"Semua sudah beres. Aku pergi! Jika masih ada gagal atau ada yang menolongnya. Itu bukan tanggung jawabku." ucap Angel, dia segera naik mobil. Seseorang sudah menunggunya dari tadi. Dan, Jack terus memantau dia dari jauh. Cara kerja yang tidak terlalu buruk. Tapi, ini belum selesai.
Semuanya akan selesai.Saat apa yang diinginkannya terwujud. Menciptakan kekacauan di kota.
"Pergilah! Aku akan transfer semua uang yang kamu inginkan. Sekarang, semua urusanku." kata Jack dari balik telponnya.
"Baik!" Angel mematikan telponnya. Tanpa mau beresiko panjang. Angel menggantikan sim card miliknya. Lalu, membuangnya di danau yang tak terlalu jauh dari mobilnya parkir. Tepat di sampingnya, dan berjarak 3 langkah kaki.
"Cepat pergi dari sini. Aku sudah tidak akan berurusan dengan dia lagi. Masih banyak yang harus dilakukan. Dengan uang sebanyak itu. Kita bisa pergi dan tinggalkan semua penelitian!" ucap Angel pada seseorang di sampingnya. Seorang dengan jubah hitam, dia membuka topeng yang menutupi wajahnya.
"Baiklah! Aku juga tidak mau berurusan lagi dengan mereka. Cukup! Dari pada terlibat masalah besar." kata seorang di sampingnya.
Laki-laki itu membuka jubah hitam yang menutupi tubuhnya. Dua merapikan rambutnya sejenak di depan cermin tepat di atasnya. "Sudah! Cepat pergi!" Angel mengacak-acak rambutnya kembali.
"Bentar! Aku masih mau menata rambutku."
"Cepat pergi atau aku gunting habis kepalamu." ancam Angel kesal.
"Iya.. Iya... Aku pergi!"
**
Disisi lain, Ayah Selly terus mencari anaknya. Dia berteriak memanggil namanya tidak ada jawaban sama sekali. Hingga dirinya bertemu dengan seseorang di jalan, kebetulan dia melihat mobil yang berhenti. Curiga jika Selly dan Aron di culik. Dia mengintip di dalam, balik gelapnya kaca mobil. Tetapi beberapa mobil yang berhenti tidak terlihat ada di sana.
"Hey.. Dasar gak waras. Apa yang kamu lakukan?" teriak si pemilik mobil.
"Pergi kamu!" gertak pemilik mobil yang ke dua.
Saya berjalan menemukan sebuah mobil ketiga. Dia melakukannya lagi tanpa jera meski di maki-maki. Bukannya dimarahin, tapi dia disiram air kemasan. Membuat tubuhnya dan wajahnya basah.
Ayah Selly hanya diam, dia sama sekali tidak marah. Karena memang yang dia lakukan salah. Tetapi dirinya terlalu panik mencari anaknya. Hingga dia bertemu satu mobil yang sekarang berhenti tepat di depannya. Seorang dari mobil itu keluar. Berlari menghampirinya.
"Ada apa?" tanya seorang laki-laki yang seumuran dengannya. Sepertinya tidak jauh beda umurnya.
"Aku mencari anakku." ucapnya.
"Baiklah, aku akan bantu kamu." ucap laki-laki itu.
"Tapi, sebelumnya. Kenalkan dulu aku Alex. Aku juga baru saja ke rumah temanku. Tetapi dia tidak ada di rumah. Jadi aku memutuskan untuk mencarinya. Apa kita mencari bersama." kata Alex.
"Boleh juga!" Ayah Selly terlihat penuh semangat. "Aku Zean. Kamu bisa panggil aku Zen.
"Oke..."
"Sekarang masuk ke dalam mobil." Alex segera masuk ke dalam mobilnya. Setelah Zen masuk, dia segera melaju perlahan menelusuri setiap jalan. Hingga pandangan matanya tertuju pada dua remaja yang tergeletak di taman.
"Siapa mereka?" tanya Alex. Dia perlahan memutar mobilnya ke seberang jalan.
"Sepertinya itu Selly." ucap Zen. Dia masih ingat baju anaknya yang dia pakai. Mekso bukan anak kandungnya. Dia merasa sudah seperti anak kandung. Karena memang dari lahir dia sendiri yang merawatnya.
"Dia anak kamu?" tanya Alex.
"Anak kakak aku. Tetapi dia meninggal saat melahirkan. Dan, suaminya tidak mau merawat dia saat kecil."
"Dari bayi kamu yang rawat?"
"Iya.."
Alex menghentikan mobilnya. Dengan cepatnya Zen keluar dari mobilnya. Berlari menghampiri Selly.
"Selly... Selly.. Bangun!" ucap Zen. Dia memeluk tubuh Selly.
Alex berjalan pelan menghampiri Zen. Dia menoleh ke belakang. Melihat sosok Aron yang juga tergeletak di sana.
"Cepat masukan dia dalam mobil." ucap Alex. Dia segera mengangkat tubuh Aron. Dan, Zen mengangkat Tubuh Selly. Dia meletakkan di jok belakang mobil.
"Kita pergi ke rumah sakit!"
"Iya.."
Mereka terlihat sangat buru-buru. Alex mengemudi dengan kecepatan tinggi. "Sepertinya ada yang ingin mengepalai mereka." ucap Alex.
"Bentar! Aku Akan coba hubungi dokter aku." Alex mengambil ponselnya. Meski tangan kiri masih fokus mengemudi mobilnya. Pandangan mata fokus pada jalan di depannya.
"Kita perlu bertemu sekarang. Di apartemen aku." ucap Alex. Memastikan ponselnya. Tanpa menunggu jawaban dari dokter pribadinya.
"Kamu bawa anak kamu ke rumah sakit. Aku yakin dia pasti tidak kenapa-napa." ucap Alex panik. Dia melirik ke belakang melihat Alex yang masih saja belum sadarkan dirinya.
Beberapa menit kemudian. Selly mengagetkan matanya. Dia perlahan mulai membuka matanya. Dengan tatapan mata tampak kosong. Dia terlihat menyesuaikan pandangan matanya yang masih terasa sedikit buram.
"Baiklah!" ucap Zen.
Sementara Alex terlihat cemas. Dia menggerakkan giginya. Memainkan jemari tangannya, mengetuk-ngetuk setir mobilnya. Memikirkan apa yang dikatakan temannya Brian. Dia sudah berjanji dengannya untuk merawat Aron. Meski dia juga harus mencari keberadaan Brian sekarang. Dia bahkan belum juga ditemukan. Masih hidup atau sudah meninggal dia juga tidak tahu.
"Ayah…" ucap Selly. Zen yang mendengarnya. Dia membuka matanya lebar. Pupil matanya semakin membesar. Dia menarik dua sudut bibirnya Mengukirkan senyumannya tipis di bibirnya.
Zen menoleh, menatap ke arah Selly. "Selly, kamu sudah sadar." ucap Zen. Dia tak kuasa menahan tangisnya. Saat dia bisa melihat jelas anaknya masih baik-baik saja.
Zen meriah tangan Selly. "Apa yang terjadi dengan kamu tadi?" tanya Zen.
Selly terdiam sejenak. Dia mulai kebingungan. Seolah pikirannya dia sekarang terasa kosong. Tidak ada memory sedikitpun di telinganya. Dia bahkan tidak mengenal laki-laki yang ada di sampingnya. Dia hanya mengenal Zen sebagai ayahnya. Selly melirik ke samping. Dia menakutkan kedua alisnya. Saat melihat sosok remaja laki-laki yang kini berada di sampingnya.
"Ayah siapa dia?" tanya Selly.
Zen mengerutkan keningnya bingung. Bahkan Alex yang berada di sampingnya juga kebingungan. Mekso dia tidak kenal Selly sebelumnya.
"Aku tanya padamu. Apa dia sebelumnya saling kenal?" tanya Alex.
Zen masih belum percaya apa yang terjadi dengan anaknya. Dia mengusap air mata yang masih membasahi pipinya dengan punggung tangannya. "Aku tidak tahu apa yang terjadi. Tapi, sepertinya aku tidak perlu ke rumah sakit. Aku ikut dengan kamu. Apa kamu mengijinkan?" tanya Zen.
"Baiklah!"
"Aku merasa ada yang aneh!" kata Alex.
"Aku juga. Diantisak pernah seperti ini sebelumnya. Bahkan, Selly sangat mengenal Aron. Kenapa sekarang dia jadi amnesia?" Berbagai pertanyaan muncul di kepala Zen dan Alex.
Mereka berdua saling menatap. Dengan tatapan bingung. Dan, bibir sedikit terbuka. "Bawa dia ke apartemenku." ucap Alex.
Alex mulai berpikir kenapa Selly bisa lupa ingatan. Sepertinya dia bukan target utama. Dan, sekarang Aron yang sedang mempertaruhkan nyawanya. Iya, Target dia adalah Aron. Tetapi Selly melihatnya. Dan, orang itu dengan menghapus ingatan Selly. Alex terus bergumam dalam hatinya. Dia mengemudi dengan kecepatan sedang. Saat memasuki kawasan apartemen miliknya.
"Sepertinya memang ada orang yang sengaja mengepalai mereka." kata Alex.
"Iya, aku merasa juga begitu. Aron target utamanya. Beberapa hari juga dia, selalu jadi target pembunuhan orang-orang aneh yang selalu datang dan pergi dari rumahnya."
"Mereka juga harus mengawasi rumah Aron." jelas Zen.
"Iya, aku tahu.. Dia yang aku cari dari tadi. Karena kakaknya sudah menitipkan dia padaku. Maka aku yang akan jaga dia. Meski hanya bisa dari jauh." jawab Alex.