Keesokan harinya saat Selly di rawat di rumah sakit. Aron merasa bosan terus berada dirumah sakit. Pikirannya mulai membayangkan gimana jadinya jika dia pergi ke kota mencari cara agar bisa membantu orang.
Aron memegang tangan Selly, mengusap punggung tangannya. “Cepat sembuh.” Kata Aron lirih. Hanya itu yang bisa dia ucapkan. Dia merasa bersalah dengan Selly. karena dirinyalah ayahnya juga harus jadi sasaran pembunuhan. Tapi, kali ini kenapa mereka sama sekali tidak meninggalkan jejak sama sekali. Seolah pembunuhan itu tidak pernah diungkapkan. Apalagi di sana semuanya terasa biasa saja. Tidak ada hukum tegas yang bisa memperkuat ornag yang tak bersalah.
Bahkan Aron harus jadi korban. Dia kehilangan orang-orang yang dicintainya. Semua berawal dari kekuatan yang sebenarnya dia tidak ingin memilikinya. Dia ingin melepaskan jika memang semuanya bisa dilepas. Semakin banyak dirinya menggunakan kekuatan itu. Semakin lemah gunung. Merasa tenaganya di setiap begitu cepatnya.
Aron menekankan kedua matanya. Dia merasa tubuhnya mulai berbeda. Aliran darahnya berdesir begitu cepatnya. Tubuhnya mulai bergejolak begitu hebat. Detak jantungnya terasa lebih cepat. Aron merasakan seakan ada aliran listrik yang sekarang menelusuri di setiap denyut nadinya.
Ada apa dengan diriku? Apa yang aku rasakan. Kenapa jadi seperti ini. Tubuhku terasa semakin hari semakin berat. Apa aku akan termakan oleh kekuatan aku sendiri. Apa ini karena aku tidak pernah menggunakannya?
Aron menghela napasnya. Dia mencengkeram kaos miliknya yang menempel di d**a bidangnya. Dia menunduk, jantungnya terasa sangat sakit. Seperti ribuan jarum menurunnya.
Selly yang melihat Aron kesakitan. Dia menelan ludahnya. Mencengkram tangan Aron sangat erat. "Kamu kenapa?" tanya Selly. Kedua mata laki-laki itu masih terpejam sangat rapat.
Aron membalas pegangan tangan Selly. Dia mencengkeram sangat erat tangan Selly. Merasakan ada yang berbeda. Selly sedikit beranjak dari tidurnya. Dia mengerutkan wajahnya menahan rasa sakit dari cengkraman Aron yang seolah ingin menemukannya.
"Aron.." panggil Selly. Mencoba untuk menyadarkan Aron. Tetapi tetap saja, tubuh Selly seketika terdiam. Kedua matanya terpejam sangat rapat. Seketika Selly membuka matanya lebar, tubuhnya bergerak seprtj bukan dirinya. Kedua mata itu melebar sempurna. tatapan matanya menajam, Selly merasakan ada yang aneh pada tubuhnya. Kedua mata itu menelusuri kedepan. Dia melihat Aron di ruang yang berbeda. Di tempat yang berbeda. Di bersama beberapa teman lainya. Laki-laki di depannya itu merasakan kesakitan hang luar biasa. Beberapa temannya mengikat tubuh Aron di sebuah lab.
Selly memekakkan matanya sejenak, menggerakkan kepalanya, sambil tertunduk. Dia melihat semuanya. Wajah Aron yang kemerahan menahan sakit. Pacaran cahaya keluar dari tubuhnya. Aron berteriak kesakitan. Suara keras itu bahkan hampir menghancurkan lab yang bernuansa biru. Dengan perlahan sangat lengkap. Ada seorang kakek tua dengan jenggot berwarna putih. rambut pundak sudah berwarna putih keabuan.
Tepat bersamaan dengan teriakan Aron yang sangat keras. Selly membuka matanya. Napasnya tersengal-sengal. Wajahnya memucat, dia tertunduk mengatur nafasnya yang berantakan. Dia terlihat habis berlari beberapa kilometer dalam beberapa menit. Dengan raut wajah yang dipenuhi peluh keringat.
Aron yang sedari tadi menahan sakitnya. Dia membuka matanya. Sama dengan Selly wajah Aron penuh dengan keringat dingin. Napasnya juga tak beraturan. Mereka berdua masih mengatur napasnya. Tanpa saling bertanya, keduanya saling melirik satu sama lain.
"Selly." panggil aron memulai pembicaraan lebih dulu.
"Aron." panggil balik Selly. "Apa kamu merasakan sakit?" tanya Selly ragu. Dia sebenarnya tidak mau bertanya tentang hal itu. Wanita itu hanya bisa menatapnya. Dengan bibie gentar takut. Apalagi saat melihat masa depan Aron yang mengerikan baginya. Tubuhnya seketika gemetar. Aron tahu Selly merasa ketakutan. Dia meraih tangan Selly, Menggenggamnya sangat erat.
"Apa yang kamu rasakan?" tanya Aron. "agak apa-apa, aku hanya ingin bilang kenapa kamu merasakan sakit?" tanya Selly.
Aron menghela nafasnya. Merasa napasnya sudah kembali seperti semula. Aron mengangkat kepalanya. Dia mencoba tersenyum. "Tubuhku terasa sangat sakit. Aliran darahku seolah berubah jadi aliran besi yang menusuk setiap nadiku." jelas Aron. Dia mulai menjelaskan semuanya. "Tapi, aku mohon. Jangan pernah katakan semua ini pada siapapun. Hanya kamu dan aku yang tahu. Sebelumnya hanya kak Brian yang tahu. Tapi, sekarang dia tidak ada." kata Aron pasrah. Dia mencoba untuk tersenyum. Meski hatinya merasa sangat sakit.
Selly membalas senyuman Aron. Napas Selly kembali normal. Setelah kesekian detik.meras hampir saja kehilangan napasnya. Bahkan denyut nadinya terasa lebih cepat.
"Nanti aku akan ceritakan lagi. Sekarang, aku boleh pergi dulu?" tanya Aron. Dia terdiam sejenak, kepalanya terasa sangat mengatakan jika mengingat masa lalunya. Dia merasa menyesal punya kekuatan seperti itu.
Jika dia diminta memilih. Aron lebih memilih menjadi seorang tanya apa adanya.
"Kamu cepat sembuh." ucap Aron. Mengusap punggung tangan Selly.
“Memangnya kalau sembuh kita kemana?” Tanya Selly. Sembari senyum menggoda.
“Kita pergi.” Kata Aron.
“Kemana?” Tanya Selly, mengerutkan keningnya bingung. Terdapat garis halus di atas kelopak matanya.
“Kamu disini dulu, aku mau keluar sebentar. Mau cari makan di depan.” Ucap Aron dia melepaskan tangan Selly. Meski Selly tak mau Aron meninggalkannya meski hanya beberapa menit saja. Tetapi, dia juga tak bisa menghalangi Aron untuk pergi. Dan, memaksanya untuk tinggal disana.
"Tinggal bersama?" tanya Selly mematikan.
"Jika memang tinggal bersama. Apa aku bisa ikut terus dengan kamu. Aku ingin bersama dengan kamu. Aku ingin bersama denganmu. Menjagamu." mengingat kejadian tadi yang ada di matanya. Selly merasa kasihan dengan Aron. Dia ingin melindunginya. Menjaganya, merawat apapun yang Aron rasakan nanti.
"Iya."
"Kamu pergi tidak lama, kan?" tanya Selly.
“Hanya sebentar, jangan khawatir.” Aron mengusap kening Selly, memberikan sebuah kecupan lembut di keningnya. Wajah Selly memerah malu. Dia tak berhenti tersenyum simpul. Hatinya merasa bahagia merasakan kecupan pertamanya, meski hanya di keningnya.
“Iya, hati-hati.” Ucap Selly lembut.
“Pasti!”
Aron segera melangkahkan kakinya keluar dari ruangan itu. Dia berjalan dengan langkah cepat. Hampir beberapa kali Aron menabrak orang yang baru saja keluar dari ruangan pasien. Bahkan, Aon hampir saja menabrak orang yang lewat di sampingnya. Laki-laki itu terus terburu-buru, dengan wajah sangat panik. Tak tahu apa yang harus dilakukan. Dia mengingat tugas yang diberikan Brian padanya.
Aron berjalan dengan wajah bingung menelusuri jalanan yang ada di depannya. Alex merasa dirinya
“Mencari orang yang butuh pertolongan. Itu adalah tugas yang dia miliki sekarang. Tetapi sekarang Brian saja tidak tahu ada dimana. Jika jasad belum ditemukan. Bagi Aron, Brian masih saja hidup.
“Sekarang, apa yang harus aku lakukan?” kata Aron, tanpa sengaja dia melihat sosok anak kecil yang berjalan di tengah jalan. Dengan mudahnya dia melesat meraih anak kecil itu, Dan, membawanya ke pinggir jalan.
"Kamu gak papa?” Tanya Aron