Ketahuan

1107 Kata
"Kak, aku mau bicara sama kamu." kata Aron. Berjalan mendekati Brian. Dia melirik sekilas ke arah Ella yang sudah tidur diatas sofa. Dan, Brian duduk di lantai. Hari menjelang malam. Tepat pukul 11 malam. Aron yang semula sudah pergi ke kamarnya. Dan, Brian terpaksa tidak tidur hanya untuk menjaga wanita di depannya itu. Di lebih berbahaya sekarang. Apalagi bisa seenaknya membocorkan informasi. Dia datang kesini pastinya untuk memata-matai dirinya. Wajahnya begitu polos. Seolah tidak melakukan kesalahan. Tetapi, Brian bukan orang sembarangan yang gampang percaya begitu saja. "Ada apa?" tanya Brian. "Aku mau keluar sebentar. Aku ingin menunjukan sesuatu disana." kata Aron. Brian memicingkan matanya. Dia melirik tajam Ella yang masih berbaring di sofa. Merasa sedikit aman. Dia menghela napasnya. "Baiklah!" kata Brian. Dia beranjak berdiri. Menepuk pundak Aron. Sembari berbisik pelan. "Tapi, kamu bisa bantu aku dulu." ucap Brian. "Bantu tentang apa?" "Jalanlah kita bicara di luar." ucap Brian. Mereka segera melangkahkan kakinya keluar dari ruangan itu. Sementara Ella, dia berbaring di ranjangnya. Wajahnya terlihat begitu lugu. Setelah mendengar tetap langkah kaki itu melangkah keluar. Ella yang pura-pura tidur. Dia membuka kedua matanya sedikit. Mengintip langkah mereka. Setelah mendengar pintu tertutup kembali. Ella seketika membuka matanya lebar. Dia melirik was-was mengamati sekitarnya. "Dimana mereka?" tanya Ella. Merasa beberapa menit pintu itu masih tertutup. Ella beranjak duduk dengan sangat hati-hati. Wanita itu, berjalan pelan mengendap-endap ke arah pintu. Wanita dengan wajah cantik, berpakaian sederhana, seperti seorang laki-laki celana panjang sedikit longgar dan kaos berwarna hitam pekat itu berjalan dengan santainya ke arah pintu. Dia menempelkan telinganya. Memasang pendengarannya yang tajam. "Apa yang mereka lakukan?" kata Ella. "Sepertinya aku harus kirim, petunjuk pada yang lainya." ucap Ella, dia membiarkan gps kecil agar teman lainya bisa melacak keberadaan dirinya. Ella menempelkan gps itu ke balik pintu dengan sangat hati-hati. Ella menarik kursi yang tak jauh dari pintu. Dia segera memanjat kursi itu. "Awas jatuh!" suara serak berat seorang laki-laki mengejutkan Ella. Dia menoleh cepat. Kedua matanya melebar sempurna. Melihat siapa yang ada di belakangnya. Dengan bibir setengah terbuka, dia tak percaya bagaimana bisa dia kembali lagi. Ella menelan ludahnya beberapa kali. Hingga melegakan tenggorokannya yang terasa sedikit kering. Sementara laki-laki itu. Menarik kedua alisnya bersamaan ke atas. Dengan senyum tipis terukir di bibirnya. "Brian..." Ella menatap wajah Brian. Dia menoleh kembali menatap ke arah pintu. "Kamu? Gimana bisa kamu disini?" tanya Ella. Napasnya hampir saja berhenti. Dia melangkah turun dengan sangat hati-hati. "Ella, gimana kamu bisa ada disini?" tanya Brian. Ella yang melangkah turun. Dengan kedua matanya yang masih belum berkedip. Aaaa..." Ella hampir saja terjatuh. Spontan Brian menangkap tubuh Ella. Kedua mata mereka tertuju dalam diam. Wajah allah terlihat memerah. Kesekian kalinya laki-laki itu membantunya. "Hati-hati." ucap Brian. Menurunkan tubuh Ella. "Maaf!" Ella menunjukkan kepalanya. "Kenapa kamu tidak tidur?" tanya Brian. Dia mengamati gerak gerik tangan Ella. Brian tersenyum simpul. Meraih tangan kiri Ella. Mencengkeramnya, laku mengangkat tangannya. Jemari tangan Ella tertutup sangat rapat. Dia mencoba untuk membukanya. "Gimana bisa kamu melakukan itu. Apa kamu sengaja untuk mengirim orang kesini?" tanya Brian. Dia masih terlihat santai. Wajahnya mulai memegang. Saat dia berhasil mengambil gps di tangan kiri Ella. "Ini punyaku, lepaskan tanganku!" Ella mencoba menarik tangannya. "DIAM!" Bentak Brian. Seketika Ella terdiam tanpa suara. Dia menggigit bibir bawahnya menahan rasa gugup. Kesekian kalinya dia harus ketahuan oleh Aroma tau bahkan Brian. Saat mencoba kabur. Aron juga memergokinya. "Ada apa denganmu?" tanya Brian. "Kenapa kamu masih saja mencoba berbuat curang. Cepat, serahkan semua gps yang kamu punya. Semua peralatan yang kamu miliki." pekik Brian kesal. Dia mencengkeram semakin erat pergelangan tangan kiri Ella. Sembari berdengus kesal. Kedua matanya melotot tajam. Rahangnya mulai menegang. Ella hanya diam, meringis menahan rasa sakit. Pergelangan tangan yang semula masih terluka akibat borgol Brian. Sekarang, laki-laki itu menahan rasa sakitnya lagi. Tangan Brian hampir saja meremukkan tulangnya. Ella berdesir pelan. Tak kuasa menahan rasa sakitnya. Dia memalingkan wajahnya. "Cepat serahkan!" pinta Brian. "Iya..iya.. Aku akan serahkan." kata Ella terpatah-patah. "Tapi tolong lepaskan dulu tanganku." ucap Ella. "Sakit!" rintihnya. Brian menatap ke arah pergelangan tangannya. Kedua nata Brian menyipit saat tangan Ella mengeluarkan cairan berwarna merah yang masih terlihat segar. Spontan Brian melepaskan tangannya. "Aron.." panggil Brian. Aron berjalan dari kegelapan di salah satu ruangan. Melangkah ke dekati Brian. Ella menakutkan kedua alisnya bingung. Dia menahan rasa sakitnya. Kedua matanya menatap fokus pada Aron yang tiba-tiba datang di depannya. "Gimana bisa kalian masuk? Apa ada jalan lain selain pintu rumah ini?" tanya Ella. Semakin bingung. Cairan segar berwarna merah itu menetes jatuh ke lantai berwarna putih. Tetes demi tetes membuat lantai itu berwarna merah. "Ada apa kak?" tanya Aron. "Ambilkan aku kotak obat. Idisni pasti orang tua jamu menyimpan obat kan?" tanya Brian. "Bentar, kak!" Aron tanpa menolak perintah dari brian. Dia melangkahkan kakinya mencari kotak obat yang baru saja dia temukan tadi di kamarnya. Sementara Brian menatap ke arah Ella. "Kamu jangan coba kabur dari sini. Atau, kamu jangan sekali-sekali bawa orang kesini. Aku bukan orang baik yang seperti kamu lihat sekarang. Aku bisa membunuh kamu kapan saja." kata Brian, menekankan nada suaranya. Dia melirik sekilas ke belakang. Agar Aron tidak mendengar suaranya. "Aku tahu, kamu denganku sama. Tugasmu hampir sama." "Tapi, aku lebih mengerikan darimu. Aku tidak peduli kamu wanita. Aku bisa membunuh kamu di tempat ini." Brian menodongkan senjata tepat di perut Ella. Napas Ella seketika berantakan. Melirik ke bawah. Tubuhnya gemetar seketika Saat seorang laki-laki di depannya menodongkan sebuah senjata dengan peluru mematikan. "Aku agen khusus, jangan harap kamu bisa menandingi aku. Aku tidak akan pernah sama sekali mencoba untuk membunuhmu. Jika kamu tidak berulah." pekik Brian. "Arahkan semuanya." pinta Brian Ella menghela napasnya. "Dia memainkan bibirnya. Menarik bibir bawahnya ke sela-sela giginya. "Arrg... Shit." umpat Ella kesal. Dia terpaksa mengambil beberapa gps di dalam.kantong celananya. adan, mengambil senjata yang sengaja disimpan di balik bajunya. Ella menyerahkan semuanya pada Brian. Wanita itu memainkan bibirnya memutar. Lalu, menarik sudut bibirnya. Brian tersenyum simpul. "Oke, makasih! Ini kerja sama yang bagus." bisik brian. Dia memutar senjata itu dengan hati telunjuknya. Memasukan kembali di balik jaketnya. "Jangan kira aku bodoh, Ella. Aku tidak seperti kamu yang bertindak ceroboh." kata Brian. "Kak Brian." panggil Aron. Berjalan mendekat. Brian menggerakkan kepalanya pelan, melirik ke arah Aron. "Iya, taruh di atas meja." jawab Brian. Brian memegang tangan kanan Ella. Menariknya berjalan kembali ke ruang tamu. "Lepaskan aku!" ucap Ella. Dia masih terjungkal tak menyangka setiap gerak geriknya selalu saja ketahuan. "Duduklah!" pinta Brian. Ella menghela nafasnya kesal. Dia merasa sangat kesal jika harus menuruti apa yang Brian katakan. Tetapi dia tidak punya pilihan lagi. Ella beranjak duduk di sofa. Kedua matanya melirik tajam ke arah Brian. Sementara laki-laki itu mengambilkan beberapa obat. Membersihkan cairan merah yang masih menetes.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN