Terjun ke jurang

1420 Kata
"Gak ada? Gimana maksud kamu?" Aron menatap ke arah laki-laki di sampingnya. Banyak sekali hal yang tak dipahami di pikiran orang dewasa. "Dia tadi baru saja antar aku sekolah. Dan, melakukan hal gila bersama." kata Aron lirih. Gimana kalau dia juga tidak ada . Aku pasti tidak punya siapa-siapa lagi. Aku hidup sendiri nantinya. "Apa orang tua kamu gak ada selamanya?" tanya Aron lagi. Dia masih belum yakin dengan apa yang dikatakan oleh laki-laki itu. "Emang gak ada. Dan, sudah pergi lama. Aku sekolah juga karena gratis." ucap laki-laki itu. Dia menoleh ke arah Aron. Bukannya marah, remaja laki-laki itu tersenyum ramah padanya. Kedua mata Aron terbuka lebar. Dia lalu mengecilkan matanya. Raut wajahnya berubah seketika. Apalagi soal hal yang semua gratis. Dirinya perlu bilang kak Brian untuk memberi tahu segalanya. Dia pasti sangat senang. Suatu hal yang ada di pikirannya. "Gratis? Memangnya bisa?" tanya Aron semakin penasaran. "Dan, juga kenapa orang tua kamu meninggal?" Aron mulai teringat tentang orang tuanya. Dia bahkan belum bisa melupakan apa yang terjadi. Apalagi saat kedua tangannya sendiri yang membunuh mereka. Entah apa yang terjadi pada dirinya Memory itu tidak akan bisa hilang pada kepalanya. Ingin dia membuangnya, atau minta obat untuk melupakan semua kisah. Tetapi tetap saja tidak akan bisa. Aron menarik napasnya dalam-dalam. Mencoba untuk tetap tenang. Agar tidak ada yang tahu sama sekali apa yang ada di pikirannya. Bahkan, soal kasus itu tidak ada yang tahu selain Brian. "Kamu menunggu siapa?" tanya Laki-laki itu. "Kakak aku!" jawab Aron. "Kenapa kamu gak jawab pertanyaan aku?" tanya balik Aron. "Kamu sekolah gratis bisa saja. Jika memang kamu pintar. Dan, nilai kamu stabil. Soal, orang tua aku meninggal. Semuanya mungkin Memang sudah takdir." jawab santai laki-laki itu. Tanpa ada kesedihan sama sekali terpancar dari kedua matanya. "Memangnya, kamu dijemput siapa?" tanya Aron. "Sopir!" "Sopir? Berarti memang kamu orang kaya. Tapi, kenapa kamu bisa sekolah gratis." tanya Aron semakin bingung. "Aku kira sekolah gratis untuk orang yang tidak punya seperti aku?" "Oke... Kenalin dulu, aku Elson. Kamu bisa cari aku jika kamu butuh aku disini." ucap Elson mengulurkan tangannya ke arah Aron. Dia melayangkan senyuman padanya. "Baiklah! Aku Aron." jawab Aron Menerima uluran tangan Elson. "Aku anak pemilik sekolah ini. Jadi aku harus sekolah disini. Jika kamu mau sekolah gratis bilang saja padaku. Akan aku bilang pada asistenku." ucap Elson penuh percaya diri. "Elson, apa kamu juga seumuran denganku?" tanya Aron. Elson tanya menganggukan kepalanya. Dia menarik sudut bibirnya tipis. Akhirnya Aron punya seorang yang sama seperti dirinya. Seorang remaja yang sama-sama bisa berpikir dewasa. Bukan seperti remaja pada umumnya. "Baiklah!" Aron menganggukan kepalanya. Mereka saling bercanda satu sama lain. Sambil menunggu jemputan masing-asing. Sementara Elson sudah di jemput lebih dulu. Aron masih menunggu dan belum ada kepastian dia dijemput atau tidak. Tak lama sebuah mobil berhenti tepat di depan sekolahannya. Perlahan melaju menghampiri Aron. Kaca mobil itu mulai terbuka. Aron menyipitkan matanya dengan tatapan anehnya. "Kemana kak Brian?" tanya Aron. "Masuklah! Aku kana ceritakan semuanya nanti." ucap Alex. Dia yang harus menggantikan Brian untuk sementara. Aron segera masuk ke dalam mobil Alex. Meletakkan tasnya di jok belakang. "Apa kak Brian ada masalah lagi?" tanya Aron. Alex melirik ke arah Aron. "Apa sebelumnya kamu juga terlibat dalam masalahnya?" tanya Alex. "Berangkat sekolah tadi. Ada beberapa orang yang mengejar kita bawa 2 mobil. Mereka terus menembak milik kita. Tetapi, Kak Brian mampu menghindar dengan baik." jelas Aron. "Jadi, dari tadi dia sudah di serang. Bahkan aku mengirimkan bantuan padanya sekarang. Tapi, mereka malah kehilangan jejak Brian. Entah dimana dia sekarang. Aku harap dia kasih hidup." Aron menakutkan kedua alisnya. Tatapan matanya mulai menyorot tajam penuh dengan tanda tangan di kepalanya. "Apa maksudmu, kak?" tanya Aron. "Sekarang, demi menyelamatkan kamu dan ibunya. Dia rela mengorbankan dirinya sendiri. Entah sekarang dia dimana. Aku kehilangan jejaknya. Terakhir anak buahnya bilang jika Brian bersama dengan wanita." "Apa wanita yang kemarin bersama kak Brian?" tanya Aron. Wajahnya terlihat mulai serius. Di usianya yang terlihat masih sangat remaja. Tetapi pikiran dan raut wajahnya bahkan seperti orang dewasa. Dia juga bisa merasakan gimana emosinya orang dewasa. Dia jauh berbeda dari anak remaja lainya. Raut wajah Aron mulai serius. Dia menggigit bibir bawahnya. Menciba mengingat kembali apa terkahir yang di katakan Brian. "Satu kali kam Brian pernah bilang jika aku diminta untuk berpetualang. Karena di kota ini bukan kehidupanku." kata Aron. "Iya, dia juga bilang seperti itu padaku. Tapi, aku tidak boleh hantu apapun padanya." ucap Alex. "Mungkin sekarang memang saatnya kamu pergi. Dan, tidak ada yang bisa aku lakukan juga. Kamu, dan dia sama-sama. Harus pergi dari sini." kata Alex. "Brian pergi karena memang tugasnya. Dan, suatu saat kamu juga pasti akan paham. Jika sudah mendekati tugasmu." kelas Alex. "Dan, sayu lagi. Alex sudha mrniyipkamnsesayuo padamu. Ada di dalam tas miliknya." lanjutnya. Aron hanya menganggukan kepalanya. "Baiklah! Makasih untuk informasinya aku akan tunggu Brian sampai dia pulang. Hanya beberapa menit sampai di sebuah rumah yang biasa dia tinggali. Rumah kecil yang kini terlihat begitu bersih. Tidak ada kotoran sama sekali. Sepertinya, memang Brian membersihkan semuanya sebelum dia pergi. Perlahan kaca mobil terbuka. Aron melihat sosok Brian yang tiba-tiba ada dalam bayangannya. Dia masih berada di sana bercanda bersama dengannya. Aron tersenyum tipis. "Makasih kak! Untuk banyak waktunya. Kamu memang sangat baik. Mungkin dulu Jika kamu tidak datang ke rumahku. Maka aku tidak akan pernah tinggal di kota. Sekarang, saatnya aku melupakan semuanya. Aku berniat untuk kembali ke rumah." ucap Aron. Dia beranjak turun dari mobil Alex. Setelah turun, dia menundukkan kepalanya. Sebagai tanda terima kasih darinya. "Hati-hatilah. Kamu bisa jaga diri sendiri kan? Jika nanti butuh bantuan. Hubungi aku." kata Alex. Dia memberikan kartu nama miliknya pada Aron. Aron hanya menganggukan kepalanya. "Makasih!" ucap Aron. "Iya, jaga diri." kata Alex sebelum mobil itu mulai jalan kembali. ** Sementara Brian, dia masih meringis menahan sakitnya di dalam mobil. Ella mengemudi dengan kecepatan tinggi. Beberapa mobil mengikutinya. Wajahnya terlihat mulai serius. Ella, melirik ke arah spion. "Kamu sabar dulu, ya. Aku akan bawa kamu ke tempat yang aman." ucap Ella. Dia tak peduli kemana sekarang dirinya pergi. Bahkan, dia juga sudah memesan tiket pesawat untuk membawa dia pergi dari kota ini. Dan, hidup dengannya di luar negeri. Tempat dimana dirinya tinggal, sembari terus berkelana tanpa musuh seperti sekarang. "Sialan! Kenapa mereka masih mengikuti kita?" geram Brian. "Entahlah, sepertinya memang mereka ingin membunuh kita. Tidak akan bisa diam jika kita belum mati." ucap Ella, dia menoleh ke arah Brian. Sembari berpikir sejenak, dimana caranya pergi dari mereka. Semakin lama dia perjalanan. Entah kenapa semakin banyak mobil yang mengikuti dirinya di belakang. Bahkan ada beberapa mobil yang mencoba menyalipnya. Tetapi bukan untuk menyalip. Mereka hanya mengikuti dirinya, atau berjalan di sampingnya. "Aku tidak tahu gimana caranya agar mereka pergi. Peluru pistolku sudah habis. Mereka yang terlalu banyak membuat kau juga kualahan." jelas Ella. "Sama!" kata Brian. Ella terdiam memikirkan sebuah cara yang baginya mungkin akan terlihat sedikit gila nantinya. Tetapi, ini memang sedikit gila. Dan, akan membahayakan dirinya serta Brian. Tetapi tidak ada cara lain untuk memalsukan kematiannya.. "Brian, kamu halangi mereka dengan pistol kamu." ucap Ella. "Ini aku sudah melakukan dengan baik!" Brian mengeluarkan tangannya, dia bersiap untuk menembaki mobil yang ada di sana. Kakinya yang masih sangat sakit. Membuatnya tak bisa melakukan, apa-apa lagi. Kemampuannya juga sangat terbatas. Ella menatap kedepan. Kedua matanya membulat sempurna Saat melihat jurang di depannya. Dia tahu di bawah ada sebuah danau. Tidak ada bebatuan sama sekali. Sepertinya akan lebih aman. Sebuah hal gila terbesit dalam pikirannya. Sembari tersenyum samar. Mencoba untuk memberanikan dirinya. "Aku punya rencana. Tapi, jangan pernah menolaknya." ucap Ella. "Apa?" "Terjun!" Ella menambah kecepatannya. Tanpa harus menghindar. Dia melaju mengarah ke arah tebing itu. "Apa kamu gila. Kita bisa mati sia-sia!" geram Brian. "Tenang saja, percayakan semuanya padaku." ucap Ella penuh percaya diri. Dia menginjak gas semakin dalam, sampai di sebuah tebing seketika Ella menginjak rem nya sangat kuat. "Haha.. Lebih baik menyerah saja kalian." teriak seorang di belakangnya. Ella hanya diam dan menarik sudut bibirnya sinis. "Menyerah!" ucap Ella sembari terkekeh kecil. "Aku tidak akan menyerah!" ucap Ella. "Brian, pegangan yang kuat. Pakai sabuk pengaman dengan baik. Kita akan terjun." ucap Ella. Dia mulai melaju pelan, dengan posisi mobil menuruni tebing dengan mobil yang tetap melaju. Sampai di tengah. Mobil itu tak bisa menurun tajam. Brian dan Ella membuka sabuk pengaman, lalu membuka pintu bersamaan. Terjun lebih dulu ke dalam air. "Mereka bunuh diri?" tanya salah satu mobil yang berhenti melihat kejadian itu. "Lapor pada bos jika mereka berdua mati." air lainya. "Apalagi jurang ini sangat dalam. Tidak akan ada yang salamat disini." sambung temannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN