Pergi dari rumah

1611 Kata
Sudah satu minggu berlalu. Aron tidak pernah lagi bertemu dengan Brian. Bahkan, dia sekarang hanya hidup sendiri. Dengan jerih payahnya sendiri. Menjual bunga dan sayuran yang ada di kebun saat pulang sekolah. Dia masih saja sekolah di tempat yang Brian pulihkan untuknya. Elson teman baru Aron juga selalu ada meski hanya untuk berbincang berdua. Dia juga yang membantu Aron untuk mendapatkan sekolah gratis. Meskipun dengan syarat yang harus dipenuhi. Nilai tidak kurang dari 8. Aron menyetujui semuanya. Saat libur sekolah. Tepat hari ini, Aron memutuskan untuk di rumah. Mengunci semua rumahnya Dari pintu belakang sampai depan. Dia tahu banyak sekali orang yang menginginkannya. Bahkan, beberapa orang aneh ada yang mengikutinya saat dia berangkat sekolah. Siapa dia juga tidak tahu. Setiap sekolah harus berlari. Dan, kabur dari kejaran mereka. Aron setiap makan. Doa juga dapat bantuan dari ayah seorang gadis kecil yang di ujung jalan sana. Mereka selalu mengirimkan makanan untuknya. Bahkan, yidak segan kadang membantunya. Meski hidupnya sendiri sama seperti dirinya. Kali ini, Aron duduk di rumahnya. Sembari membaca buku yang sempat dia bawa dari rumah alisnya. Dia begitu tentangnya. Mengatasi beberapa buku. Tanpa sadar beberapa mobil terparkir di luar halaman rumahnya. Aron tidak pedulikan itu semua. Dan, tetap fokus membaca bukunya. Brak! Brak! Suara gebrakan pintu mulai terdengar begitu kerasnya. Hampir saja merobohkan rumahny yang sudah terlalu tua itu. "Keluar kamu?" teriak seseorang yang berada di luar rumahnya. Kedua alias Aron tertaut Matanya menyipit, dengan bibir sedikit terbuka. Kening mengkerut sangat dalam. Dia menoleh ke arah sumber suara. Pandangan matanya mulai tajam saat ada orang yang mencoba mengganggunya. "Siapa itu?" Aron seketika melompat dari duduknya, dia berlari menghampiri pintu rumah. Bukanya langsung membuka pintu. Aron, melihat dari cela pintu. Memastikan siapa yang datang. Kedua matanya melebar sempurna. Saat melihat banyak sekali orang berjubah hitam. "Siapa mereka?" tanya Aron dalam hatinya. Dirinya baru tahu jika Brian pernah punya musuh dia? Aron mulai mengingat kembali orang yang pernah membawanya pergi. Dia juga masih ingat sekali wajahnya. Tapi, dari tatapan matanya mereka semua berbeda. "Siapa mereka?" tanya Aron. Beberapa orang dengan pakaian hitam yang berdiri di depan rumah seolah ingin mengepung dirinya. Brak! Brak! Brak! Suara gebrakan pintu yang semakin keras. Seolah sengaja ingin merobohkan pintu itu. "Siapa kalian?" teriak Aron. Dari dalam rumahnya. "Tidak perlu tanya siapa aku. Keluarlah baik-baik anak kecil. Aku tidak akan melukai kamu. Lagian, kakak kamu tidak akan pernah kembali lagi kesini." ucap laki-laki itu. "Aku tanya sekali lagi siapa Kamu?" tanya Aron kesal. Dia memegang knp pintu. Dengan posisi tubuh terlihat was-was. Dengan kaki kiri di belakang kaki kanan sedikit ditekuk ke depan. "Baiklah, panggil saja aku Mr X. Sekarang Keluar lah!" "Kemana kakakku?" tanya Aron. Mencoba menanyakan keberadaan kakaknya. Dia pikir Brian ditawan oleh mereka semua. "Dia sudah mati!" tegas orang itu. "Tidak mungkin! Kak Brian tidak mungkin semudah itu mati." kata Aron penuh percaya diri. "Kamu gak yakin, tapi sayangnya dia sudah mati sekarang. Mobil kakak kamu jatuh dari atas tebing. Dan, di bawah adalah sungai yang sangat dalam, tak hanya itu. Sungai itu juga sangat luas. Dia tidak akan bisa pergi ke daratan." ucap Mr X. Dengan mata yang sangat mengerikan. Seolah dia sekali menyiksa anak di depannya. Aron terdiam sejenak. "Apa kamu benar?" tanya Aron lagi memastikan. "Aku benar, memangnya apa yang aku laporkan salah. Sekarang, tidak ada orang yang bisa evakuasi mobilnya." kata Mr X. Aron terdiam sejenak. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Entah, harus menemui mereka. Atau aku harus pergi. "Apa yang kalian lakukan disini?" Suara seorang laki-laki terdengar begitu keras. Dia berjalan mendekati mereka semua. Sembari membawa beberapa kekejaman yang sudah dia bungkus sengaja untuk makan Aron hari ini. Semua berjubah hitam itu menoleh. Mereka menatap dia ujung kaki sampai kepalanya. "Siapa kamu?" tanya salah satu dari mereka. "Apa kalian tidak tahu siapa aku?" tanya laki-laki itu. "Aku pemilik rumah ini. Aku baru saja pindah. Dan, aku adalah saudara jauh dari desa ke kita. Hanya untuk mencari Brian. Tetapi dia tidak ada di rumah." jelas laki-laki itu. "Kamu pemilik rumah ini?" tanya laki-laki berjubah itu penuh tanda tanya. Mereka semua terlihat kebingungan. "Yang didalam tadi siapa?" tanya Mr X. "Kamu jangan mencoba untuk membohongiku. Di dalam pasti ada Aron. Aku mencarinya. Tolong serahkan dia padaku." ucap Mr X. Tatapan mulai menajam. Laki-laki di depannya tidak terlihat takut sama sekali. Dia hanya tersenyum simpul pada mereka. "Kalian.pikir dia Aron. Tidak ada Aron disini. Aku dan anakku tinggal disini. Dia juga keponakan Brian." "Ya, sudah kalau begitu buka pintunya!" pinta Mr X. Seorang laki-laki itu berjalan dengan sangat hati-hati mendekati pintu. Dia masih terlihat ragu apa anaknya sudah masuk kedalam rumah itu atau belum. Dia berharap jika Aron segera keluar dari sana lewat pintu belakang sesuai dengan aba-aba yang dilakukan. Sebelumnya, Selly dia berjalan lewat pintu belakang rumah itu. Mengetuk pintu belakang. Aron yang mendengar pintu belakang terketuk. Dia segera berlari ke belakang. Melihat siapa yang datang dari cela pintu. Kedua matanya membulat saat dia tahu jika itu adalah Selly. Seketika Aron segera membuka pintunya. Meminta dia untuk masuk. Selly memohon pada Aron untuk segera keluar dari sana. Kabur lewat pintu belakang. Selly mengatakan semua apa yang dikatakan oleh ayahnya. Setelah mendengar semua penjelasan Selly. Aron mulai setuju. Dia segera pergi lewat pintu belakang. Aron berlari menuju ke rumahnya. Dan, sekarang rumah itu jadi milik Selly untuk Sementara. Agar situasi lebih aman untuk Aron. "Cepat buka!" teriak Mr X. Laki-laki itu menghela napasnya sejenak. "Baiklah! Kalian bersabar lebih dulu." ucapnya. Segera mengetuk pintu itu sangat lembut. "Tok.. Tok.." "Selly, buka pintunya!" ucapnya. "Iya, yah. Bentar!" teriak Selly, dia berlari mendekati pintu. Dia mulai membukanya. Setelah Selalu mematikan jika Aron sudah pergi. Selly membuka pintu perlahan. Dia menatap wajah orang asing di depannya ketakutan. "Ayah, siapa mereka?" tanya Selly. "Dimana Aron?" tanya Mr X kasar. "Aron siapa? Dia tidak ada disini." kata Selly. "Semuanya, cepat geledah rumah ini." teriak Mr X memerintahkan semua ajak buahnya mencari Aron. "Baik!" Setiap ruangan mereka mulai memasukinya. Menggeledah setiap penjuru ruangan. Tidak ada orang sama sekali disana. "Tidak ada orang!" ucap anak buahnya. "Kalian yakin?" tanya Mr X. "Yakin, bos!" Mr X menatap ke arah Selly dan ayahnya. "Kalian sembunyikan dimana Aron?" tanyanya menajam. "Ayah.. Suruh dia pergi aku takut!" Selly, dia gemetar takut memeluk ayahnya. "Jangan khawatir. Mereka segera pergi sayang." ucap ayahnya. "Aku akan pergi sekarang! Awas saja jika kamu berani menyembunyikan Aron. Aku akan membunuh kalian!" geram Mr X. Semua membalikkan badannya dan mulai melangkah pergi. Tanpa melanjutkan lagi pencariannya. Sepertinya memang Aron tidak ada di sana. Mr X berhenti di depan rumah itu. Dia terus mengamati sekitar rumah itu. Merasa tidak ada yang mencurigakan. Dia segera naik ke dalam mobilnya. Dan, pergi dari sana. ** "Selly, kamu baik-baik saja?" tanya ayahnya. "Aku baik-baik saja." ucap Selly. "Aron tadi pergi. Kau minta dia untuk ke rumahnya." ucap Selly. "Aku harap dia tidak bertemu dengan mereka semua di jalan. Aku tidak habis pikir jika mereka bertemu nantinya. Kita sudah bantu dia sebisa kita." "Iya, ayah!" Sementara Aron, menghentikan langkahnya. Saat ada mobil yang berhenti di sampingnya. Suara anak seumuran dengannya yang terus memanggil namanya. "Aron.." Aron menoleh ke samping. Dia melihat Elson yang menhikakaknointu mobil untuknya. "Masuklah!" pinta Elson. "Tapi…" "Sudah, masuklah! Aku mau ajak kamu pergi ke rumahku." ucap Elson. "Baiklah!" Aron segera masuk ke dalam mobil Elson. Hanya beberapa menit perjalanan, Mereka sampai di rumah mewah milik Elson. "Ini rumah siapa?" tanya Aron. Kedua matanya berkeliling mengamati rumah itu. "Rumah orang tuaku. Tapi, entahlah! Aku juga tidak tau urusan orang dewasa. Banyak sekali yang mengincar harta ayahku." kata Elson melompat turun dari mobilnya. "Kenapa begitu?" tanya Aron. Dia tidak berhenti terus menatap kagum rumah sebesar itu. Dalam hidup baru kali ini dirinya melihat rumah mewah. Bibir Aron terbuka membentuk O. Kedua matanya berbinar. Tidak berhenti tersenyum. "Rumah sebagus ini banyak yang mengincarnya?" tanya Aron. "Iya, karena ayahnya seorang peneliti. Jadi, Mereka semua bilang jika harta ini milik negara. Tapi, asisten ayahku yang sekarang bersama denganku. Dia tidak akan membiarkan rumah ini jatuh ke tangan yang tidak bersangkutan." ucap Elson menjelaskan semuanya. "Hidup orang kaya terbayar rumah juga. Sama dengan kehidupanku." Elson menatap ke arah Aron. "Memangnya kehidupan kamu seperti apa?" tanya Elson penasaran. "Kehidupan aku penuh dengan derita. Semuanya aku jalani sendiri. Orang tua hanya mendukungku. Sekarang, mereka Semua juga tidak ada. Rumah itu juga masih berada di sana. Aku bahkan tidak pernah pulang ke rumahku." ucap Aron wajah gembiranya terlihat mulai pudar. "Aku tahu kamu pasti kehilangan sama seperti aku!" ucap Elson menepuk pundak Aron. "Sekarang aku juga kehilangan kakak aku yang beberapa bulan merawatku." ucap Elson. "Memangnya dia kemana?" "Aku juga tidak tahu!" Aron mengeja napasnya. "Ya, sudah. Sekarang kita masuk dulu. Lebih baik kita bicara di dalam. Atau, nanti kita berenang di kolam renang belakang rumah." "Kolam renang? Apa itu?" tanya Aron bingung. Elson mengerutkan keningnya. "Kamu tidak tahu, apa itu kolam renang?" Aron hanya menggelengkan kepalanya. "Ya, sudah. Aku akan beritahu kamu nanti." ucap Elson. "Baiklah!" Mereka berjalan masuk ke dalam rumah Elson. saling bercanda. Tertawa bersama. Baru kali ini Aron merasa bisa tertawa bersama orang baru dia kenal. Apalagi seumurannya yang bisa mengerti dirinya. "Duduklah dulu!" pinta Elson. "Aku akan minta pelayan buatkan kita minum!" "Baik, lah!" ucap Aron. Aron duduk di sofa yang terasa begitu empuk. Bahkan, dia tidak berhenti duduk sambil memantulkan tubuhnya. Jemari tangan Aron menyentuh lembutnya sofa itu. "Semua disini serba mewah!" ucap Aron. Kedua matanya mulai berkeliling lagi. Melihat sekitarnya. Setiap sudut rumah tertata dengan rapi. Banyak sekali barang-barang bagus disana. "Ini minumnya!" Elson datang membawa satu gelas jus untuknya. "Iya, makasih!" "Kamu tinggal sendiri disini?" tanya Aron. Elson beranjak duduk dan menganggukan kepalanya. "Iya, aku sendiri. Memangnya siapa lagi tinggal denganku. Jika kamu mau tinggal disini tidak masalah!" ucap Elson.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN