Satu minggu kemudian.
Alex melihat sebuah surat berada di bawah pintu rumahnya. Tapi disaat dirinya baru saja terbangun dari tidurnya. Dengan mata setengah terbuka. Dan, masih terasa lengket. Dia mengambil surat itu. Meletakkan di atas meja. Tidak langsung membukanya. Brian berjalan menuju ke dapur. Membuka kulkasnya untuk mencari air dingin. Setelah merasa lega, dan kedua matanya perlahan mulai terbuka lebar.
Brian kembali mengambil suratnya. Dia beranjak duduk di kursi ruang makan. Dengan kaki kiri di atas kursi.
"Siapa yang kirim surat ini?" tanya Brian pada dirinya sendiri. Dia membolak-balikan surat itu. Mencari nama pengirimnya. Tetapi percuma tidak ada sama sekali nama pengirimnya.
"Entahlah, sepertinya rahasia!" ucap Brian. Dia segera membuka surat itu kebar-lebat. Kedua matanya mulai fokus membaca tinta hitam di atas kertas putih dengan sangat teliti kalimat demi kalimat.
Keluarlah. Aku tunggu kamu di atas gedung dimana kita sempat bertemu. Aku akan memulai kerja sama denganmu. Uang yang pernah kamu bawa. Sekarang pasti sudah terpakai sebagian. Jadi, datanglah. Dan, segeralah memulai misi jamu saat ini. Jangan pernah lupakan apa yang terjadi. Karena ini akan jadi malam tragis nantinya. Bersiaplah, jika kamu tidak mau menepati janjimu. Maka ibumu yang masih koma. Lebih baik mati sekalian. Jangan harap kamu bisa hidup dengan tenang. Aku tunggu 2 jam lagi.
Setelah selesai telpon. Alex memegang kedua lengan tangan Aron yang entah sejak kapan tiba-tiba berdiri di depannya. Bahkan Alex tidak sadar akan hal itu.
"Kak.." sapa Aron. Spontan Brian mengangkat kepalanya perlahan. Dia mengerutkan alisnya. Saat dirinya, melihat jelas wajah Aron di depannya.
"Haisss... " Brian menarik tangannya kembali, hingga dia melompat hampir saja terjatuh dari kursi duduknya. Sembari mengusap dadanya berkali-kali. Brian mengeluarkan napas perlahan keluar perlahan dari sela-sela bibirnya.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Brian terkejut. Saat melihat Aron yang sudah di depannya.
"Apa yang kamu Brian lakukan? Terlalu serius?" tanya Aron.
"Brian, spontan mencengkeram surat itu. Dia mengepalnya hingga menjadikan gumpalan yang pas dengan genggaman tangannya. "Memangnya aku kenapa," tanya
"Apa yang terjadi hingga dia terlihat begitu menakutkan." Ucap Brian. Dia menghela napasnya.
"Lebih baik pergi saja dulu. Bersihkan badan." pinta Brian.
"Iya, aku udah semuanya kak.. Memangnya kakak gam melihat aku seperti apa sekarang."
Brian mengerutkan keningnya. Kedua matanya menyipit. Dia melihat dari ujung kaki sampai ujung kepalanya. Memang benar jika Aron sudah berpakaian sangat lengkap.
"Tumben sekali kamu bangun kesiangan. Padahal, biasanya kamu paling rajin bangun pagi, kak. Dan selalu bangunkan aku juga."
"Bentar! Aku siapkan makanan buat kamu." ucap Brian, dia beranjak dari duduknya. Dengan segera menyiapkan makanan meski hanya roti panggang selai seperti biasanya setiap pagi. Beberapa menit kemudian. Semuanya sudah selesai. Brian memberikan satu gelas s**u dan dua potong roti panggang. Dan, selai coklat dan stroberi di atas meja
"Aku letakkan disini." kata Brian.
"Iya.."
"Aku mandi dulu, kamu habiskan setelah itu kita berangkat sekolah!" kata Brian. Dia segera pergi meninggalkan Aron. Dengan wajah yang terlihat panik. Brian masih menyimpan kertas yang dicengkeramnya tadi.
"Sepertinya aku harus membuangnya ke dalam kloset. Itu jauh lebih baik. Tidak ada yang tahu." ucap Brian.
**
Setelah selesai bersiap. Aron juga sudah selesai sarapan. Mereka berangkat ke sekolah. Di pertengahan jalan, Brian merasa ada yang aneh. Dua mobil berwarna hitam berada di belakangnya. Mereka bahkan beriringan seolah bersiap untuk menghentikannya.
Brian mengatur napasnya. Dia mengangkat tangannya, melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Jarum jam menunjukan pukul 7.30. Brian sesekali melirik ke arah Aron, yang bahkan masih sibuk membaca buku.
"Aron, tutup saja dulu bukumu. Sekarang, aku harap kamu diam duku. Dan, pegangan handle di atas. Pakai, sabuk pengaman kamu kuat-kuat." ucap Brian.
Aron menutup bukunya. Di melirik ke arah Brian. Memincingkan salah satu matanya bingung. "Memangnya ada apa?" tanya Aron bingung.
"Ada sesuatu yang mencurigakan di belakang. Jika kamu tak percaya lihatlah ke belakang. Kamu lihat ada orang yang mencurigakan atau bawa senjata di dalam mobil hitam itu." kata Brian. Dia mempercepat laju mobilnya.
Aron menoleh ke belakang. Dia menyulitkan matanya. Kedua mata itu terlihat kebingungan. Saat melihat ada beberapa orang di dalam mobil. Semuanya memakai penutup wajah.
"Tidak ada yang aku kenali sama sekali." kata Aron.
"Mereka semua memakai penutup. Ada yang membawa senjata panjang. Ada, yang membawa sebuah benda bulat kecil di tangannya." ucap Aron menjelaskan secara detail. Dia kembali duduk, setelah selesai melihat semua.
"Benar, kataku! Sekarang, lebih baik cepat pegangan!" pinta Brian. Dalam satu Helaan napas. Dia mulai menambah kecepatannya di atas rata-rata. Mobil itu terus mengikutinya. Tak hanya itu, Brian sangat ahli mengendalikan mobilnya. Dia memutar mobilnya. Ciiittzz..
Suara decitan rem sangat keras. Mobil Brian berputar sembilan puluh derajat. Hingga bagian belakang membuat debu jalanan penuh menutupi bagian belakangnya.
Brakk...
Brian menerobos pagar kecil yang memang pembatas jalan dari arah yang berlawanan. Dia membawa mobilnya kembali ke arah dimana mereka pulang. Tetapi tak pulang ke rumahnya. Brian memutar setir mobilnya. Masuk ke dalam sebuah yang yang sangat sempit hanya cukup dilewati satu mobil.
"Dorr...."
Suara tembakan itu seolah peringatan bagi Brian untuk semakin cepat. Mereka sudah mulai menunjukan dirinya. Keluar dari gang, Brian menambah kecepatannya lagi, menaiki jalanan yang sedikit menanjak. Beberapa mobil terparkir di pinggir jalan. Brian melirik ke arah spion.
"Apa kalian mau aku tunjukan skill yang bagus." ucap Brian. Menarik sudut bibirnya tipis.
Brian terus menambah kecepatannya. Hingga dia hampir melintasi jalan kereta api. Spontan, Kereta datang begitu cepatnya. Brian menginjak rem, sangat kuat. Memutar mobilnya ke kanan. Dencitan itu terdengar begitu keras berdengung di telinga. Debu jalanan terlihat lebih tebal di belakangnya. Brian melirik lagi je belakang. Bukanya takut, dia menarik sudut bibirnya tipis.
Dan mulai menjalankan mobilnya lebih cepat. Dia ingin beradu kecepatan dengan kereta api yang ada di sampingnya. Kereta yang begitu 0anjang. Brian terus menambah kecepatannya. Bahkan di luar batas normal.
"Woy… Berhenti!"
Brian hanya tersenyum. Tangannya begitu pihaknya mengemudi dengan kecepatan tinggi. Berhasil berada tepat di samping kepala kereta api. Brian memang sedikit kecepatan mobilnya. Dia, menyeberang, memutar ban belakangnya lebih dulu ke belakang yang hampir saja ditabrak kereta itu. Jantung Aron terasa deg-dengan. Brian menghentikan mobilnya lebih dulu. Sembari menikmati kereta yang datang. Setelah beberapa detik. Mereka mengambil napas. Brian memutar mobilnya 90 derajat.
Segera malu dengan kecepatan tinggi untuk menghilangkan jejak dari mereka. "Akhirnya aku bisa tenang sekarang." ucap Aron. Dia memegang dadanya. Detak jantungnya berdebar sangat cepat. Hampir saja lepas dari kerangkanya. Mereka berdua sekarang his bernapas lega, setelah sudah terlalu jauh dari mereka. Brian belok ke sebuah yang komplek yang terbilang sangat padat. Dia masuk ke dalam, belok kanan dan kejar sesuai apa.yang ada dipikirannya sekarang.
Aron melirik ke belakang. Sudah tidak ada mobil yang mengikuti mereka.
"Sialan! Kita kehilangan jejak." ucap seorang yang sedang berada di dalam mobil. Sembari memukul setir mobilnya. Semuanya tampak kecewa. Tetapi berbeda dengan wanita yang di duduk di belakang. Dia terlihat begitu santainya. Tersenyum tipis.
"Jangan panik! Ada cara lain. Kalian tenang saja. Ini hanya permulaan untuk membuat dia panik sekarang." kata wanita itu. Dia bernama Angel wanita yang biasa menjadi panggilan seseorang untuk melakukan misi mengerikan.