"Mama..."
"Mama..." Suara isakan tangis seorang anak kecil terdengar begitu kerasnya. Alex tertegun sejenak ak. Dia menoleh cepat kedua matanya terbelalak sempurna.
"Berhenti!" pinta Alex.
"Tapi tuan. Di sini sangat berbahaya."
"Aku bilang berhenti!" pekik Alex. Rayan asisten Alex seketika langsung menghentikan mobilnya. Dia bahkan lebih takut jika tuannya marah.
"Tuan tolong jangan bertindak gegabah" ucap Rayan memohon.
"Diamlah!" pinta Alex. Dia melangkahkan kakinya keluar dari mobil. Beberapa manusia yang sudah menjadi zombie mereka mulai berjalan menyeret mendekati Alex. Alex berlari secepatnya mungkin menghampiri anak kecil menangis sendirian sembari berlari dari kejaran Zombie. Alex segera meriahnya. Menggendong anak itu.
"Kamu jangan takut!" ucap Alex.
"Mama..." teriak anak itu. Dia menoleh ke belakang mengangkat tangannya. Bibir terus memanggil mamanya berkali-kali.
"Kamu ikut om saja. Kita akan pergi nanti "
ucap Alex. Dia memeluk anak itu. Dia segera berlari. Beberapa zombie berjalan dengan wajah penuh cairan kental berwarna merah yang menetes dari wajahnya. Alex tak sanggup melihat semuanya. Merasa begitu muak dengan semuanya. Alex menendang semua yang menghalangi dirinya. Dia berlari begitu cepatnya.
Dengan agar membuka pintu mobilnya. Dan, beranjak masuk. Menutup pintu mobilnya rapat-rapat. Alex menghela napasnya lega. Ini pengalaman pertama dirinya harus berhadapan dengan semua manusia yang mengerikan di luar. Alex membiarkan anak itu duduk di kursi belakang.
"Sekarang kamu sudah aman!" ucap Alex. Sembari mengatur napasnya yang masih ngos-ngosan.
Anak itu masih terus menangis. Dia menatap ke arah jendela kaca mobil. Ibunya berlari ke arahnya. Wajahnya sudah berubah. Bukan ibunya lagi. Terlihat wajah yang begitu mengerikan penuh dengan Luka yang terbuka, bahkan cairan kental berwarna merah itu tak menetes. Semua menggumpal berada di dalam lubang luka. Seolah darah mereka sudah membeku.
"Kita ini terlihat sangat mengerikan. Jika semua menjadi monster. Siapa yang harus menolong. Semuanya tidak bisa ditoleransi lagi. Semua Terlihat begitu menakutkan. Semakin lama zombie itu semakin berevolusi menjadi monster.
Alex menatap ke luar. Dia menggelengkan kepalanya. Dia tahu siapa ibu dari anak itu. Tapi, sekarang paling penting menyelamatkan dia. Dia harus selamat dari pada terjebak menjadi makhluk mengerikan.
"Kita harus cepat pergi dari sini." pinta Alex pada sang asistennya.
"Baik tuan!" ucap Zen. Dia mempercepat laju mobilnya. Hingga sampai di sebuah perbatasan kota. Jauh dari perkampungan. Ternyata kita itu sudah dipagar dengan sangat rapi. Mereka sudah menyiapkan semuanya. Membuat pagar yang sangat tinggi dari kawat berdiri di bagian depan. Dan, pembatas bodoh di bagian belakang yang menjulang sangat tinggi.
"Mereka menghentikan mobilnya. Membuka pagar kawat berduri itu. Menyingkirkannya sedikit menjauh.
"Sampai di pagar beton, ada sebuah tombol yang terpampang di depan. Mereka harus menekan tombol itu sangat keras. Hingga penjaga di bagian luar membukakan pintunya.
Hampir beberapa menit menunggu. Pintu pagar itu terbuka sangat lebar. Saat petugas melihatnya dari cctv yang terpasang di sana.
Alex segera masuk ke dalam mobilnya. Mobil itu melesat keluar dari kota mengerikan itu.
"Zen. Kamu merasa ada yang aneh dengan kota itu?" tanya Alex.
Zen melirik ke arah Alex. Dia memicingkan Alana satu matanya. Mencoba mencerna Apa yang di katakan tuannya. Setelah berpikir kesekian detik. Zen tahu apa yang dimaksud.
"Benar! Kenapa mereka menyiapkan semuanya. Pembangunan pagar itu pasti sudah sangat lama. Tidak mungkin hanya 1 tahun dua tahun selesai. Pagar itu sangat tinggi dan juga panjang. Bahkan sampai ratusan kilometer." Sesekali Zen menatap ke arah Alex lagi.
"Iya, sepertinya sudah ada 10 tahun mereka menyiapkan semuanya. Tapi, anehnya kenapa selama 10 tahun semua manusia terlihat biasa. Apa konter dalam tubuh manusia itu berubah semakin hari semakin mengerikan. Atau berevolusi." berbagai pertanyaan gila muncul di otaknya. Bahkan otaknya merasa ini sudah berpikir terlalu jauh. Sangat jauh dari jangkauannya. Apalagi yang harus dipikirkan saat semuanya bahkan sudah terlambat.
"Semua orang sudah pergi. Tetapi kenapa mereka yang sudah terinfeksi dari awal sudah menjadi zombie yang mengerikan." kata Zen.
"Mama… Mama.. Mama.." suara anak itu terus menangis. Alex menoleh ke belakang.
"Apa anak ini juga sama?" tanya Alex.
"Tidak! Jika ini membutuhkan 10 tahun. Anak kecil itu baru lahir. Dan, mereka pasti tidak ada kesempatan untuk menyebarkan virus pada anak kecil." jelas Zen. Dia melaju keluar dari mobil. Pagar beton itu membentuk terowongan yang lumayan panjang. Sampai di luar. Banyak sekali penjaga yang berada di sana.
"Permisi!" ucap Zen. Membuka kaca mobilnya.
"Apa kota ini sudah aman?" tanya Zen.
"Kalian sudah datang di tempat yang aman. Tapi, sekarang tolong berikan tangan kalian pada kita. Until dilakukan pemeriksaan darah lebih dulu."
"Pemeriksaan darah?" tanya Alex. Menautkan kedua alisnya. "Memangnya harus?" tanya Alex.
"Iya, tuan! Disini semuanya harus dipenuhi. Agar di kota selanjutnya. Tidak terjadi hal.yang mengerikan lagi. Biarkan saja kita ini menjadi kota mati." ucap petugas.
"Kita harus mengakhiri penyebaran virus ini." Zen menatap ke arah Alex.
"Baiklah! Kita akhiri semuanya. Lakukan apa yang kalian lakukan. Itu tugas kalian menjaga keamanan. Jadi, ambil saja darahku. Setelah itu segera periksa secepat mungkin. Aku mah pergi tidak mau menunggu lama." pinta Alex.
"Tapi, tuan mohon maaf! Pemeriksaan darah membutuhkan waktu sekitar 40 menit. Apakah anda bersedia untuk menunggu. Saya harap anda bersedia menunggu. Demi kenyamanan anda pergi kemana saja." ucap petugas itu sangat ramah. Mereka berpakain serba putih dengan penutup kepala sangat lengkap. Dilengkapi dengan berbagai kelengkapan untuk melindungi tubuh dari serangan zombie. Dan, dari ujung kaki sampai kepala semua tertutup. Hanya menyisakan dua mata yang masih bisa melihat. Dan, kedua telapak tangan yang masih bisa menyentuh apapun.
Alex menghela napasnya. Dia mengecilkan matanya menatap Zen. Memberikan kode padanya untuk menuruti apa yang mereka katakan. "Baiklah!" jawab Alex.
"Jika kalian semua mau menunggu. Silahkan parkir mobil kalian dulu di sana. Kamu akan segera melakukan pemeriksaan." ucap petugas kesehatan itu. Beberapa tentara polisi dan semua penjaga khusu ditugaskan di sana untuk menjaga perbatasan.
"Baik!" ucap Zen. Dia segera oleh wa mobilnya ke tepian. Dengan segera Zen dan Alex keluar dari sana. Sementara Alex juga membawa anak itu untuk segera keluar.
Mereka melakukan pemeriksaan darah sesuai dengan perintah dari mereka untuk keamanan suatu negara. Berbagai prosedur sudah mereka lakukan.
"Semuanya sudah selesai. Mohon maaf jika tuan tuan semua harus menunggu untuk hasil pemeriksaan. Sekitar 40 menit. Mohon untuk bersabar." ucap sang petugas kesehatan.
"Baiklah!"
"Untuk kenyamanan menunggu. Anda bisa mengambil roti dan juga air dingin di sebelah sana." salah satu polisi memberikan mereka petunjuk untuk segera makan lebih dulu.
Alex menunggu di mobilnya. Sementara Zen mengambil tiga air dingin dan tiga roti untuk mengganjal perutnya. Dia segera kembali ke mobilnya. Mengerikan air dingin pada Alex.
"Lebih baik kita minum dulu." ucap Zen.
"Iya." Alex meraih satu botol air dingin
Membuka, lalu meneguknya sampai tak tersisa. Dia juga membuka lagi satu botol air dingin untuk anak kecil di belakangnya.
"Minumlah, sekarang kamu tidak perlu takut lagi. Kamu aman dengan om." ucap Alex. Dia meraih air itu. Dan meminumnya.
"Kamu mau roti?" tanya Alex. Dijawab dengan gangguan kepala.
"Baiklah, bentar aku gunakan dulu." ucap Alex.
Dia segera membuka lebih dulu dirinya dan memberikan pada anak kecil yang duduk di belakang.
"Makanlah!" ucap Alex sembari tersenyum begitu sumringah. Anak itu menganggukan kepalanya.