Malam Ternoda

1203 Kata
"Lepasin, Ren! Kamu gila ya, aku ini calon kakak iparmu ... aku mohon, jangan nodai aku!" Seorang perempuan cantik berusia 25 tahun terus memberontak dengan sekuat tenaga untuk lepas dari kekangan seorang pria yang coba melepas pakaiannya. Pria itu seharusnya tak melakukannya karena perempuan bernama Arumi Kumala itu adalah calon kakak iparnya. Pria yang dipanggil nama Ren itu tampak tak peduli, matanya yang merah dengan aroma alkohol di mulutnya seolah membutakan hati dan imannya. Ia segera menahan kedua tangan Arumi dengan sebelah tangannya sedangkan sebelah tangannya lagi merobek pakaian tidur Arumi dengan kasar. Permainan Ren pada Arumi terlihat sangat kasar, Arumi hanya bisa menjerit tertahan karena mulutnya ditutup oleh tangan Ren. Ketika Ren menggagahi tubuhnya menyisakan rasa sakit yang teramat sangat di bagian intimnya. Yang ia mampu lakukan hanyalah menoleh ke arah pintu kamar hotel itu dan berharap seseorang mendengar dan menolongnya. Perempuan itu berusaha meneriakan nama tunangannya dan berharap tunangan yang juga kakak dari pria yang tengah menodainya ini mendengar. Tapi tak ada yang datang. Pintu kamar itu tetap tertutup rapat dan perempuan itu hanya bisa menangis meraung tetap menatap pintu menyadari kini tubuhnya sudah tidak suci di malam sehari sebelum pernikahannya. "Mimpi itu lagi!" Erang Arumi dengan suara bergetar. Peluh mengalir deras, membuat gerah namun malah menyisakan rasa gigil. Bajunya telah basah dengan keringat dingin bahkan dadanya pun terasa sangat sesak. Lagi-lagi ia bermimpi yang sama setelah empat tahun berlalu. Mimpi yang selalu hadir terpicu oleh pesan singkat suami bejatnya, Ren. Arumi mencoba duduk perlahan untuk mengatur napasnya dan segera minum air putih yang terletak di atas nakas di samping tempat tidurnya. Ia pun menghidupkan lampu tidurnya lalu mengambil handphone dan kembali menatap pesan singkat yang membuatnya ketakutan setiap hari seolah hidup dalam pelarian. Aku akan datang, bersiaplah! Sebait kalimat yang selalu membuatnya sulit tidur juga ketakutan dan bertanya-tanya kapan pria itu akan datang dan berharap setelahnya ia akan segera pergi. Arumi bangkit dan berpindah duduk ke sebuah kursi yang terletak di dekat jendela. Ia hanya ingin menatap langit malam yang gelap dan seolah menutupi kisah hidupnya yang kelam. Empat tahun yang lalu seharusnya ia menikahi kekasih sejatinya, Ino, pria yang usianya lebih tua sepuluh tahun darinya itu dan telah menunggu dirinya begitu lama. Mereka bertemu disaat Arumi masih remaja dan Ino tengah KKN di sebuah kota kecil di daerah jawa barat, di perkebunan teh yang seluruhnya adalah milik keluarga Ino. Arumi adalah anak yatim piatu yang telah diurus di panti asuhan, milik yayasan perkebunan teh keluarga Ino. Kecelakaan keluarga kecil Arumi membuat ayah dan ibunya meninggal di tempat saat ia masih balita. Arumi kecil pun beranjak remaja dan langsung jatuh cinta pada pandangan pertama pada guru pengganti di kelasnya. Guru itu adalah Ino. Belajarlah yang giat, aku akan selalu menyemangatimu dan mendukungmu. Aku sangat mencintaimu Arumi, sampai kapanpun aku pasti akan menunggumu. Ucapan Ino seolah booster untuk perasaan Arumi. Pria itu selalu menyemangati Arumi untuk belajar lebih giat bahkan membantunya untuk mendapatkan beasiswa dari yayasan, sehingga ia bisa kuliah di Bandung sampai selesai. Masih terbayang di pelupuk matanya, pernikahan itu hanya dihadiri oleh wali hakim, saksi, dan kedua orang tua Ino. Semua tamu undangan diberitahu bahwa pernikahan Ino dan Arumi dibatalkan. Pengantin prianya tampak babak belur tak melawan ketika Ino memukuli adiknya sendiri karena kemarahannya ketika Arumi memberitahu bahwa ia telah dinodai Ren. Ren pun tampak tak keberatan dan ia pun bersikap seolah memastikan bahwa ia harus bertanggung jawab pada Arumi. “Aku tak menggunakan pengaman, tentu saja jika Arumi hamil itu pasti anakku.” Ucapan itu terdengar ringan meluncur di mulut Ren yang tampak tak merasa bersalah sama sekali. Bahkan ia terlihat sangat puas karena berhasil melukai perasaan sang kakak, ayah, dan ibu tirinya. Kehidupan Arumi terasa seperti di neraka. Ia terus menerus meminta untuk bercerai dari Ren tapi pria itu tak pernah menggubrisnya. Bahkan ia pernah ingin melarikan diri bersama Ino dan berakhir dengan Ino berada dirumah sakit karena dipukuli oleh beberapa orang tak dikenal saat hendak menjemputnya pergi. Ren tak pernah segan untuk melakukan apapun agar membuat Arumi tak bersama Ino. Empat tahun pernikahan yang telah ia jalani bukanlah pernikahan yang indah. 3 tahun pertama pernikahan mereka penuh dengan cerita seperti sandiwara. Arumi selalu berusaha melarikan diri dari Ren. Ia berpindah dari satu tempat ketempat yang lain, tetapi Ren selalu menemukannya dan membuatnya menderita dengan semua ancamannya pada Arumi. Pernah pada suatu waktu ia sampai mengancam untuk bunuh diri agar Ren melepaskan dirinya. “Aku lebih baik mati daripada terus menerus menjadi istrimu! Aku jijik padamu!” ancam Arumi sambil menodong lehernya sendiri dengan sebilah pisau. Ren hanya menatapnya dengan pandangan dingin dan mendekati dirinya tanpa rasa cemas. “Cobalah untuk mati! Karena aku akan ada disitu berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkanmu dan menghidupkan mu kembali! Lakukan apa pun yang kamu mau! Aku akan memastikan kamu hidup dan tetap menjadi istriku!” Masih terbayang dipelupuk mata Arumi ketika ia nekad menusuk lehernya tetapi malah tangan Ren yang terluka karena menahan pisau yang hampir menusuk leher Arumi. Perempuan itu hanya bisa terduduk lemas, menangis, takut dan sedih. Melihat Ren tak segan untuk terluka dan melukai dirinya sendiri, Arumi sadar Ren tak main-main dengan ucapannya. Tentu saja Ren melakukan itu bukan karena ia mencintai Arumi, selama empat tahun pernikahannya Ren dengan terang-terangan memberitahu Arumi dan keluarganya bahwa ia telah menikah siri, bahkan sampai dua kali. Kedua perempuan itu ia nikahi untuk menemaninya tidur dan ia cerai ketika ia sudah bosan. “Aku baru punya pacar baru, perempuan ini sekretarisku di kantor. Aku menyuruhnya mengenalkanku dengan beberapa perempuan agar bisa kunikahi siri sebagai pengganti dirimu untuk menemaniku di ranjang tetapi ia malah menawarkan diri. Aku suka dengan keberaniannya! Ia pun dengan mudahnya bisa menyesuaikan diri dan tak membuatku kerepotan dibandingkan dua mantan istri siriku yang lain.” Arumi hanya mendengus jijik mendengar Ren menceritakan tentang kekasih barunya padanya setelah mereka selesai bercinta yang tak ada rasa. “Nikahi saja ia sekalian! Kenapa kali ini hanya dipacari!” cemooh Arumi sambil memakai pakaiannya dan ingin segera membersihkan diri karena muak dan jijik pada Ren. “Akh, yang satu ini ia masih muda, usianya hanya terpaut beberapa tahun dibawahmu. Aku takut ia terlalu menggunakan perasaan, sedangkan yang kubutuh hanya teman tidur malam. Jika aku segera menikahinya siri, aku takut ia merepotkan ku nanti. Bagaimanapun istri sahku hanya satu. Kamu.” Mendengar jawaban Ren hanya membuat Arumi mengepalkan tangannya. Ia begitu muak pada suaminya yang tak bermoral. Sampai satu tahun terakhir ini akhirnya Ren dan Arumi bersepakat tentang pernikahan mereka. “Tak usah melarikan diri dariku, tinggalah dimanapun kamu mau selama masih di Indonesia. Aku akan tetap menafkahimu setiap bulan dan kamu bisa menjalankan hidup seperti yang kamu mau. Aku akan menjengukmu 3 atau 6 bulan sekali untuk memberi nafkah batin. Tentu saja aku melakukan itu agar kamu tak punya alasan mengajukan cerai. Sampai kapanpun aku tak akan menceraikanmu Arumi. Kamu adalah senjata andalanku.” Arumi tersentak dari lamunannya ketika suara azan terdengar lantang. Ia menggeliat sesaat. “Ya Allah, tolong hamba, hati ini benar-benar lelah,” gumam Arumi lirih sampai tak terdengar oleh telinganya sendiri. Tubuhnya terasa sangat lelah, jiwanya terasa sangat kosong. Ada tarikan napas dalam yang berat terasa di d**a Arumi. Di setiap doanya ia selalu meminta agar ia tetap kuat dan suatu hari nanti bisa terlepas dari cengkraman suaminya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN