Merasa lega

1170 Kata
Dua jam berlalu. Ella membawa Aron ke tempat yang aman. Mereka bahkan berkeliling ke kita yang tak jauh dari sana. Hanya memakan waktu perjalanan 1 jam dari rumah Aron. Ella yang semula ingin membawanya pergi Tetapi dia mengurungkan niatnya. Apalagi saat dia mengingat kembali tentang perjuangan dirinya bersama dengannya. Meski terkadang memang sedikit. Aron memang sangat baik. Hanya saja ada dia tidak terlihat baik di depan semua orang. "Kita sampai kapan di kita?" tanya Aron. Memecahkan keheningan di antara mereka. "Aku mau pulang dulu. Banyak yang harus aku ketahui di rumah itu. Sebelum banyak orang tahu." kata Aron. "Baiklah!" Ella menyalakan mesin mobilnya lagi. Dia bersiap untuk mengemudi, pergi dari tempat dia dari tadi parkir mobilnya. "Tapi, gimana kalau Kak Brian sudah kembali ke rumah. Lagian, mereka sekarang juga dikejar bawahan oleh orang tak dikenal." Aron menundukkan kepalanya. "Aku sangat yakin jika mereka pasti bisa lolos." ucap Ella sangat yakin. "Lagian, kamu tahu sendiri kemampuan mengemudi kakak kamu tadi saja sudah terlihat seperti apa. Dia bisa juga dalam banyak hal. Agen intelijen tidak gampang terbunuh begitu saja." Aron menundukkan kepalanya. Dia menarik bibirnya masuk ke dalam sela-sela giginya. "Kita balik saja ke tempat dimana kita berhenti. Kita tunggu Brian di sana." kata Ella. Dia masih fokus pada jalanan di depannya. Sesekali melirik ke arah Aron dari kaca atas kepalanya. Dia melihat Aron yang sama sekali tidak pernah tersenyum. Sepertinya senyuman itu mahal baginya. "Jika kamu ada masalah cerita saja." Ella memecahkan keheningan di antara mereka berdua. Aron mengangkat kepalanya. Dia mengerjapkan matanya bersamaan dengan kepala mengangguk. "Tenang saja!" ucap Aron. Sampai di tempat dimana mereka tadi berpisah. Ella memutuskan untuk menunggunya di sana. Sembari menatap sekelilingnya was-was. ** Sudah hampir setengah jam menunggu. Ella merasa begitu haus. Bahkan dirinya belum minum sama sekali dari tadi pagi. Tenggorokannya terasa sangat kering. Wanita itu berada di dalam mobil. Mengamati mobil yang ditumpangi Brian tadi dari dalam. Dia melirik ke arah spion mobilnya. Aron sudah berbaring di jok belakang. Tubuhnya yang terasa sangat lelah. Dia terpaksa membaringkan tubuhnya. Merasa sangat heran di dalam mobil. Ella melangkahkan kakinya keluar. Dia menyandarkan punggungnya di body mobil. Sembari melipat kedua tangannya. Sudah hampir setengah jam menunggu. Akhirnya, Mobil Brian datang. Dia bersama dengan temannya lagi menggunakan teman nya. Sosok yang dia tunggu keluar dari mobil. Berjalan ke arahnya. "Kalian dari mana saja?" tanya Ella. Dia sudah berdiri tepat di tempat yang sama. Dengan punggung mengantar di body mobil Brian. Ella menghentakkan kakinya. Berdiri tegap dengan tatapan kesalnya. "Ada beberapa orang yang mengincar kita tadi." ucap Brian. "Mobil kamu, lihatlah!" ucap Ella, dia menghela napasnya. Bersamaan sembari menutup kedua matanya sejenak. Merasa tak sanggup melihat mobil belakangnya. Bukanya melihat ke arah mobil. Brian mengerutkan keningnya. Pandangan matanya hanya tertuju pada luka di kening Ella. Cairan merah kental itu sudah mengering di keningnya. "Kamu kenapa?" tanya Aron. Dia melangkah semakin dekat. Mengangkat tangannya, jemari tangan perlahan memegang kening Ella. "Sakit?" tanya Brian. "Jelas sakit! Mana ada luka gak sakit. Untung saja aku bisa kabur. Tapi, maaf, jika mobil kamu juga ikut terluka juga. Bagian belakang sepertinya tak mulus lagi." jelas Ella. Kedua matanya terbuka, dia menatap tepat ke arah Brian yang ternyata masih di depannya. Sentuhan lembut Brian membius dirinya. Tanpa sepatah katapun keluar dari bibirnya. Kedua mata itu saling tertuju satu sama lain. "Apa yang kamu lakukan?" tanya Ella. Dia memegang telapak tangan Brian. Menurunkan tangannya yang terus menyentuh keningnya. Brian yang terpesona dengan kecantikan dan bibir tipisnya. Laki-laki itu segera menyadarkan dirinya dari lamunannya. Memalingkan wajahnya berlawanan arah. "Maaf!" kata Brian. "Iya. Tidak masalah!" jawab Ella. "Apa kamu kenal mereka?" tanya Brian. "Sepertinya mereka dari kalangan yang sama dengan kamu." "Jika aku kenal dengan mereka tidak mungkin juga mereka membuat aku terluka. Apalagi sampai mobil kamu jadi sasaran mereka." ucap Ella. Aron yang dari tadi tidur di dalam. Dia melangkahkan kakinya keluar dari mobil. "Sepertinya mereka dari asal yang sama." saut Alex yang melangkah keluar dari mobil. Berjalan ke arah Ella dan Brian yang masih berhadapan. Bersamaan dengan Aron yang keluar dari mobilnya. "Besok kalian akan aku minta kalian jangan keluar kemanapun. Dimana kalian tinggal. Segeralah pergi. Karena sekarang mereka menyatu. Siapapun musuh atau bukan sudah tahu semuanya." jelas Alex. "Peralatan mereka semua sudah canggih. Kita memang pintar dalam tak tik tetapi mereka jauh lebih pintar dalam segala senjata." lanjut Alex. "Iya, sepertinya aku harus menghilangkan jejak semuanya. Membakar semuanya. Mungkin itu perlu. Kau yakin mereka juga mengincar penelitian di rumah Aron . Tidak hanya itu, penelitian di rumah Aron. "Baik, sekarang kita berpisah disini. Aku akan kembali lagi nanti. Sekarang, aku akan cari tahu siapa dalang dari semuanya." kata Alex. Dia menepuk dua kali pundak Brian. Dijawab dengan gangguan kepala. Dan, senyuman tipis yang melayang padanya. "Hati-hati. Mereka semua masih mengincar kalian. Bahkan, mereka juga tidak segan melakukan hal lebih pada kamu." ucap Brian. Menepuk lengan Brian dua kali. Mereka segera kembali masuk ke dalam mobilnya sendiri-sendiri. Sudah merasa lelah setelah kejadian yang membuat mereka hampir saja kehilangan napasnya. Dalam hitungan menit mereka sampai di rumah milik Aron. "Kalian istirahatlah sekarang." pinta Aron. "Kamu Ella, bawa Aron kembali ke kamarnya. Aku mau melakukan tugaskan lagi." "Baiklah!" ucap Ella. Dia segera membawa Aron kembali ke dalam rumah. Sementara Brian, dia masih berada di luar. Mengamati sekelilingnya. Memastikan jika tidak ada orang yang mengikutinya di sana. Brian terus berjalan mencari hal yang mencurigakan baginya nanti. "Sepertinya mereka tidak ada disini." ucap Brian. Hampir 4 jam. Dia berada di luar. Bahkan hari sudah menjelang malam. Sebelum memastikan benar-benar aman. Dia bahkan tidak mau masuk ke dalam rumah itu. Kalau di tempat yang gersang dan tanpa tebing atau bahkan bangunan sama sekali. Tidak mungkin jika ada sniper di sana. Merasa sangat lelah Brian duduk di depan teras rumah. Dengan kaki ditekuk, wajah yang terlalu lelah itu terus mengamati sekelilingnya. Merasa benar-benar sangat lelah. Brian membaringkan tubuhnya di teras. Sembari mengatur nafasnya. Cklek... Suara pintu terbuka, seketika pandangan mata Brian melirik ke atas. Tanpa beranjak dari sana. Pandangan matanya menatap jelas sosok wanita yang berjalan ke arahnya. Dia duduk di sampingnya. "Kenapa kamu tidur disini?" tanya Ella. "Dimana Aron?" tanya Brian. Beranjak duduk. "Dia di dalam baca buku. Aku juga tidak paham buku apa yang dibaca olehnya." kata Ella. "Gimana kalian tadi bisa lolos dari mereka." Brian memulai pembicaraan lebih jauh. "Aku merasa kagum denganmu. Ternyata kamu juga mengajarkan anak remaja seperti dia untuk menembak?" kata Ella. Dia melayangkan senyuman tipis di wajahnya. "Di menembak dengan sangat tepat. Di saat gentingnya keadaan. Aku bahkan tak menyangka tembakan itu dipacu dengan kecepatan mobil ku. Dan, bahkan mobil di belakang yang mengejar tidak terus melaju lurus. Tapi dia bisa menyelesaikannya. Felingnya sangat tepat." jelas Ella. Dia menggerakkan kepalanya pelan, melirik ke arah Brian. Menepuk pundaknya, memberikan kedipan mata. "Jangan berlebihan, apa yang kau lakukan untuk dia. Hanya kasihan padanya. Sementara dia tidak punya siapa-siapa lagi. Banyak orang yang mengincar dia. Jika tidak dibekali dengan keahlian. Dia tidak akan bisa kabur." jelas Brian. "Meski aku tidak mungkin bisa terus bersama dengannya. Ada saatnya dia harus pergi untuk tugasnya." lanjut Brian. Membalas senyuman Ella.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN