Mencari sesuatu

1039 Kata
"Sialan apa yang harus aku lakukan sekarang." Alex terus berlari. Dia segera keluar dari ruang bawah tanah. Dengan cepat dua keluar menuju me gudang dimana dia tadi menemukan tempat rahasia itu. Dia terdiam sejenak. Dengan wajah yang terlihat panik. Pandangan matanya menatap sekelilingnya. Terpikirkan sebuah ide untuk menutup sementara tempat ini. Dia segera mengangkat meja yang terlihat sangat kotor. Membalikkan meja itu. Meskipun debu beterbangan tepat di wajahnya. "Ha.. Ha..Hachuu.." "Shitt... Kenapa aku harus bersin segala." gerutu Alex. Dia mengerutkan hidungnya. Segera mengambil bangku dan beberapa barang yang hampir semuanya penuh dengan debu. Wajahnya terasa sangat kotor. Bahkan tangannya terlihat menghitam penuh debu yang menempel. "Sepertinya wajahnya yang penuh dengan debu." gerutu Alex. Brakk! Braak! Brak! Suara sedotan dari bawah. Seketika mengejutkan Alex. Dia segera menumpuk beberapa bangku di atas meja. "Aku gak tahan lagi dengan debutnya." Alex menarik keras alisnya sedikit ke atas menutupi mulut dan hidungnya. "Setelah selesai, tak pedulikan gebrakan dari bawah tanah. Dia segera berjalan keluar. Dengan langkah penuh hati-hati. Alex melirik ke kanan dan ke kiri. Memastikan tidak ada orang di sana. Merasa sudah aman. Alex melangkah keluar. Menutup pintunya hati-hati. Tak lupa mengunci lagi pintunya rapat-rapat. "Apa yang kamu lakukan?" suara yang tak asing baginya. Seketika mengejutkan Alex yang hampir saja berjalan menjauh. Alex mengerutkan wajahnya. Sambil menghela nafasnya. Dia berusaha untuk tetap tenang. Alex perlahan menoleh ke belakang. Dan, benar John berada di belakangnya. "Aku tadi mencari seseorang yang sepertinya masuk ke gudang. Tapi, mungkin hanya perasaanku saja. Soalnya gudang juga terkunci." kata Alex mencoba mencari alasan. John menatap ke arah pintu gudang. Pandangan matanya tertuju pada gembok. "Iya, gudang itu memang sudah lama terkunci. Lagian kenapa juga kamu kesini. Disini tidak ada apa-apa." ucap John. "Lebih baik kita pergi dari sini." kata John. Alex menganggukan kepalanya. Dia segera melangkahkan kakinya pergi. Beriringan dengan john yang berjalan di sampingnya. Alex dan John memang beda jabatan. Tetapi mereka terlihat sangat akrab. tanpa pedulikan status mereka. Meski Alex berbeda pendapat dengannya. Dia tidak bisa menolak apa yang diperintahkan atasannya itu. Meski terkadang dia sempat membantu Brian untuk pelarian. Bagaimanapun juga Brian temannya yang selalu bantu dia saat kesusahan. Itu yang paling penting dan tidak bisa dia lupakan sama sekali. "Apa kamu tahu, kenapa gudang itu di kunci?" tanya Alex. Mencoba untuk mencari jawaban dari bibir John. Berharap depan jawaban pas untuk dirinya. "Aku juga tidak tahu. Bukannya gudang itu dikunci sebelum kita pindah markas disini. Kita bertugas melenceng dari tugas negara. Dan, kamu tahu sendiri. Jika aku harus mencari markas lagi untuk kita bisa membicarakan tugas kita." kata John menjelaskan. "Iya, aku tahu tentang itu. Aku juga tidak permasalahan tentang itu." kata Alex. "Hanya saja aku penasaran. kenapa tadi ada orang lewat tapi pintu di tutup." kata Alex. "Mungkin memang gedung itu angker kali ya. Makanya banyak sekali yang hilang jika dia melihat sesuatu yang masuk dari gudang itu. Kadang ada yang melihat seorang ada di dalam." jelas John. sembari terkekeh kecil tak percaya dengan itu semua.. "Lagian pikir saja gimana bisa ada orang masuk kedalam dengan keadaan pintu yang masih tertutup dengan gembok dari luar?" tanya John. Melirik ke arah Alex. "Siapa ayahku jika ada ruangan bawah tanah?" John tertawa kecil. "Hahaha.. Ruangan bawah tanah. Memangnya ada disini. Sepertinya tidak akan ada ruangan bawah tanah disini." kata John. "Kenapa?" tanya Alex bingung. "Tanah ini sangat rawan untuk lengsor. Jadi mereka tidak mungkin mereka membangun ruang bawah tanah." kata John. ** Di sisi lain Brian dan Aron masih mencari sesuatu. "Aron.. Kau pasti tahu dimana ayah kamu memberikan buku, kan?" tanya Brian. Dia segera mencari beberapa buku yang berantakan di luar. Rak yang semula tertata rapi saat Aron meninggalkan rumah itu beberapa minggu lalu. Kini terlihat sangat berantakan. Hanya karena wajahnya yang tak bisa dikendalikan. Wajahnya sangat memerah saat dia mengingat bagaimana orang tuanya mengurungnya. Meski tidak semuanya dia bisa ceritakan pada orang batu. Karena memang dia tidak ingin banyak orang yang kehidupannya. Dari yang bahagia sampai kehidupan yang membuat dia merasa terkurung dalam penjara. Aron berjalan dengan pandangan mata kosong. Wajahnya tertunduk ke bawah. Dia terus melangkahkan kakinya pelan mendekati Brian. "Aron..." panggil Brian. "Eh.. Iya, kak. Ada apa?" tanya Aron. "Apa kamu tidak mau pergi. Nanti aku cari buku yang sempat diberikan ayah kamu. Atau, mungkin terakhir kalinya." kata Brian. "Buku?" Aron mengerutkan keningnya. "Hanya buku tadi yang diberikan padanya. "Iya, tadi selain itu. Apa dia tidak memberikan bukunya lagi. Atau, dia memberikan catatan yang sengaja buat kamu belajar ilmu ini." tanya Brian. Dia melangkah mendekati Aron. Dengan badan tertunduk, dan kedua tangan memegang lengan Aron. Dia berusaha untuk membuat Aron mengingat lagi kehidupannya. Aron terdiam. Dia mencoba mengingat kembali apa yang diberikan ayahnya. Sebuah buku. "Buku.. Oh, ya! Aku tahu, dia memberi aku beberapa buku. Dengan tulisan sama seperti itu." kata Aron. Dia mulai mengingat kembali apa yang di berikan ayahnya. Brian melayangkan senyuman bahagia. "Kamu ingat dimana buku itu." tanya Brian antusias. Dia mencengkeram semakin erat lengan Aron. "Aku kenaruhnya dobrak buku. Lagian belum semua buku aku pelajari. Ada sebagian buku yang sudah k****a. Dan, aku sudah hafal beberapa buku." kata Aron. "Tapi, kalau buku sial ilmu kimia kata kamu tadi. Aku bahkan tidak pernah melihatnya sebelum itu. Aku juga tidak tahu bagaimana cara membaca tulisan itu." jelas Aron. Seolah memang dia tidak tahu apa-apa. "Oke, baiklah! Kita cari sama-sama. Apa kamu ingat bagaimana sampul depan buku itu?c tanya Brian. Dia mencoba berbicara lebih hati-hati dengan Aron. Apalagi saat melihat Aron marah dan mengeluarkan kekuatannya. Dua merasa begitu takut Bahkan tubuhnya juga bisa hancur jika berada di sampingnya saya dia marah. "Buku, itu berwarna coklat." ucap Aron. "Kamu yakin, kan?" tanya Brian. "Iya, aku sedikit yakin." ucap Aron. Dia mengerutkan keningnya. Mencoba mengingat kembali. "Beneran?" tanya Brian lagi. "Iya, sekarang aku sudah yakin. Sepertinya di rak pertama. Tapi..." Aron menghentikan ucapannya. Kedua bola matanya berkeliling melihat sekitarnya. Beberapa gak sudah berantakan hanya satu gak buku yang masih berdiri kokoh di samping dinding. "Baiklah, kita cari sama-sama. Siapa tahu ada petunjuk di sana." kata Brian. Dia melangkahkan kakinya melangkah lebih maju dan beranjak duduk di beberapa tumpukan buku. Dia beranjak duduk di atas tumpukan buku. Mencoba mencari buku yang sempat dia ingat-ingatannya. Meski terasa begitu samar salam ingatannya. "Apa gambar buku itu?" tanya Brian lagi. Dia ikut mencari barang-barang yang hilang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN