Mengumpulkan semua bukti

3103 Kata
"Sepertinya memang benar. Ini sudah direncanakan sebelumnya. Lihatlah pagar beton yang tinggi ini." ucap Alex. Kedua matanya masih menatap ke arah pagar beton yang membentang sangat luas. :Iya, semua dilakukan saat aku masih kecil. Jadi, target mereka adalah orang yang sekarang sudah jadi orang tua kita." ucap Alex. "Saya yakin, orang tua anda aman tuan. Mereka tidak pernah keluar kota. Mereka juga bekerja di lab. Dan, pasti tahu apa yang akan terjadi." Alex menoleh seketika. Saat dia mendengar jawaban jika orang tuanya pasti tahu apa yang akan terjadi. "Iya, dan ternyata benar. Jika orang tuanya pasti tahu apa yang terjadi." kata Alex. Dia menarik sudut bibirnya. "Aku juga heran kenapa orang tuaku membangun rumah besar jauh dari kota. Bahkan pemandangan juga sangat indah." kata Alex. Dia mulai mengerutkan keningnya. Mengingat kembali kejadian waktu itu. "Gimana apa tuan yakin, ini ada hubungan dengan orang tua anda?" "Aku tidak tahu, tapi aku yakin orang tuaku pasti tahu. Lagian ibu aku punya lab penelitian. Ayah aku juga punya. Tidak mungkin jika mereka tidak tahu hal ini. Sangat mustahil." kata Alex. Dia mengatur nafasnya. Rahangnya mulai menegang. Kedua tangannya seketika mengepal sangat erat. Dia begitu kecewa dengan orang tuanya. Mekso belum sepenuhnya terbukti. Sesekali Alex melirik ke arah anak kecil yang sekarang berada di dalam mobilnya. Dia duduk di kursi penumpang belakangnya. Sembari menikmati roti dan minuman botol dingin. Tatapan matanya mulai luluh kembali, seolah amarahnya mulai pudar. Saat dia melihat bagaimana malangnya anak kecil itu ditinggal orang tuanya. Dia pasti akan seperti itu jika dirinya di tinggal kedua orang tua yang selama ini menyayangi dirinya. "Apa pantas jika aku tahu sesuatu nantinya. Aku marah dengan orang tuaku?" tanya Alex pada Zen. "Saya pikir, tuan harus menyelidiki lebih dulu sebelum mengambil keputusan." "Aku ingat sesuatu. Saat kemarin aku masuk ke ruangan lab profesor itu. Aku menemukan Flakka. Apa obat itu yang diberikan pada mereka selama ini. Agar mereka terus berevolusi semakin gila lagi. Bahkan leb8h gila dan ganas dari Zombie?" kedua mata Alex melebar sempurna. Menatap ke arah Zen. Dia tahu sekarang, siapa dalang semuanya. Semua pemerintah kota. Sengaja membuat kota ini mati. Dan, mereka Sengaja membuat kekacauan. Tapi, apa tujuannya. Sepertinya mereka ingin menciptakan kota baru. Entah kenapa pikiran itu muncul di kepala Alex. "Kota baru?" Alex menoleh, kedua matanya melesat melihat sekitarnya. Dan, benar sesuai pikiran nya. Di tempat dia sekarang duduk. Itu adalah tempat yang sangat jauh hampir ratusan kilometer dari kota selanjutnya. Dan, ini tanpa penduduk sama sekali. Bahkan ada beberapa peralatan yang entah dia tidak tahu untuk apa. Ada beberapa truk memuat besi. Ada helikopter yang tiap jam terus lewat memantau keadaan kota. Ada juga pengawas cctv yang melihat seluruh keadaan kota yang di sana. "Ini benar-benar sangat gila. Tidak habis pikir dirinya harus terjebak di sana. Apa mungkin jika aku masih di sana. Aku bisa jadi bahan uji coba mereka juga." gerutu Alex. Dia menghela nafasnya. Menggelengkan kepalanya. "Zen.. Kamu disini saja. Tunggu hasil tes. Dan, jaga anak itu. Jangan sampai dia pergi." ucap Alex. "Kamu mau kemana?" tanya Zen. "Bentar! Aku mau melihat sekitar sini." ucap Alex. "Aku hanya mengumpulkan informasi saja. Jika memang benar ini ada hubungannya dengan orang tuaku. Maka aku akan marah padanya. Aku melakukan apa yang kamu katakan. Aku mengumpulkan bukti lebih dulu. Apa benar ini sesuai pikiranku saat ini. Jika pemerintah semua bekerja sama dengan orang tuaku." kata Alex. Dia menatap tajam ke depan. "Baiklah, tuan hati-hati." ucap Zen. "Baik!" Alex segera melangkahkan kakinya pergi untuk mendekati beberapa sopir truk yang ada di sana. Dia sengaja ingin tahu tentang apa yang mereka lakukan berada di sana. Dan siapa yang membeli semuanya. "Permisi!" siapa Alex dengan nada rendah. "Iya.." jawab salah atau sopir truk. "Saya boleh tanya?" ucap Alex. Dia beranjak duduk jongkok sesuai dengan apa yang mereka lakukan. Untuk lebih menghargai mereka yang duduk di tanah dan beralaskan tikar dari makan dan minum di sana. "Boleh!" ucap sopir sambil makan. "Apa kalian ingin membuat sesuatu disini?" "Saya hanya melakukan perintah. Untuk mengirim barang-barang ini disini." "Perintah?" tanya Alex. "Kalau boleh tau, siapa yang memerintah kalian?" Dari PT tempat kita bekerja. Kalau siapa.yang memberinya aku juga tidak tahu. Mereka hanya memerintahkan saya untuk mengirimkan barang disini." "Kalau boleh tahu, pekerjaan ini kapan mulai dikerjakan." "Pekerjaan akan dilakukan satu minggu lagi. Saat semua bahan sudah terkumpul setengah." "Mereka mau bangun apa?" Alex tidak berhenti terus bertanya. "Aku pernah dengar karena keadaan kita di seberang tidak memungkinkan lagi. Mereka amembangunnkota baru yang jauh lebih modern. Mereka bekerja sama dengan beberapa negara untuk mengembangkan teknologi disini. Dan, Ini proyek sangat besar. Mungkin akan berlangsungoembangungunan sampai 20 tahun. Karena proyek ini tidak main-main. Mereka bahkan mengeluarkan uang yang sangat banyak." jelas salah satu sopir di sana "Kalau tidak salah. Ada di boss kita dengan pembangunan yang akan dilakukan Mereka juga punya sketsa kota itu. Seperti apa bentuknya." timpal yang lainya. "Kamu dari kota seberang itu?" tanya salah satu sopir padanya. "Iya, aku baru saja keluar dari sana. Dan, aku juga masih menunggu tes darah." "Kawat panjang itu untuk apa?" tanya Alex. Menunjuk ke arah kawat yang sangat banyak. "Oo. Itu untuk pembatas antara kota sana dan sini. Mereka akan membentang kawat yang diberikan aliran listrik tegangan tinggi. Ditempat ini akan menjadi tempat paling terlarang. Yang akan di pasang papan peringatan nanti." timpal salah satu orang yang tiba-tiba datang bergabung dengan mereka. "Kota baru ini disebut sebagai kota Infalaka. Kira dengan sejuta kedamaian. Dan bernuansa modern. Mereka sudah merencanakan kota ini sangat lama. Semua orang akan di ajarkan bagaimana menggunakan kecanggihan disini. Dan, hanya orang cerdas yang bisa tinggal disana. Dan, hanya orang cerdas juga yang mampu keluar dari kota itu. Mereka apk.nya kecanggihan otak sendiri. Untuk tinggal atau melawan. Dan, mereka juga pasti punya sejuta cara untuk bertahan hidup. Atau, Bahkan punya cara untuk melindungi diri mereka." jelas seorang laki-laki itu. "Kita yang sangat besar. Bisa sampai ratusan kilometer. Dan, ini memang bertujuan untuk menyatukan semua negara di satu titik. Kita ini akan dibuat dengan bangunan yang sama sekali tidak menyatu dengan bumi. Mereka semua melayang. Bahkan, mobil di negara seberang sudah menciptakan mobil terbang. Dan berbagai alat canggih sudah disiapkan. Semua sudah diatur." ucap laki-laki itu menjelaskan dengan sangat detail. Membuat Alex hanya diam dengan bibir menganga tak percaya dengan apa yang dikatakannya. Tetapi dia teringat suara laki-laki itu terdengar sangat familiar. Dia merasa kenal dengan laki-laki itu. Tetapi, wajahnya sangat asing baginya. "Bentar! Kenapa suara kamu seperti temanku?" tanya Alex. "Siapa teman kamu?" laki-laki itu terlihat jutek. Dia bahkan tidak menatap ke arahnya. Meski berbicara dengannya. "Brian?" ucap Alex ragu. "Apa kamu kenal?" tanya Alex. "Tidak!" tegasnya. "Tapi, sepertinya seorang yang bersama kamu memanggilmu." ucapnya. Alex menoleh, Dia melihat Zen melambaikan tangan ke arahnya. "Baiklah! Makasih atas informasi yang kalian berikan. Aku akan melanjutkan perjalanan lagi." ucap Alex. Saat dia ingin melangkahkan kakinya pergi dari sana. Langkahnya seketika terhenti. Saat seseorang berbicara di belakangnya. Dia perlahan menoleh ke belakang. Mendengarkan orang yang terlihat sama mudanya dengan dirinya. "Jika kamu melanjutkan perjalanan. Pergilah ke supermarket yang disediakan di seberang sana. p********n menggunakan hitung otomatis. Jika kamu Tidak bayar juga tidak akan keluar dari sana. Itu awal supermarket canggih percobaan mereka." kata laki-laki itu menoleh ke arahnya. "Perjalanan kamu sangat jauh. Kamu bawa anak kecil. Jadi, lebih baik persiapkan semuanya. Jangan sampai kamu kelaparan di jalan." ucapnya. "Baiklah! Makasih, atas sarannya. Saya pergi dulu." ucap Alex. Dia menundukkan kepalanya. Menghormati mereka, dan segera berlari pergi dari sana. Alex terus memikirkan apa yang dia dengar tadi. Hal yang membuat dirinya masih berpikir beberapa kali lipat lagi sekarang. Otaknya merasa sangat penuh. Mungkin benar yang dikatakan orang tadi. Perjalanan sangat jauh. Dia harus mengisi ulang bensin mobilnya. Dan, juga bahan makanan untuk anak kecil itu juga. Pasti juga butuh s**u. Alex segera masuk ke dalam mobilnya. "Gimana hasilnya?" tanya Alex. "Tenang saja. Kita berhasil keluar dari sini. Merek ayahnya melihat kita ada darah dari zombie atau tidak." ucap Zen menjelaskan. Alex menghela napasnya lega. "Baiklah! Ayo kita pergi." kata Alex. Zen segera memakai sabuk pengamannya lagi. Dan, Alwd bahkan sudah memakainya lebih dulu. Tak lupa Zen memberikan tes itu pada Alex. "Itu hasil tes." ucap Zen. Alex mengambilnya. Dan, segera memeriksanya dengan detail. Kedua mata itu terus membaca setiap tulisan yang ada di sana. Dia yang masih paham di bidang kesehatan. Merasa ada yang aneh. Orang tes darah untuk trombosit atau pengecekan penyakit dalam tertentu. Tapi, kenapa mereka bisa tahu jika tes darah bisa cek ada darah zombie atau tidak. Jika memang bisa seperti itu. Tidak mungkin membutuhkan waktu satu dia hari melakukan penelitian ini. Alex semakin yakin jika ini adalah rencana besar. Cara satu-satunya mencari tahu dalang semuanya. Tapi, jika dia hanya sendiri melakukan ini semuanya tidak akan berarti. "Kita ke kota seberang! Aku ingin mencari Aron" ucap Alex. "Kenapa tuan mencarinya." "Dia punya kekuatan yang bisa diajak kerja sama. Dia pintar, dan Aku yakin, jika ini akan terpecahkan. Apalagi Brian, dia pasti akan lebih tahu semuanya dari aku. Kenapa Brian sampai melindungi dia." "Apa tidak lebih baik kita mencari Brian." tanya Zen. "Siapa saja boleh. Tapi, kita beli makanan dulu. Kita butuh banyak makanan untuk perjalanan kita." ucap Alex. Kedua matanya mulai tertuju pada bangunan yang ada di sana. Bangunan yang sangat terpencil. Mereka juga melakukan semuanya dengan baik. Zen menghentikan mobilnya Tepat di depan. Alex segera turun lebih dulu. Dia membawa anak kecil itu dalam tendangannya. Dan, segera berjalan masuk lebih dulu. Sementara Zen, dia melirik ke samping ada bengkel dan pengisian bahan bakar. Tak mau kekurangan bahan bakar nantinya. Dia segera mengecek mesinnya di sana. Kedua matanya terkejut seketika Saat semua dilakukan secara otomatis. Mobil yang menginjak tepat di depan bengkel itu. Semua akan dilakukan secara otomatis pengecekan. Dan pengisian bahan bakar. Sementara Alex Dia masuk ke dalam supermarket. Dia membelai satu kereta dorong berbagai minuman air putih, kopi, dan s**u. Alex juga membeli satu kereta dorong berbagai makanan. Roti, dan makanan nasi siap saji yang hanya bertahan 2 hari. Dia juga tak lupa membeli buah-buahan. Setelah semua makanan sudah dibelinya. Alex juga membeli beberapa peralatan yang akan dibutuhkannya nanti. "Es cream!" ucap anak kecil dalam gendongannya. "Kamu mau es cream?" tanya Alex. Anak itu menganggukan kepalanya. Alex segera kembali dua es cream untuk anak itu. Setelah sudah cukup banyak makanan yang dibelinya. Beberapa mesin mengecek semua makanan. Dan, memasukkannya ke dalam kardus. Semua dibantu oleh robot. Alex hanya diam semuanya dihitung otomatis. Hampir 5 kereta dorong dibeli makanan dan minuman sangat banyak. Bahkan hampir beberapa dus minuman. Dan beberapa pelataran sebagai persiapan dirinya untuk mulai berjalan mengelilingi kota satu ke kota lainya. Setelah selesai belanja. Alex memberikan kartu kredit miliknya. Dan ternyata bisa diproses dengan mudah. Hampir 15 dus makanan dan minuman itu dikeluarkan dari supermarket. Zen yang menunggu di luar. Dia hanya geleng-geleng kepala melihat belanjaan yang sangat banyak. Alex juga membeli tikar dan beberapa bantal untuk tidur nanti. Dan, memberi peralatan kemah juga. Tak lupa selimut tebal untuk mereka bertiga. Apa ini cukup di masukin ke mobil kita?" tanya Zen. "Bagasi belakang cukup 10 dus. Lima dia kamu bisa taruh di samping anak ini." ucap Alex. Saat Zen membuka bagasi belakang mobilnya. Sebuah robot berjalan mendekati. Dan, memasukan tumpukan dia satu persatu ke dalam. Sampai muat 12 dus di dalam. Dan, memasukan tikar dan peralatan lainya di bagasi. Sisanya, mereka sendiri yang menata di kursi penumpang. Mobilnya kini terlihat sangat penuh dengan tumpukan bahan lenakahaan. Alex memberikan tempat tidur kecil khusu untuk mobil juga. Agar anak itu bisa berbaring di mobil. Saat perjalanan jauh. "Kita siap berjalan jauh!" ucap Alex. Masuk kembali ke dalam mobilnya. "Kamu beli kempes juga untuk dia?" tanya Zen. "Sudah itu 10 dus pampers." pampers itu di tumpuk di paling atas. Bahkan sisanya dia letakkan di bagian bawah kakinya. "Semuanya sudah dilakukan dengan sangat baik!" ucap Alex. Zen hanya bisa pasrah. Dia mulai melaju dengan kecepatan sedang pergi dari depan super maker itu. ** Hari menjelang malam. lampu warna-warni sudah mulai menyala menghiasi setiap kota. Kota itu terlihat sangat indah saat malam. Jembatan yang dihiasi dengan lampu hias tak begitu terang. Hati ini suasana kota sangat ramai. Banyak sekali anak muda yang berkencan atau Hanya sekedar jalan bersama. Di tengah keramaian kota. Suasana yang terlihat sangat ramai. Beberapa orang berjalan dengan pasangannya masing-masing. Sementara Aron, dia hanya berjalan sendiri. dengan setelan baju yang sederhana. Hanya memakai jaket hoodie dan celana jeans. Dia memakai pelupuk jaketnya. Berjalan memasukan kedua tangannya ke dalam saku. Sembari menunduk, Aron sengaja tidak mau melihat seseorang di sekelilingnya. Saat dia melihat orang yang ada di sana. Pikirannya kacau. Tanpa dia sadari siapa yang di hadapannya. Dia mampu membaca semua pikirannya. Malam yang begitu cerah. Banyak sekali bintang yang me hiasi langit. Cahaya papua kota yang tak begitu terang. Suara mobil, berbagai bunyi suara klakson. Hanya karena ingin melihat suasana kota yang katanya sangat kacau. Dia merasa tidak ada apapun di sana. Kedua tangannya ketika berkilau dari balik hoodie miliknya. Aron yang sadar dengan kedua tangannya. Dia menyembunyikan rapat-rapat. Beberapa orang berlari, menabrak tubuhnya hampir saja dia terjatuh. Semua orang berlari menuju sebuah gedung tinggi dari lantai dua belas. Ada salah satu orang yang melihat lebih dulu ada orang yang akan melompat dari sana. Dia berteriak sangat keras menimbulkan keramaian. "Aaaa...." teriak seorang ibu-ibu yang membawa beberapa belanjaan di kedua tangannya. Dia yang tak sengaja melihat ke atas. Langsung berteriak sangat keras. Orang di sekitarnya menghampiri dirinya. Aron yang merasa bingung ada apa. Dia mengangkat kepalanya sedikit. Dia melihat keramaian di depannya. Merasa sangat penasaran. Aron menutup lagi kepalanya dengan topi hoodienya. Berjalan menunduk lagi menerobos masuk ke alam kerumunan. Semua orang menatap ke atas. Aron mengeras suara teriakan dari orang disekitarnya. Mereka berusaha untuk menyadarkan orang yang di atas. Meski tidak tahu dia bisa dengar atau tidak. "Hai.. Cepat turun!" "Jangan lakukan itu, turunlah!" "Hei... Turun!" "Anak muda. Cepat turun, jangan melakukan hal bodoh." "Ambil pelindung." pinta beberapa orang di sana. Seorang yang tak diketahui perempuan atau laki-laki itu tidak menghiraukan orang yang ada di bawah. Dia melompat turun terjun bebas dari lantai 12. Spontan Aron berjalan pelan pandangan matanya seolah melihat versi wanita itu terjun perlahan. Hingga dia berhasil menangkap tubuh orang itu, yang ternyata sosok wanita yang begitu cantik. Kedua tangannya kembali menyala. Dan, mulai meredup lagi saat berhasil menyelamatkan orang. "Wow... Hebat!" teriak orang yang ada di sana. Aron melepaskan tubuh wanita itu. Membiarkan dia berdiri sendiri, sembari merapikan rambutnya yang terlihat berantakan. Wanita itu terdiam, bibir terbuka sedikit. Kedua mata tak mau beralih dari wajah laki-laki di depannya. Meski tak terlihat begitu jelas. Tapi kedua mata itu seakan tidak asing baginya. "Maaf! Aku pergi dulu." Sebelum orang-orang terlihat semakin ramai dan berkumpul ingin melihat sosok dirinya. Dia segera pergi berlari meninggalkan kerumunan itu. Semua orang mencari dirinya. Mereka semua penasaran dengan Aron yang berjalan saja dia mampu melihat dimana gadis yang mencoba bunuh diri itu terjatuh. "Kamu kenal dia?" tanya beberapa orang mendekati wanita yang hampir meninggal. Napas wanita itu terlihat sesak, napasnya lebih cepat. Seperti penderita asma. Saat mendapat begitu banyaknya orang di sana. Napas wanita itu semakin cepat. Dia berjalan mundur ke belakang. Wajahnya terlihat ketakutan. Bibirnya gemetar, kedua tangan menutupi kedua telinganya. Sembari berteriak sangat keras. Wanita itu mendorong tubuh orang yang ada di depannya. Lalu, berlari menjauh dari mereka. Wanita itu terus berlari tanpa arah. Wajahnya ketakutan. Sekujur tubuhnya gemetar. Dia bersembunyi di balik semak-semak. Dia duduk memeluk kedua kakinya. Mencengkram tangannya sendiri. Bibir gemetar takut. Kedua kakinya terasa ingin sekali berlari lebih jauh. Tetapi kakinya seketika mulai terasa kaku. Wajahnya menegang. Tak bisa bergerak sama sekali. Seorang mengulurkan tangannya. Wanita itu hanya menatap sejenak. Dia memalingkan wajahnya acuh. "Ayo, ikut aku!" suara berat seorang laki-laki. Ya, dia adalah Aron yang tak sengaja melihat wanita itu bersembunyi ketakutan dari balik semak-semak. Wanita itu mengangkat kepalanya. Kedua mata mereka menatap lekat-lekat. "Kamu siapa?" tanya wanita itu. Kedua alisnya naik secara bersamaan kelopak mata menegang bibie terbuka membentuk horizontal. Dia terlihat sangat ketakutan. Melihat orang yang ada di sekitarnya. Aron menggerakkan kepalanya pelan mengamati wajah wanita di depannya yang masih terlihat ketakutan. Dia membuka topi hoodie miliknya. Terlihat jelas wajah tampak Aron. Dengan rambut yang sedikit berantakan. "Jangan takut padaku!" ucap Aron. Sepertinya dia memang terkena gangguan mental. Atau dia mengalami trauma yang berkepanjangan. Kasihan dia masih saja tapi dia sudah mengalami gangguan kecemasan yang luar biasa. Menganggap semua yang ada di sekitarnya menakutkan. Aron mulai mendekati wanita itu. Duduk jongkok. Dia harus bersabar menghadapi wanita yang mengalami gangguan kecemasan. Aron memberikan senyuman rumahnya. Membelai lembut rambut yang sedikit berantakan menutupi sebagian wajahnya. Menyilang ke belakang telinganya. Wanita itu hanya diam, mengamati Aron. Kedua mata wanita itu menatap lekat mata Aron. Menggerakkan kepalanya ke kanan. Dia melihat sosok laki-laki yang pernah dia kenal berada di dalam diri laki-laki itu. "Ka.. kamu siapa?" tanya Wanita itu terbata-bata. "Kenalkan aku Aron?" Aron mengangkat tangannya. Dia tersenyum sumringah. Menarik salah satu alisnya dengan tatapan sedikit menggoda padanya. "A-Aron?" tanya Wanita itu. Tenggorokannya terasa begitu berat. Seolah banyak sekali tangan yang mencekik lehernya. Aron menatap kedua mata wanita di depannya. Dia menyulitkan sudut matanya. Merasa ada yang sangat familiar dari kedua mata itu. "Mata coklat dan biru. Kamu..." Aron memegang kedua pipi wanita di depannya. pipinya seketika berubah merah muda. Kedua mata mereka saling bertemu. Senyum tipis mulai terpancar di bibir Aron. "Selly?" tanya Aron. Alisnya tersentak bersamaan. Saat mendengar namanya disebut oleh laki-laki di depannya. "Aku Aron! Kamu masih ingat denganku. Aku pernah menolongmu. Dan, kamu juga pernah menolongku dulu." jelas Aron. Dia menggenggam tangan kanan Selly. Wajahnya seolah berharap wanita itu mengenalnya. Kedua mata Selly berkilau. Dia mulai teringat sosok laki-laki di depannya. "Aron?" tanya Selly lagi. Spontan memeluk tubuh Aron. Air mata mulai membanjiri pipinya. Isakan tangis terdengar begitu kerasnya. Aron membalas pelukan Selly. "Kenapa kamu seperti ini?" tanya Aron. "Bukanya kamu bersama ayah kamu. Dimana sekarang dia? Dan, sekarang kamu sudah ingat denganku?" tanya Aron memastikan. Dia memegang kedua lengan Selly. Kedua mata mereka saling bertemu Kedua kalinya. "Aku pulang dari rumah kamu. Ayahku dibunuh. Aku tidak punya siapa-siapa lagi. Hidupku, aku hidup seperti orang gila. Aku merasa ketakutan di saat banyak orang. Rasa trauma itu masih tersimpan di benakku." Selly menundukkan kepalanya, menyandarkan dahinya di bahu Aron. "Disaat semua orang datang. Menyalahkan ayah aku. Tetapi dia tidak bisa diselamatkan. Membuat rasa trauma melihat banyak orang. Sama saja aku mengingat ayah aku yang ditembak di depan mataku aku sendiri." Jemari tangan Aron terangkat. Jemari itu mulai menyentuh rambut Selly mengenainya lembut. Memberikan kasih datang padanya. "Mungkin kamu pikir aku orang gila." ucap Selly. "Aku tiba-tiba ketakutan. Aku takut. Sangat takut." ucapnya gemetar. "Kemana kamu mencoba untuk bunuh diri." Kedua telapak tangan Aron mengusap pipi kanan dan kiri Selly. Menatap kedua matanya lekat-lekat. Pandangan mata itu seakan menembus masuk ke dalam hatinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN