Drrtt…
Ponsel Alex terus berdering di atas meja. Alex hanya diam melirik layar ponselnya yang masih menyala. Terlihat jelas nomor ponsel ayahnya yang tertera di ponsel itu.
"Pasti dia menyuruhku untuk pulang." ucap Alex. Menggelengkan kepalanya.
“Permisi tuan, apakah anda akan pergi dari kota ini. Atau anda ingin pulang ke rumah?” suara berat seorang laki-laki yang mengejutkan Alex. Alex yang masih duduk santai, menikmati pemandangan di balik dinding kaca yang ada di depannya. Sambil menikmati teh hangat yang ada di tangannya. Wajahnya terlihat begitu datar. Melihat bagaimana berantakan nya kota yang sekarang ditempati. Dia ingin pergi dari sana. Tapi, sebelum semuanya selesai. Dia tidak akan pergi.
“Aku tahu, tapi ini bukan saatnya kita pergi. Kamu cari orang yang bertanggung jawab atas kekacauan ini.” Kata Alex. Menyeruput teh hangat. Dia Bahkan tidak menoleh sama sekali ke belakang.
Asisten Alex melirik ke arah ponsel Alex yang tergeletak di atas meja. "Maaf tuan! Sepertinya ayah anda menghubungi anda." ucap asisten itu takut.
"Biarkan saja. Dia hanya ingin aku segera pulang. Apalagi setelah melihat kota yang kacau ini." Alex meletakkan teh hangat miliknya di atas meja.
"Sekarang, kamu fokus cari profesor itu. Aku yakin, dia yang menyebabkan semua ini terjadi. Aku sangat yakin, apalagi setelah ramuan itu aku dapatkan. Mungkin dia membuat yang baru lebih ekstrim dari sebelumnya." Alex menggerakkan kepalanya pelan, menoleh ke arah asistennya yang masih berdiri di sampingnya.
“Sepertinya mereka semua tidak ada disini?” jawab asistennya.
"Memangnya mereka dimana?" tanya Alex.
"Semua orang yang disini bagian pemerintah atau bahkan semua orang penting sudah pergi ke tempat baru yang sebelumnya sudah disiapkan. Di kota sebelah. Jika mereka terus pergi dari kota ini. Maka kota ini akan Jadi kota mati. Ratusan ribu penduduk disini akan kehilangan rumahnya."
Alex berpikir sejenak. Apa yang dikatakan asistennya benar juga. Sepertinya banyak orang berbondong-bondong untuk pergi. Melihat kota setiap hari semakin parah. Dia mulai teringat tentang Aron. Apa harus membunuh semuanya agar semua selesai. Hal gila itu terpikir di otaknya. Dia merasa ingin sekali melakukan apa yang ada di pikirannya. Tapi, ini menyangkut nyawa banyak orang.
"Menurut penelitian para ahli. Spesies penyakit ini semakin lama akan berubah menjadi Zombie. Tapi, jika ini bertahan sampai puluhan tahu, semuanya tumbuh lagi, jadi zombie menuju ke monster yang mengerikan.
Kedua mata Alex terbuka sempurna. Kedua alis itu ikut tersentak bersamaan. Dia menoleh cepat menatap asistennya. "Dari mana kamu tadi dapat kabar itu?" tanya Alex.
"Perubahan spesies?" tanya Alex memastikan.
"Iya, ini perubahan spesies. Sepertinya ini akan menjadi hal yang mengerikan. Seseorang terkenal ada di balik ini semua. Mereka mencari satu korban untuk dijadikan uji coba. Dan, terus itu begitu mudahnya menyebar dari orang satu ke orang lainya." Asisten Alex mulai menjelaskan begitu detailnya apa yang dia dapatkan dari luar. Semua informasi yang dikumpulkan sendiri. Dia bahkan mempertaruhkan nyawanya sendiri untuk terjun langsung ke jalan. Mencari beberapa petunjuk.
"Siapa dalangnya?" tanya Alex. Kedua matanya menatap wajah Asistennya.
"Profesor."
“Kemana mereka perginya?” Tanya Alex.
"Saya tidak tahu, tuan. Mereka pergi.tanpa meninggalkan jejak sama sekali. Bahkan semua bandara sudha aku cek tidak ada penerbangan atas nama dua profesor itu. Dan, saya sudha melihat cctv yang ada di bandara. Semuanya tidak ada."
"Sekarang, bandara semua mati total. Mereka memilih untuk tidak beroperasi dalam keadaan menakutkan seperti ini. Lebih baik anda segera pulang ke rumah tuan. Disini sangat berbahaya. Mungkin tetangga apartemen juga sudah membawa virus itu. Jadi, anda juga harus hati-hati. Jika anda keluar pakailah peralatan yang lengkap. Jangan sampai bersentuhan dengan mereka."
Alex kengerkasna semua penjelasan dari asistennya. Sekarang dia paham. Kenapa Brian sangat melindungi Aron. Dia tahu jika kota akan porak poranda. Bahkan dia rela menyelamatkan Aron agar dia masih tetap hidup dan tidak dimanfaatkan oleh para profesor untuk uji coba.
Brian adalah agen intelijen yang snagat berbahaya. Tidak ada yang baginya tidak tahu. Semua rahasia negara saja dia tahu. Apalagi rahasia orang dalam di bagian yang sama dengannya. Alex menghela nafasnya. Dia mengangkat kepalanya lagi. "Sekarang, aku tahu kenapa Brian keluar dari agen intelijen. Dia tidak mau terlibat dalam hal besar. Dan, dia tahu kenapa Brian sekarang tidak mau kembali. Dia pasti sudah tahu ini akan terjadi."
"Brian bahkan berpesan pada Aron untuk pergi berkelana. Bahkan, dia sudah membekali Aron dengan segala kelebihan yang dia miliki." lanjutnya.
Alex menatap kembali ke arah asistennya. "Oh, ya! Kamu tahu dimana John dan Jack?" tanya Alex.
Asisten Alex menggelengkan kepalanya pelan.
“Saya sudah mencari tahu semuanya. Sesuai dengan perintah awal tuan muda. Tapi, kota agen John sudah pindah ke Amerika. Dan, Jack dia juga sudah pergi meninggalkan kota.” Jelas asisten Alex. “Kabar terbaru jika Brian masih hidup. Saat mobilnya ditemukan di sungai. Disana tidak ada mayat keduanya. Sepertinya mereka melompat lebih dulu. Dan, berenang ke tepian.”
Alex yang semula tak mau menatap ke arah asistenya. Dia menggerakkan kepalanya pelan. Mendengar nama Brian seakan membuat dia tertarik. Apalagi hanya Brian temannya yang selalu membantu dia saat pendidikan menjadi anggota agen. Dia yang selalu memberikan makanan di saat makannya diambil para senior. Dia juga yang membelanya di saat ditindas dan tak di hargai. Sampai rela menggantikan hukumannya.
Alex meletakkan perlahan satu cangkir teh itu di atas meja. Dia tersenyum tipis di depan asistenya.
Apa yang kamu katakan benar?” Tanya Alex memastikan.
Asistennya mengangguk. Dia seolah begitu yakin dengan pendapatanya. “Apa kamu sudah pernah bertemu dengannya?” Tanya Alex.
“Belum, tuan!” jawabnya menunduk.
“Pastikan lebih dulu. Kamu pergi ke kota seberang, yang dekat dengan tebing itu. Aku yakin ada di desa yang dekat dengan sana. Dan, mereka sembunyi di sana. Atau mereka sudah meninggal disana.”
Asisten Alex hanya menunduk. Dia menarik napasnya dalam-dalam. “S tidak akan bisa menemukan Brian. Dan sepertinya tidak akan menemukan Brian dan Angel.
Dan, Zen 3 tahun lalu di bunuh. Orang yang punya anak dengan kelebihan mata yang sangat indah itu.” Alex mengerutkan keningnya. Memasukkan kedua tangannya di dalam saku celananya. Dia berdiri tegap berjalan mendekati asistenya. “Dibunuh? Dan Anaknya gimana?”
“Dia tidak ada kabar lagi sampai sekarang. Terakhir kali dia di masukan ke rumah sakit jiwa karena gangguan kejiwaan yang membuat dia selalu teriak saat mendengar suara keras benda apapun di luar.”
Alex menghela napasnya, menggelengkan kepala. “Kasihan anaknya, harus menderita mental sejak dini. Dia hanya kurang kasih sayang dari orang di sekitarnya. Jika seandainya dia ada orang yang merawatnya sejak awal. Tidak akan pernah terjadi hal seperti ini.” Berbicara dengan nada sedikit mengeluh.
“Semua sudah garis takdirnya tuan. Aku yakin suatu saat ada yang bisa menyelamatkan mentalnya. Disaat dia sudah punya teman. Maka semuanya akan berubah.” Ucap sang asisten.
Dia menghirup napasnya dalam-dalam. “Iya, kamu cari tahu dan serahkan dulu semua bukti yang aku berikan pada kamu ke kantor kejaksaan. Aku tidak mau menundanya lagi sudah 3 tahun semua bukti sudah terkumpul. Sekarang waktunya mengakhiri semuanya. Membalas dendam dengan cara kita sendiri.” Usul Alex.
“Baik, tuan. Semua masih saya susun. Sesuai dengan laporan yang sudah diajukan. Maka semua orang nanti akan dipanggil sebagai saksi.”jawab sang asisten. “Mereka semua mengira jika kekacauan itu adalah sebagian dari zombie yang menjadi manusia.”
“Zombie?” Kedua
"Jadi yang kamu katakan semuanya ada hubungan. Sebenarnya sudah banyak yang tahu. Tapi, kenapa aku tidak sadar dari awal?"
Alex beranjak duduk lagi. Jantungnya merasa tidak aman sekarang. Napasnya mulai tersengal-sengal. Dia meriah satu cangkir teh hangat yang masih tersisa. Dia meneguknya sampai tak tersisa, meletakan kembali cangkir itu di atas meja. Alex kembali duduk santainya.
"Era double sedang dimulai. Mungkin, saatnya kita akan bertempur habis-habisan untuk berlindung." kata Alex. Dia menarik sudut bibirnya tipis. Terlihat sedikit senyum di wajahnya.
Sekarang aku mau keluar. Siapkan beberapa senjata." pinta Alex. Dia bangkit dari duduknya lagi. Berjalan mengambil jubah hitam panjang miliknya.
"Tapi tuan, di luar sangat berbahaya."
"Tidak masalah. Aku ingin tahu. Seberapa parahnya di luar." kata Alex. Tatapan matanya penuh dengan ambisi.
"Sekalian antarkan aku ke kota seberang. Aku ingin mencari Brian. Siapa tau kita bisa bertemu dengan Aron."
"Tapi.."
"Jangan menolak. Ini perintah!" ucap Alex.
Asistennya hanya diam. Dia tanpa sepatah kata pun keluar dari bibirnya. Bahkan tak bisa menolak apa.yang diperintahkan oleh tuannya. "Maaf, tuan! Apa anda sudah menyiapkan semuanya."
"Sudah, bawa barang-barang yang ada di kamar. Masukan semua ke dalam mobil. Mungkin selama beberapa hari kita akan berkeliling kota atau bahkan luar kota." ucap Alex. Dia segera berjalan. keluar lebih dulu dari apartemennya. Meninggalkan asistennya yang masih mengambil beberapa barang yang harus Dia bawa.
**
Setelah semua Barang-barang di masukan ke dalam mobil. Sang asisten yang sekaligus menjadi sopir pribadi Alex. Dia mulai masuk ke dalam mobilnya. Beberapa orang berjalan mendekatinya. Dengan senyum di wajahnya. Seperti orang yang kurang waras berjalan mengejarnya. Mereka semua berjalan dengan kaki yang sedikit kaku seperti zombie.
Alex melihat orang itu. Dia mengerutkan ujung matanya. Pandangan matanya berkeliling mengamati sekitarnya. Semua oramgbterlihat sama. Mereka bahkan sudha seperti zombie yang berjalan ke arah mobilnya. Dan, beberapa ornag di depan mengamuk tak jelas. Mereka memecahkan semua yang ada.
Alex menghela nafasnya. Dia menggelengkan kepala. "Benar sangat mengerikan. Apa mereka bisa dibunuh?" tanya Alex.
"Semua sudah memutuskan. Untuk melindungi diri. Kita semua saling bunuh. Dan Mereka yang berubah sudah hampir seperti Zombie. Jiwa mereka sudah mati. Sebenarnya mereka bukan manusia lagi. Dan, tidak akan jadi manusia. Hanya tubuhnya saja yang masih hidup."
Mobil itu mulai melaju pelan. Beberapa orang yang berjalan seperti zombie mulai mendekati mobilnya. Menghalangi laju mobilnya. Mereka bahkan berdiri di depan. Ada yang meletakan tubuhnya di atas mobil.
"Kita tambak saja mereka" pinta Alex.
"Anak tuan!" asisten Alex mulai menambah kecepatan. Dan, langsung mencari beberapa orang yang menghalangi.
"Apa tidak ada cara untuk menyembuhkan mereka?" tanya Alex.
Asistennya menggeleng. "Tidak tuan!" jawabnya.
Alex menoleh ke belakang. Dia melihat beberapa orang yang berjatuhan saat mobilnya menabrak tubuh mereka bersamaan. Bukanya meninggal, mereka bangkit lagi. Dengan kepala bergerak seakan tulangnya tak bisa patah. Seketika tubuh mereka mulai terbentuk lagi. Meskipun beberapa kali patah pun. Tubuh mereka kembali utuh sperir semula. Banyak sekali luka di tubuh itu tidak terpengaruh sama sekali.
Bahkan beberapa orang yang masih terlihat normal. Mereka menyerang orang setengah zombie itu dengan semua kemampuannya. Tetapi, mereka kalah hanya karena orang yang sudah berspesies menjadi zombie. Kegiatan dalam tubuhnya semakin meningkat setiap harinya. Jauh beberapa kali lipat dari kekuatan manusia biasa.
Alex terus mengamati sekelilingnya. Bahkan mobilnya banyak sekali beberapa spesies yang berbeda menempel di mobilnya. Untung saja sang asisten bisa mengemudi mobilnya Dengan sangat lihainya. Dia bisa melewati mereka semua tanpa harus berhenti. Banyak uang mencoba menghalangi laju mobilnya. Dengan cepatnya sang asisten menabrak mereka.
"Lakukan dengan baik!" ucap Alex. Menepuk pundak sang asisten. Dia hanya bisa mengamati mereka. Untuk memutuskan apa yang terjadi. Meski dia minim sekali ilmu tentang hal seperti ini. Tapi setidaknya dia bisa mengerti.
Alex terkejut saat ponselnya tiba-tiba berdering begitu nyaringnya. Dia mengambil ponsel di saku jubahnya.melihat layar ponselnya. Masih tetap saja sama. Sekarang ibunya yang menelfon dirinya. Tak hanya ayahnya. Ibunya juga begitu khawatir dengan ke arahnya. Tetapi, bukan Alex namanya jika dia tidak ingin tahu apa yang terjadi secara langsung.
"Kita tidak bisa melakukan keadilan tentang Brian sekarang. Tapi, aku akan membalas dengan satu hal. Mereka harus merasakan penderitaan orang-orang yang sudah berubah jadi seperti ini. Aku tahu, mereka semua menderita. Ketakutan,"
Alex mendengar suara teriakan histeris, mereka berlari kesana kemari. Ketakutan, bertaburan darah dimana-mana. Semua orang berlari.masuk mencari tempat berlindung. Beberapa orang ditangkap dan menjadi spesies yang sama dengan mereka. Suara teriakan minta tolong itu terdengar begitu keras. Nyaring sampai telinganya meski dia berada di dalam mobil. Telinganya bahkan berdengung. Tak hanya satu dua orang. Semua orang berteriak secara bersamaan. Dia tak bisa berbuat apa-apa hanya bisa melihat dari dalam mobil.
Napas alex mulai berantakan. Dirinya merasa tertekan melihat penderitaan banyak orang yang ada di sana. Ingin sekali dia menolongnya. Tetapi bagaimana caranya. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Dia ingin segera menolong mereka. Tetapi, dia keterbatasan orang. Jika dia bersama orang banyak. Dengan membawa perawatan lengkap. Membawa bala bantuan. Pasti mereka semua bisa di evakuasi.
Alex melamun, hatinya merasa sakit saat melihat semua ini. Ingin rasanya marah. Bahkan dirinya terus memaki dirinya sendiri. Dia merasa sangat bersalah dengan semuanya. Dia tidak bisa berbuat apa-apa. Selagi hanya bisa menonton. Dan, menyaksikan beberapa pembunuhan, zombie, tetapi dia bisa sedikit lega saat beberapa orang lansia dan beberapa anak-anak sudah diselamatkan. Dia tidak melihat anak-anak di sana.
Alex menarik napasnya dalam-dalam. Dia melihat sekelilingnya. Seakan tak mau beranjak dari sana. Tatapan mata semakin menajam saat dirinya melihat sosok yang lebih mengerikan daripada yang lainya. Sosok Zombie yang sudah mulai terlihat mengerikan. Tubuh penuh dengan Luka sebagian wajahnya terlihat hancur. Darah keluar dari bibirnya. Berjalan menyeret kakinya.
Alex mengerutkan wajahnya. Dia menyupitkan matanya. Dia berdesir pelan. Tak sanggup melihat kekacauan di sana.
"Tuan!" panggil asistennya.
"Ada apa?" tanya Alex. Meski dia mengamati sekelilingnya. Kedua telinganya masih terlihat fokus dengan suara di sekitarnya.
"Tuan kenapa?"
Alex mengeluarkan napas kasarnya dari sela-sela bibirnya. "Tidak! Aku tidak kenapa-napa." ucap Alex.
"Lebih baik sekarang segera keluar dari sini. Kota ini terlalu buruk."
"Tuan yakin?" tanya asistennya.
"Iya, aku yakin. Aku tidak sanggup lagi melihat semua ini. Antara kasihan, melihatnya juga terlihat sangat mengerikan. Tidak, aku tidak sanggup melihatnya." Alex menggelengkan kepalanya.
"Baik, kita langsung saja pergi dari sini." jawab asistennya. Dia mulai menambah kecepatan. Melaju dengan kecepatan tinggi memberi beberapa orang yang mencoba menghalanginya. Tanpa peduli. Semuanya sudah berubah. Terlihat semua bukan lagi manusia. Semua sudah berubah. Kota sudah sangat kacau dan berantakan. Bahkan, semua orang penting pergi dari negara. Semua orang yang berduit. Pergi lebih dulu. Kasihan beberapa orang yang masih berjuang di sana.