3 tahun berlalu. Aron sudah menyelesaikan pendidikannya. Dia memutuskan untuk berhenti sekolah. Tidak meneruskan sekolahnya lagi. Hidupnya merasa snagat kacau saat Brian sudah tidak lagi merawatnya. Pertemuan yang hanya 2 bulan membuat dirinya merasa kehilangan kakak kandungnya. Rasa sedih masih terbayang sampai bertahun-tahun.
Saat kejadian 3 tahun lalu membaut dirinya tak berdaya sampai satu bulan lamanya. Hanya bisa berbaring sperir orang mati di ranjang. Di bantu dengan berbagai peralatan dokter yang menancap di d**a dan hidungnya. Dia seolah bertaruh nyawa, jika dirinya telat di selamatkan. Mungkin tidak akan ada Aron yang sekarang bisa berdiri sendiri di tengah keramaian kota.
Dia merasa berutang budi pada Alex yang menyelamatkan dirinya. Teman Brian yang sangat dia kenal. Meski hanya beberapa kali bertemu. Dia begitu baik padanya. Dia juga yang memberikan segalanya. Menasehati dia untuk melakukan apa yang Aron inginkan.
Aron sempat merenung beberapa hari. Hingga dia memutuskan untuk pergi dari rumah Alex. Dan, menuruti apa yang Brian katakan. Membantu orang. Iya, itu yang dia katakan. Berkelana mencari jati dirinya. Aron ingin sekali dirinya bertemu Brian sekali saja. Dalam keadaan apapun. Tetapi, tidak ada yang tahu keberadaannya. Dan, tidak ada yang menemukan jasadnya.
Aron yakin jika Brian belum meninggal. Dan, entah dimana dia sekarang. Keadaannya bagaimana. Apa yang dia lakukan. Apa dia masih ingat dirinya. Aron merasakan hatinya berbicara. Jika dia harus pergi berjalan sambil mencari keberadaan Brian.
Dia juga masih ingat wanita itu? Dia pasti pergi bersama Brian. Tapi, semenjak Brian pergi. Dia juga tidak pernah sama sekali bertemu wanita itu. Aron sering datang ke supermarket menunggu wanita itu belanja di sana. Tetapi hasilnya nihil, dia tidak menemukannya.
Aron dengan lapang d**a dia mencoba mengikhlaskan semuanya. Dia mencari beberapa kegiatan untuk tidak mengingat kejadian itu. Selama 3 tahun dia menelurusi kota. Dia bahkan belum menemukan jadi dirinya. Hatinya masih terasa sangat hampa. Tidak punya teman. Tidak ada yang peduli. Meski dia terlihat lebih terbuka dengan tetangga sekitarnya. Tetapi, tidak seakrab dengan teman- temannya dulu.
Aron berjalan menelusuri setiap kota. Berbekal uang yang ada di rumah Brian. Dia mengambil uang itu. Tanpa membaca surat hang ada di dalamnya. Dia tahu apa surat itu. Dia tahu siapa Brian sebanrnya. Dan, dia tahu semua rahasia Brian. Tetapi, Aron sudha terlanjur sangat percaya pada Brian. Dia yakin jika Brian tidak akan melukai dirinya. Atau, memberikan dia menukarkan dengan uang itu. Bahkan, sampai dia mempertaruhkan nyawanya. Brian tidak mau berbicara jujur dengan Aron.
Brian menyembunyikan masalahnya sendiri. Seolah dia bisa menyelesaikannya. Aron yang pulang ingin mengambil barang-barang dan buku yang ayahnya berikan padanya dulu. Memasukan semua kedalam koper besar. Dia membawa tas rangsel dan satu koper besar berisikan baju dan uang. Serta buku-buku yang di anggapnya sangat penting.
Saat menggeledah rumah Brian. Dia tak sengaja menemukan sebuah kotak uang di rumah Brian. Aron membawa semua uang itu. dan, koper berjalan dari kota satu ke kota lainya. Dia tak menginap di hotel mewah. Aron memilih tinggal di rumah kecil dengan keadaan apa adanya. Meski membawa uang begitu banyak. Sama sekali Aron tidak ingin berfoya-foya dengan uang itu. Dia hanya menggunakan sebutuhnya saja. Dia menyewa rumah kecil di pinggiran kota jauh dari penduduk. Bukanya tinggal menetap. Aron terus berjalan, dan berpindah-pindah tempat. Dari kota satu ke kota lainya. Mencari jadi dirinya yang sebenarnya. Tak hanya menghindari orang yang ingin berbuat jahat padanya. Dia juga menuruti apa kata Brian. Untuk mencari jari diri sebanrnya apa yang harus di lakukan.
Dia berjalan dengan hati yang hampa. Tidak ada teman, tidak ada orang yang peduli. Aron berusaha untuk tegar. Meski bayangan orang-orang yang pernah hadir di hidupnya mulai muncul kembali di pikiran nya. Dia merasa sangat menyesal sudah melakukan hal bodoh hanya karena ingin kekuar dari tawanan rumahnya. Dia menghancurkan rumah itu. Dan, tak sengaja membunuh kedua orang tuanya. Seandainya dia bisa balas dendam pada dirinya sendiri. Dia ingin sekali membalasnya.
Untuk mencari jari dirinya. Apa tugas dia punya kekuatan itu. Agar dia paham, apa yang harus di lakukan nantinya. 3 tahun sudah beberapa kota dia tinggali. Di sana dia belum tahu apa yang harus di lakukan. Setiap hari, dirinya hanya membaca buku. Lapar jika makan. Istirahat. Hanya itu pekerjaannya tiap hari. Bahkan, dia belum tahu apa rumus yang di berikan oleh ayahnya. Apa rumus itu mampu membuat dia bisa mengontrol kekuatannya.
Aron sekarang tinggal di pinggiran kota. Dia hidup di rumah yang terbuat dari bata tanpa polesan. Dengan pintu kayu yang apa adanya. Tidak terlalu bagus, asal menempel di sana. Dalam rumah yang terlihat sangat sempit. Dapur ruang makan dan tamu semuanya jadi satu. Hanya terpisah kamar mandi dan kamar tidur yang hanya ada satu. Aron merasa sangat nyaman berada di sana. Rumah juga tidak terlalu tinggi. Seperti rumah teletabis versi sedikit lebih besar.
Pagi hari yang sangat cerah. Aron berjalan keluar dari rumahnya. Dia menarik napasnya dalam-dalam me hidup udara segar yang menerpa tubuhnya. Sepoi angin pagi hang begitu dingin menusuk ke kulitnya. Suara burung berkicauan di atas atap rumahnya. Jembatan yang tentang luas di depannya tak jauh dari rumahnya. Terlihat begitu indah. Bahkan sudah di penguji kendaraan roda empat yang melintas. Semua orang sudah melakukan aktifitasnya sendiri.
Berbeda dengan Aron yang baru saja bangun dari tidurnya. Dia hanya menggunakan kaos dan celana pendek keluar di pinggir jalan. Aron menguap sangat lebar. Dia mengangkat tangannya, menarik tangannya keatas merenggangkan otot pinggangnya yang terasa sangat kaku. Senyum tipis di pagi hari terukir begitu manisnya menyapa setiap orang yang melintas di sana.
Setelah tiga tahun berlalu. Aron banyak sekali perubahan. Dia tidak lagi menjadi laki-laki dingin yang terlihat angkuh dengam orang baru. Dia lebih bisa menerima orang baru. Dan, mudah sekali bergaul. Aron melakukan olahraga ringan di depan rumah. Sengaja mengendorkan otot tubuhnya.
"Hai.. Aron, kamu baru keluar rumah?" tanya seorang wanita paruh baya yang berjalan jalan melewati sekitar rumahnya. Menyapa Aron yang baru saja membuka pintu menghirup udara pagi. Seorang tetangga hang begitu ramah padanya. Terkadang memberikan makanan ringan atau makanan sisa untuk Aron. Dan, Aron tak masalah kan itu. Makanan butuh atau sisa. Bagi dia masih layak di makan. Maka dia makan begitu lahapnya.
"Hai.. Aunty. Bagaimana kabar kamu?" tanya Aron. Membalasnya dengan senyum ramah.
"Aku baik! Hari ini kamu terlihat ceria." Wanita itu menyandarkan kedua tangannya di atas pagar kayu pembatas rumah Aron dengan jalanan umum.
"Tidak, mungkin karena udara hari ini lebih cerah membaut pikiran sedikit tenang."
"Apa kamu jadi pergi besok?"
"Sepertinya begitu. Aku tidak bisa tinggal terlalu lama. Masih banyak yang harus aku lakukan." kata Aron.
"Iya.. Hati-hati. Jangan terlalu capek belajarnya. Keluar rumah cari udara di luar. Jalan-jalan melihat kota. Karena kita di sini banyak sekali kejahatan. Tapi, lebih baik kamu tinggal saja di rumah!" wanita itu berbicara dnegan ciri khasnya sedikit melambai centil.
Aron menakutkan kedua alisnya. Dia sedikit menyipitka kmu g matanya. Berjalan lebih dekat. Mencari informasi lebih banyak.
"Bentar, kata aunty tadi apa? Banyak kejahatan? Dimana? Dan, apa sudah banyak korban? Memangnya kejahatan pembunuhan atau apa?" Tanya Aron semakain penasaran. Jemari tangannya memegang pagar kayu. Dia mulai memasang alat pendengarannya. Siap mendengarkan penjelasan Aunty.
"Kamu datang saja ke kota. Tiap malam banyak sekali hal mengerikan. Kadang ada pembunuhan yang sampai sekarang tidak di temukan. Terus satu lagi. Ada orang yang di bunuh dengan tusukan kuku dj leher. Tapi, anehnya bahkan tidak ada sidik jari manusia hang sama."
Aron berdiri tegap. Bibirnya mulai tertutup rapat. Menghela napasnya. Lalu, menarik napasnya dalam-dalam. Dia menarik bibir bawahnya ke dalam. memutar otaknya ubtuk berpikir sejenak. "Pembunuhan?" tanya Aron. Entah ke apa hatinya bergetar mendengar kata itu. Saya ingin sekali melihat bagaimana mereka melakukannya. Dia ingin sekali melakukan kebaikan. Tapi, dia tidak tahu siapa yang harus di tolong nantinya.
"Pembunuhan dengan kuku itu maksudnya gimana? Siapa yang bunuh dia? terus Kukunya panjang? Beracun?" tanya Aron.
"Sepertinya begitu. Tapi, lebih baik jangan pergi malam-malam" lanjut Aunty dengan tangan melambai kedepan. Di balas dengan gangguan kecil oleh Aron.
"Tenang saja!" kata Aron. "Aunty bentar, aku mau mandi dulu. Dari tadi pagi belum juga mandi." Aron belasaran.
"Iya.. Mandi lah. Aku juga mau masak nanti." kata Aunty. Tersenyum, dan melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Aron. Aron membalasnya dengan senyuman sumringah yang mulai terukir di bibirnya.
Merasa sudah lega sedikit terbebas dari Aunty tadi. Aron berjalan masuk ke dalam rumahnya. Dia segera berniat ingin membawa beberapa barang-barangnya ke sana. Bukannya untuk pergi dia berniat untuk melakukan penelitian sendiri malam ini. Apalagi kemarin karena kuku yang paling membuatnya penasaran. Bukanya dia tidak suka yang lainnya. Tapi, kali ini dia sudah bersiap untuk melakukan petualang pertama. Dengan berbagai masalah yang di hadapannya. Sama seperti yang dikatakan Brian. Dia harus melakukan tugasnya untuk melindungi banyak orang. Dan, Alex juga pernah bilang itu padanya. Sebelum ia berpamitan untuk pergi.
Meski dirinya pergi. Alex bahkan memberikan dia pemasukan setiap bulannya. Dia sengaja melakukan itu agar Aron tidak kelaparan saat perjalanan.
Dia mengerutkan keningnya. Saat dirinya teringat sesuatu di tulisan kertas yang berikan oleh Brian. Dia menulis di sebuah buku apa saja yang harus dilakukan untuk mengetahui tentang dirinya. Apa yang harus dilakukan. Aron segera mencari buku itu di dalam koper miliknya. Setelah menemukannya, Aron meletakkan di atas meja. Membuka setiap halaman. Kedua mata mulai membaca setiap tinta hitam yang tersusun rapi di atas kertas putih. Hal pertama yang harus di lakukan.
"Harus keluar dari zona tidak nyaman."
"Em… Itu sudah aku lakukan?"
"Kedua, bertentangan dengan baik, bersosialisasi dengan orang sekitar. Untuk bisa membaca setiap karakter orang di sekitar kita. Agar mudah bergaul dengan siapapun."
Aron menghela napasnya. "Kedua juga sudah aku lakukan." ucap Aron lirih.
"Hal ketiga. Lapangan hati nurani untuk saling membantu sesama. Jangan bedakan siapa mereka. Dan, apa status mereka. Menolong dengan ikhlas. Lakukan sebisanya, terus berbuat baik pada siapa saja."
Aron memainkan lidahnya sedikit mendorong bibir bawahnya ke depan. "Ini belum aku lakukan dengan baik. Dia bahkan dulu lebih sering acuh terhadap orang. Tanpa pedulikan orang membutuhkan atau tidak. Bagi dia hidup sendiri jauh lebih sempurna. Tetapi, lama-lama dia merasa hampa juga tidak ada yang harus dilakukan.
Aron menutup kembali bukunya. Dia merasa hal ketiga harus dilakukan lebih dulu. Mungkin benar, kata Aunty setiap malam banyak sekali kejahatan. mungkin ini awal apa yang harus aku lakukan. Akh bantu mereka. Apapun yang terjadi nantinya. Tulisan berikutnya akan di baca setelah dirinya merasa ketiga sudah melakukan semuanya dan sudah menjadi kebiasaan dirinya setiap saat.
"Sepertinya aku nanti malam harus pergi mencari orang yang membutuhkan bantuan." ucap Alex. "Em.. Tapi, aku belum bisa melakukannya. melawan saja belum bisa. Gimana bisa tubuh yang terlalu lemah. Belum bisa mengendalikan kekuatannya. Dia takut salah sasaran saat melindungi seseorang. Atau, bahkan jika banyak orang tahu. Semua akan heboh dan menganggap dirinya pahlawan yang harus di tanjung. seperti sebuah film spiderman atau apapun tentang pahlawan yang sengaja melindungi kota.
Aron berjalan menuju ke dapur. Dia segera membuat teh hangat untuk minuman pagi hari yang biasa dia lakukan. Saat teh sudah dua buat. Aron membawa satu cangkir teh hangat. Berjalan menuju jendela rumahnya. Dia melihat suasana sekitar di jendela.
Banyak sekali beberapa orang yang melintas. Di depan rumahnya. Sepertinya mereka mau berangkat kerja.
"Kita ini terlihat sangat ramai." kata Aron. Menyeduh teh hangat.
**
Setelah 3 tahun Alex masih tinggal di tempat yang sama. Apartemen yang sudah lama ditempati.
Sementara di tempat tinggal Brian dulu.
Suasana kota semakin mencengkam. Kekacauan terjadi dimana-mana. Masyarakat mulai tidak suka dengan pemerintahan yang sekarang ingin mengembangkan senjata biologis. Mereka semua saling bertengkar satu sama lain. Rumah-rumah berantakan anak kecil menangis berlarian di tengah kebakaran yang melanda. Kota kecil yang hanya di bumi penduduk beberapa ratus ribu itu mulai porak poranda. Senjata biologis itu terlihat sangat menakutkan semua heboh dengan berita yang ada. Beberapa orang marah-marah dengan menyalahkan semua yang terjadi.
Pemerintahan di sana tidak tahu apa yang dilakukan. Mereka tidak tahu senjata biologis apa. Sepertinya ada yang mencemarkan nama baik pemerintah membuat berita jika semua yang terjadi adakah salah pemerintah. Mereka sedang menyelidiki apa yang terjadi. Kekacauan masih tidak terhindarkan. Banyak sekali korban berjatuhan.
Banyak orang yang beranggapan ini adalah awal pembuatan senjata biologis untuk mengembangkan setiap orang menjadi Zombie. Ini hanya permulaan, tapi tidak banyak yang menantikan berita itu. Dan, memilih tinggal di rumah masing-asing mencari aman.
Beberapa relawan mereka mengatakan keselamatan anak kecil. Dan lansia. Semua dievakuasi di pindah ke kota terpencil. Di sana semua sudah disediakan. Dan, yang paling membuat heran di penginapan hanya ada rumah kecil sayu yang sudah terlihat rapuh. Rumah Aron mini terlihat sudah seperti lagi uang porak poranda di bagian depan. Sepertinya ada orang yang mencoba menyusup ke rumah itu.
Mereka membangun tempat evakuasi tepat di samping rumah Aron dulu. Mereka terkejut di tengah jauhnya kota ada rumah di sana. Sementara teman Brian. Alex berbeda. Dia sama sekali tidak keluar
"Alex sudah hampir dua hari berada di apartemennya. Dia tidak keluar sama sekali. Melihat keadaan di kota sangat kacau. Dirinya hanya bisa diam. Bersembunyi untuk beberapa hari. Dan, keluarganya yang tinggal jauh di kota. Dia punya rumah mewah tepat di tengah padang rumput dan dikelilingi pohon yang rindang. Mereka semua tinggal bebas di sana tanpa ada yang ganggu. Karena orang tuanya adalah orang penting. Mereka berada di sana menggunakan helikopter. Tanpa yang sangat jauh dari kota di tengah padang rumput.
Rumah yang sangat nyaman dengan pemandangan yang amat indah. Beberapa kali orang tuanya menelpon alex untuk segera pulang. Tetapi, tetap saja laki-laki itu keras kepala memil8h untuk tetap tinggal di apartemen miliknya. Bagi dirinya, ada hal yang harus dilakukan. Dia harus melindungi kota. Meski dirinya belum bisa terjun langsung ke kota.