"Jika kamu berani kabur dari sini. Maka Aku tidak akan segan-segan membuka kamu lebih dari ini." akan Brian.
"Memangnya kenapa?" Saut Aron. "Memangnya apa salah Dia? Apa dia jahat?" tanya Aron bingung.
Brian menggerakkan kepalanya. Melirik sekilas ke arah Aron. Lalu menghela napasnya. "Aron, kamu lupa apa yang dia lakukan tadi. Baru saja dia melakukan kesalahan. Kamu sudah lupa?" tanya Brian kesal.
"Ya, Aku tidak tahu apa maksudnya gps. Aku juga tidak tahu apa yang kalian bicarakan." kata Aron.
Ella yang mendengar percakapan mereka terlihat bingung. Dia merasa terkadang Aron itu pintar. Tapi terkadang dia juga terlihat begitu bodoh baginya. Semenjak melihat kekuatannya tadi. Ella sangat yakin. Dia orang yang di incar selama ini. Dia adalah target yang banyak sekali yang ingin mendapatkannya. Tapi ada satu hal yang membuatnya sedikit bingung.
"Kenapa kamu diam?" tanya Brian. Kenapa tajam ke arah Ella. Dia terus menyayangi setiap gerak-gerik yang dilakukan oleh Ella.
"Ada yang kamu pikirkan?" tanya Brian.
Ella menatap ke arah Brian. Dia menyipitkan kedua matanya. Sembari menarik sudut bibirnya sinis. "Eh.. Asal kamu tahu. Aku tidak sama sekali tertarik ingin melihatmu. Tapi, aku hanya tertarik karena Aron sana. Bukan kamu." tegas Ella.
"Jangan suka mencuri pandang padaku. Awas jika kamu tiba-tiba suka padaku. Aku tidak akan mau bertanggung jawab." jaga Brian. Dia sudah kedua membalut pergelangan tangan Ella dengan perban. Bukan segera memberikan semuanya ke dalam kotak obat. Lalu, memberikan itu pada Aron.
"Sudah selesai, jangan sekali- kali kamu bilang jika kamu baik-baik saja. Sejarah kamu sudah tertekan sekarang." bisik Ella. Memang keduanya yang semula datar dan dingin. Kini terlihat membulat sempurna. Dia menarik kedua sudut asing sedikit ke dalam. Menatap wajah Ella.
"Aku bisa lebih mengerikan jika itu bersama denganmu." kata Brian. Menarik sudut ke atas.
"Aku juga bisa." Ella. Membalas senyuman, dia menarik dua sudut bibirnya. Mengulurkan senyuman serakah mungkin. Kedua matanya ikut menyipit saat ia tersenyum.
Setelah perdebatan itu. Merek masih tak saling bicara. Brian, kembali tidur. Di kali ini sofa. tubuhnya benar-benar sangat capek. Dikembangkan tubuhnya di sofa.
Aron yang masih belum tidur. Dia berjalan menghampiri Brian. Menepuk tangannya. Mencoba membangunkan Brian yang baru setengah tidur.
"Kak, kamu bisa tidur di kamar orang tuaku." ucap Aron. Brian menyisihkan matanya. Sedikit mengangkat kepalanya. Menatap ke arah Aron dengan pandangan mata masih samar-samar.
"Apa tidak masalah bagimu. Jika aku tidur di sana?" tanya Brian memastikan.
"Tidak masalah!" ucap Aron.
"Makasih." Bukan beranjak bangun dari. Dia menepuk tubuh Aron beberapa detik. Laki bergegas menuju ke kamar orang tuanya dj lantai dua. Ella yang semula sudah tidur. Dia membuka matanya. Pandanganya masih samar, saat melihat Brian sudah berjalan ke lantai dua. Sementara Aron, tanpa bicara dengan Ella. Dia kembali masuk mendalam kamarnya.
"Eh.. Kenapa ia jadi orang paling dingin?" ucap Ella sinis. "Kasihan pacarnya nanti. jika terus saja dingin. bahkan di bernama jadi laki-laki kamu, dan dingin sejak dini." gerutu Ella. Dia menata kembali kenanga dua. Merasa tidak aman lagi di luar. Ella menaik turunkan alisnya. Sembari tersenyum picik. Dia segera beranjak berdiri.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Ella. Dia berjalan mengendap-endap. Menaiki anak tangga. Sengaja wanita itu memelankan langkah kakinya. Agar Brian tidak mendengar langkah kakinya.
"Kemana laki-laki itu?" tanya Ella. Dia mengamati sekeliling ruangan itu Ruangan yang penuh foto keluarga di dinding. Foto masa kecil Aron bahkan sampai menginjak dewasa. Dan, foto ayah dan ibunya.
"Em… Aku tahu, dia pasti tidur di kamar keluarga aron." kata Ella. Menarik sudut bibirnya tipis. Sambil mengangguk gangguan kepalanya.
"Tapi, sebentar! Kenapa dia tidak peduli lagi denganku. Bukan dia tidur di atas. Dan, aku di bawah. Dia tidak sepanik itu jika aku pergi atau kemanapun. Apa yang sebenarnya direncanakan?" Ella terdiam. Dia mulai tampak aneh. Saat mengingat jika Brian biasanya Lebih was-was dengannya. Dia takut jika tiba-tiba kabur. Tapi, ini dia sama sekali tidak peduli. Jalan meninggalkan dia sendiri.
**
Di balik gedung yang menjulang tinggi. Seorang badan intelijen negara. Mereka sedang berkumpul di sebuah ruangan yang sangat luas. Seperti sebuah aula sangat besar dan kuas. Semua anggota dan kepala Devisi. Berdiri menatap ke atas panggung. Seorang kepala badan intelijen negara. Sedang berbicara tentang keamanan negara yang harus diutamakan.
Setelah saling berdiskusi. Mereka semua mengerakssnnsuatanya saat menyebutkan visi dan Misi seorang agen intelijen. Sementara Brian sudah jarang sekarang berada di ruangan itu. tugas diabaikan lebih banyak dari yang lainya.
Setelah semua selesai berkumpul. Kepala agen intelijen.segera turun dari panggung. Dia berjalan ke ruangannya. Seorang sedang menunggunya di sana. Duduk santai sambil menyalakan rokok yang terbuat dari tembakau. Menggunakan pipa cangklong seperti orang tua namanya dulu.
"Ada apa anda kemari?" tanya sang kepala agen intelijen.
"Kamu masih sangat muda. Kamu begitu cerdik dan pintar jadi kepala agen intelijen. Jabatan yang sangat cocok untuk kamu." kata laki-laki tua yang menikmati rokoknya. Rambut putih dengan kumis melengkung.
"Tunjukan saja, apa maksud tujuan kah sebenarnya. Jangan basa-basi." Kepala agen itu beranjak duduk. Mengambil satu batang rokok. Menyalakan rokok itu, laku menghisapnya dengan duduk santai menikmati pemandangan di balik dinding gedung yang terbuat dari kaca.
Laki-laki tua itu hanya tersenyum. Dia menerima sebuah amplop coklat padanya. "Bacalah! Jika kamu menerima kesepakatan itu. Maka aku akan sangat berterima kasih padamu." laki-laki tua itu bangkit dari duduknya. Tidak menunggu jasanya dari kepala agen. Dia melangkahkan kakinya keluar dari ruangan itu.
Darius Raymond Seorang ketua agen intelijen negara. Dia ditunjuk langsung oleh presiden untuk menjadi kepala agen. Baginya ini adalah penghargaan terhormat dirinya. Bisa menjadi kesempatan untuk memulai semuanya. Tapi banyak sekali yang memegang dirinya. Termasuk para ketua agen devisi yang diam-diam mencoba menjatuhkannya
Raymond, mencoba menghubungi seorang bawahannya untuk masuk ke dalam ruangannya. Tak lama, seorang laki-laki datang. Raymond memerintahkan dia untuk membuka isinya. Dan, mencoba menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi.
"Bea itu selidiki laki-laki tua itu. Tapi, diam jangan bergerak mencurigakan. Dia sangat berbahaya." kata Raymond.
"Bentuklah tim baru untuk menyelidiki tentang jni. Dan, jangan bicarakan semuanya pada divisi lain. Kalian, cari tempat kerja di luar kantor."
"Baik!" jawab laki-laki itu berdiri tegap. Lalu, menundukkan badan dan ke kepalanya. Memberikan hormat padanya. Raymond mengecilkan matanya pelan. Memberikan kode jika dia menerima formatnya. Laki-laki itu segera pergi meninggalkan ruangan Raymond.
Selang beberapa menit. Raymond mencoba untuk istirahat sejenak. Sebulum memeriksa beberapa dokumen. Seseorang tiba-tiba masuk tanpa ijin darinya. Meski di depan ada dua ajudan yang selalu menjaganya.
"Lakukan segera." kata Raymond. Laki-laki ini terlihat sangat bijak dan sangat hati-hati. Dia bergerak lebih baik daripada yang lainya. Bahkan, dia sangat terkenal licik.Terkenal sebagai agen hantu, yang tidak pernah diketahui keberadaannya. Dia bisa menghilang begitu cepatnya untuk mengelabui para musuhnya.
"Apa yang sudah kaku lakukan?" seorang berjalan masuk ke dalam. Tanpa ijin ya.
"Datang ketuk pintu. Ini ruangan kepala agen. Bukan ruangan seorang preman yang keluar masuk." sindir Raymond. Dia yang semula duduk santai memutar kursinya menghadap ke belakang. Dia memutar kursinya lagi kedepan. kedua matanya menatap seorang kepala agen devisi yang berada di depannya.
Kenapa kamu memberikan tugas padanya?" tanya John.
"Kenapa kamu jadi yang mengaturnya. Itu urusanku. Saya lebih percaya dirinya dari pada kamu. Dia Bahkan berani mengundurkan dirinya. Jika dia gagal dalam misi. Jika kamu berbuat sama, maka aku akan lebih mengapresiasi kamu." kata Raymond. Melebarkan matanya.
"Bagaimana tugas kamu yang diam-diam mengelabui aku di belakang. Kamu mendirikan markas sejak lama. Salah satu anggota kamu. Sekarang bahkan tidak pernah lagi datang ke kantor. Apa dia mengundurkan diri karena sudah tidak sejalan denganmu?" tanya Raymond. Dia mematikan rokoknya.