dingin setelah seharian ia berkutat dengan anak-anak didiknya.
Memiliki ijazah sarjana pendidikan membuat Arumi bisa bekerja sebagai pengajar di salah satu TK montessori di kota Surabaya. Sebenarnya ia ingin melarikan diri ke kota kecil tapi Arumi merasa kapok. Tak hanya kemampuan uang untuk bisa menemukannya, Ren juga memiliki kemampuan berkomunikasi yang sangat bagus. Ia malah sangat berhasil mempengaruhi lingkungan sekitar Arumi untuk menjaga istrinya dan melaporkan apapun tentang Arumi padanya saat Arumi melarikan diri di sebuah daerah di kota Malang.
“Perkenalkan saya Ren, suaminya Arumi yang tinggal di rumah kontrakan no 3C. Ini saya bawakan sedikit buah tangan sebagai perkenalan dengan pak RT dan RW di daerah ini.”
“Wah, nak Arumi gak pernah cerita kalau ia telah menikah. Selama 2 bulan ini ia selalu tinggal sendirian, ternyata ada suaminya,” ucap Pak Singgih salah satu RT yang diundang makan oleh Ren tanpa sepengetahuan Arumi.
“Iya pak, kebetulan Arumi selalu berpindah-pindah pekerjaan sehingga jarang yang tahu kalau ia sudah menikah. Saya sebagai suami hanya bisa mendukungnya sebelum kami diberikan anak.”
Kemampuan bicara dan penampilan Ren begitu mempesona orang-orang. Sehingga Arumi merasa terpojok dan syok ketika hendak menceritakan apa yang pernah Ren perbuat padanya, warga di sekitarnya telah memuji-muji Ren sebagai suami idaman. Tampan, mapan dan sangat pengertian dengan kegiatan istrinya.
Hal itu yang membuat Arumi memilih untuk tinggal di apartemen, sehingga ia tak perlu berinteraksi dengan siapapun dan tetap menjaga rahasia kehidupan pribadinya. Rasanya ia tak bisa mempercayai siapa-siapa lagi.
Arumi segera memasuki apartemennya dan merasa sedikit lega ketika merasa apartemennya sudah terasa sangat sejuk. Baru saja ia hendak meletakan barang-barang yang ia bawa dari sekolah, jantungnya terasa mau copot ketika melihat Ren tengah duduk sambil membaca tabletnya dengan tenang.
“Kamu baru pulang?” tanya Ren dengan suara baritonnya yang halus dan dalam.
Arumi hanya diam dan berusaha menenangkan dirinya. Berada didekat Ren selalu membuatnya takut dan gemetar. Tapi ia tak boleh terlihat terintimidasi oleh Ren sehingga Arumi hanya bisa menyembunyikan rasa takutnya dengan diam.
Arumi segera masuk ke dalam kamarnya dan membersihkan diri. Ia mandi cukup lama hanya untuk bisa menenangkan diri di bawah shower air hangat. Saat ia selesai mandi, tercium aroma makanan dari luar kamarnya.
Tampak Ren tengah menyiapkan makan malam untuk mereka berdua. Arumi merasa malas untuk makan karena selera makannya langsung hilang melihat Ren. Ia mencoba menenangkan hatinya dan berusaha mengingat bahwa Ren tak pernah menginap di tempatnya lama. Ia hanya akan menginap semalam lalu pergi keesokan harinya. Walau begitu, setiap detik keberadaan Ren bersamanya membuat Arumi merasa waktu berjalan begitu lambat dan lama.
“Duduklah! Mau sampai kamu akan mengintip disitu?” tegur Ren seolah tahu apa yang Arumi lakukan. Dengan perlahan Arumi keluar dari kamar tidurnya dan segera duduk sebuah meja bundar yang biasa mereka jadikan tempat makan.
Tak ada pembicaraan diantara keduanya. Ren tak berbicara kasar padanya saja sudah membuat Arumi merasa bersyukur. Ren pun tampak sibuk menghabiskan makanannya lalu kembali sibuk dengan tabletnya.
Ada yang berubah dari penampilan Ren. Kini pria yang berusia 36 tahun itu mengenakan kacamata bertengger di hidungnya yang mancung dan tajam. Rambut basahnya membuat wajah lancip itu terlihat lebih casual. Jarang sekali Arumi melihat Ren tersenyum selain senyuman sinis dan tatapan matanya yang tajam dari kedua matanya yang dalam.
Wajah itu tak sama dengan wajah yang dirindukan oleh Arumi. Walau mereka adik kakak dan hanya beda ibu, wajah Ren dan Ino sangat berbeda. Ino memiliki ketampanan yang berbeda dengan Ren. Wajahnya sangat ramah dan selalu tersenyum. Walau berkulit gelap tapi tubuhnya sangat atletis. Yang paling dirindukan oleh Arumi adalah senyuman Ino yang manis sekali. Setiap ia tertawa akan ada lesung pipit yang menemani. Ia selalu menatap Arumi dengan pandangan malu-malu seolah tak ingin bersikap tak sopan pada dirinya. Tubuh Ino yang besar membuat Arumi selalu merasa hangat saat kekasihnya itu memeluknya sayang.
Mengingat Ino membuat Arumi berusaha keras untuk menahan air matanya tumpah. Sudah 4 tahun ini ia merindukan Ino dan mengharapkan mendapatkan kabar darinya. Tapi Arumi tak berani menghubungi Ino dan ia juga yakin Ino tak bisa menghubunginya karena takut Ren menyakiti Arumi begitu pun sebaliknya. Sampai detik ini, cinta Arumi pada Ino tetap sama.
Arumi segera berdiri dan membereskan meja makan saat mereka berdua selesai makan.
“Aku tidur dulu ya, mas,” pamit Arumi setelah ia membereskan peralatan makan mereka. Ren hanya diam tak menjawab. Arumi pun segera masuk ke dalam kamar dan mematikan lampu sebelum ia berbaring diranjang dengan perasaan takut.
Jika untuk sebagian orang hubungan suami istri seolah hal yang paling ditunggu, sebaliknya untuk Arumi. Ia merasa kewajiban itu hal yang paling menakutkan dan menjijikan selama prosesnya. Ingin sekali ia melawan Ren, tapi pria itu selalu melakukannya dengan lembut. Semakin lembut permainan mereka semakin Arumi tak tahan karena semakin lama juga ia bersentuhan dengan pria itu.
Di luar kamar, Ren segera meletakan tabletnya dan mengambil sebatang rokok untuk ia nyalakan dan hisap di balkon apartemen. Ia mencoba menarik nafas panjang sambil menghembuskan asap rokok perlahan.
Ren menoleh kearah jendela kamar dimana ada Arumi ada di dalamnya. Kekasih kakaknya itu kini telah cukup lama menjadi istrinya. Ren tahu betapa Arumi membenci dan jijik kepadanya, tetapi ia tak akan pernah peduli selama Arumi masih menjadi istrinya. Ia pun tak ingin memberikan rasa pada hubungan pernikahan mereka. Biar begini saja, dingin tanpa arti.
Tak ada yang tahu, bukan tanpa ketidaksengajaan Ren memperkosa calon kakak iparnya, Arumi. Perempuan itu sudah sangat sering bertemu dengan kedua orang tua Ino. Mereka pun tampak bahagia menerima Arumi sebagai calon menantu mereka. Arumi yang besar dikota yang sama dimana Saputra–ayah Ren bertemu dengan ibu tirinya– Ratih.
Siapa yang menyangka diam-diam Saputra menikah lagi dengan kembang desa dimana perkebunan teh yang ia kelola berada. Bahkan Ino lahir sebelum Ren ada, disaat Sifa–ibu kandung Ren tengah berjuang untuk bisa memiliki anak karena kesehatannya.
Mengetahui suaminya telah memiliki anak dari perempuan lain, membuat Sifa depresi. Melihat suaminya begitu bahagia dengan keluarga barunya membuat kesehatan Sifa menurun walau ia berhasil untuk hamil dan melahirkan Ren. Hidup dalam kondisi mental yang penuh rasa sakit hati dan kecewa merusak fisik Sifa sehingga ia meninggal disaat Ren masih kecil.
Tak lama setelah sang ibu meninggal, Saputra memboyong keluarga kecilnya yang lain dan meresmikan pernikahan sirinya dengan Ratih. Dulu, Ren begitu percaya bahwa sang ayah membawakannya ibu sambung agar ia tetap bisa merasakan kasih sayang seorang ibu. Hidup Ren yang begitu bahagia mendapatkan ibu baru berhati lembut juga seorang kakak laki-laki, berubah derita ketika ia menemukan diary lama Sifa yang menceritakan kisah asli kehidupan pernikahan kedua orang tuanya.
Entah mengapa, Ren seolah tersadarkan bahwa ia seperti anak yang dibuang. Disekolahkan jauh keluar negeri bukan hanya karena kecerdasannya, mungkin karena agar kehadirannya tak mengganggu keluarga kecil sang ayah.
Terbayang di pelupuk mata Ren ketika ia mengkonfrontasi sang ayah tentang hal yang sebenarnya.
“Kenapa kamu ungkit hal itu?! Tidak kah selama ini kita sudah hidup bahagia dan baik-baik saja?!”
“Bukan ucapan itu yang Ren butuh, Pi! Tapi pengakuan Papi tentang pengkhianatan yang Papi lakukan pada Mami sampai Mami sakit dan meninggal! Itu semua salah Papi!”
“Trus kita bisa apa, Ren?! Semua sudah terjadi, Papi melakukan itu karena Papi mencintai ibu sambungmu, tapi bukan berarti Papi juga tak mencintai ibumu!”
Mendengar jawaban sang ayah yang masih mengelak dan seolah tak merasa bersalah membuat Ren sangat murka. Ia berjanji bahwa ia akan melakukan hal yang sama dengan sang ayah dan akan lebih menyakiti mereka lagi!
Kini ia telah berhasil menyakiti perasaan Ino dengan menodai perempuan yang sangat ia cintai dan memisahkan mereka.
“Maafkan Mami, Ren! Tapi Mami mohon jangan lakukan hal ini! Jika kamu ingin Mami pergi dari sini, Mami akan pergi, tapi jangan sakiti siapa-siapa lagi!” isak Ratih saat ia menyadari apa yang dilakukan Ren pada Arumi dan Ino adalah sebagai pembalasan dendam pada dirinya dan Saputra. Ren bergeming. Ia tak akan pernah mengubah keputusannya. Keluarga bahagia sang ayah akan diubah menjadi kehidupan neraka semampu yang ia bisa.
Bersambung.