Cenora masih bersandar ke tubuh Anastasius, ia terlalu merasa nyaman dengan kehangatan yang di salurkan oleh Anastasius. Berada cukup lama di suhu yang begitu dingin, membuat tubuhnya hampir membeku. Setidaknya suhu dingin juga membuat luka di kepalanya berhenti mengeluarkan darah serta memperlambat racun mengalir ke dalam darahnya.
Anastasius melihat semua luka yang ada di tubuh Cenora, dia kemudian mengalirkan energi penyembuh ke tubuh Cenora. Menutup setiap luka dan menghilangkan racun pada tubuh wanita itu. Kekuatan sihir penyembuhnya memang tidak sebaik Cenora, namun setidaknya itu sudah lebih dari cukup untuk membuat Cenora merasa lebih baik.
“Nora, maafkan aku.” Lirih Anastasius.
“Untuk apa meminta maaf? Kamu tidak melakukan salah.”
Anastasius mempererat pelukannya, “Aku terlalu lama menyelamatkanmu.”
Cenora tertawa kecil, “Dasar bodoh. Kau datang lebih lama pun juga tidak masalah.”
“Apa yang mereka lakukan kepada pakaianmu?”
Helaan nafas terdengar dari bibir Cenora, “Tidak banyak, hanya mencoba menodaiku.”
Bagaikan di tusuk oleh ribuan belati, dadanya langsung terasa sakit ketika mendengar Cenora mengatakan hal tersebut. Meskipun, Cenora berbicara dengan nada yang ringan seakan itu bukanlah suatu masalah yang besar untuknya. Namun, bagi Anastasius itu merupakan hal besar bila menyangkut harga diri seorang Cenora. Harga diri yang selalu akan selalu dihormati oleh Anastasius.
Anastasius menggertakan giginya seraya berujar pelan, “Apa kamu mau aku membunuh mereka?”
Cenora memukul pelan belakang kepala Anastasius, “Jangan berkata tak masuk akal. Noah adalah siluman yang setara dengan Axelia, kamu bisa mati.”
Ada hening sejenak sebelum akhirnya Anastasius membalas, “Nora, sejak aku ada di Tanah Dewa. Kekuatanku terus meningkat, apa kamu tahu mengapa?”
Mata Cenora kemudian langsung menatap ke arah wajah Anastasius. Dapat Anastasius lihat bahwa Cenora nampak enggan menjawab pertanyaan itu. Seakan dia sedang menyembunyikan sesuatu yang sulit untuk diungkapkan kepada Anastasius.
Keheningan mereka dipecahkan akibat ada suara Maulvi yang keluar dari batu kristal di dalam kantung Anastasius.
“Tuan, kami sudah berada di depan ruangan yang terdapat inti energi didalamnya.”
Anastasius segera mengambil batu kristal tersebut, kemudian berbicara, “Ada berapa penjaga yang menjaga ruangan tersebut?”
“Sekitar empat, Tuan. Dia diantaranya hanya siluman tingkat menengah.” Jawa Maulvi.
“Baiklah, tunggu sampai aku datang. Jangan melakukan apapun.” Perintah Anastasius.
Cenora mengambil batu kristal dari tangan Anastasius, kemudian memerintahkan hal lain, “Tidak, jangan menunggu tuan kalian. Bunuh semua penjaga tanpa tersisa, dan jangan membuat keributan.”
Maulvi menjawab dengan ragu, “Anda siapa? Dimana Tuanku?”
Anastasius menatap ke arah Cenora penuh pertanyaan, “Nora, bila mereka gegabah. Bukankah itu berbahaya?”
Tanpa menjawab pertanyaan Anastasius, Cenora berdiri dan berjalan menghampiri Jace dan Abel yang masih setia menunggu di pimtu kurungan. Cenora lantas menyibakkan rambut panjang milik Jace, hingga memperlihatkan keningnya.
Di atas permukaan kulit kening Jace, terdapat sebuah lambang pentagon berwarna merah menyala.
“Kalian merupakan anggota dari Pentagon bukan? Para petinggi ras siluman yang tinggal di Danau Perak.” Ujar Cenora.
Jace mengangguk, “Dulunya kami adalah bagian dari Pentagon. Namun, kami telah keluar akibat berkhianat dari Axelia dan dia yang kami tidak tahu.”
Cenora lantas menoleh ke arah Anastasius, “Lihatlah Anastasius, para pelayanmu bukanlah siluman yang lemah.”
“Tapi, Nona. Bagaimana anda bisa tahu?” Tanya Jace.
“Aku akan menjelaskannya nanti.”
Karena sekarang bukanlah saat yang tepat untuk berbicara panjang lebar disaat para siluman Danau Perak mungkin mengawasi gerakan mereka.
Cenora mengarahkan batu kristal itu ke hadapan Anastasius, “Katakan perintahmu, Asta. Tidak perlu ragu, mereka adalah senjatamu.”
Meskipun Anastasius masih nampak ragu, namun dia mempercayai Cenora, perhitungan wanita itu tidak pernah salah.
“Lakukan seperti yang dia perintahkan.” Pinta Anastasius.
“Seperti perintahmu, Tuanku.”
Setelah mendengar perkataan mereka. Anastasius menyampirkan mantel yang ia pakai ke tubuh Cenora, memastikan agar wanita itu tidak kedinginan serta merasa tidak nyaman akibat pakaiannya yang rusak. Meskipun pada kenyataannya, Cenora sama sekali tidak mempersalahkan semua itu. Namun, ia hanya tersenyum kecil melihat perlakuan Anastasius kepadanya.
Pemuda yang selama ini ia anggap sebagai anak kecil pada akhirnya sudah bertumbuh dewasa. Dan mampu menyelesaikan masalahnya tanpa bantuan Cenora.
Cenora melangkah melewati Jace serta Abel tanpa melirik ke arah mereka sedikitpun. Anastasius tidak menganggap perilakunya tidak sopan, dia memaklumi Cenora karena memang seperti itu tingkah lakunya terhadap orang yang baru ia kenal.
Mereka semua berjalan menelusuri lorong bawah tanah dalam diam, tidak ada yang membuka suara karena tidak ingin membuat ada penjaga yang mengetahui keberadaan mereka. Akan tetapi, Cenora bisa merasakan ada hal yang salah disini. Sebelum dia jatuh tidak sadarkan diri, setidaknya selalu ada empat sampai lima penjaga yang akan berlalu lalang didalam lorong. Entah untuk memastikan Cenora tidak kabur atau untuk mengawasi Cenora yang mungkin akan diselamatkan oleh Anastasius.
Kedua mata Cenora melirik ke segala arah seraya memfokuskan indra pendengarannya. Berusaha mencari adanya penjaga lain didalam ruangan bawah tanah. Namun, ruang bawah tanah ini seperti telah dikosongkan dan menyisakkan mereka saja.
Tapi, Cenora langsung menghentikan langkahnya tatkala mendengar suara aneh dibelakang mereka. Lebih seperti suara bebatuan yang runtuh.
“Ini jebakan.” Kata Cenora pelan.
“Apa?”
Anastasius menoleh ke arah belakang dan melihat langit – langit ruangan bawah tanah mulai runtuh hingga ke arah mereka.
“Lari!” Seru Anastasius.
Dia langsung menarik tangan Cenora, berlari berpacu dengan waktu untuk menghindari atap ruang bawah tanah yang runtuh. Awalnya mereka berusaha menghindari kerusakan yang terus mengejar mereka dari belakang, namun mereka langsung berhenti berlari tatkala keruntuhan juga berasal dari arah depan.
Mengepung mereka semua di tengah, bagaikan gerombolan tikus yang terjebak didalam kandang.
“Buat perisai, cepat!” Perintah Cenora kepada Anastasius.
Bertepatan dengan Anastasius yang membuat perisai di sekitar mereka, atap ruang bawah tanah dari atas mereka pun runtuh ke bawah. Menghantam perisai sihir itu dengan keras. Perisai milik Anastasius memang tidak sekokoh Cenora, tapi setidaknya sudah cukup kuat untuk menahan bobot bebatuan dalam beberapa saat.
Mereka telah dikepung oleh reruntuhan dari segala sisi, memaksa mereka untuk tetap tidak bergerak di tempatnya.
“Siluman bajingan.” Umpat Cenora.
Abel mengerutkan keningnya karena merasa terhina, “Tapi aku juga siluman.”
“Diam.” Kata Cenora dingin.
Abel langsung menundukan kepalanya karena takut melihat ekspresi Cenora yang seakan ingin membunuh siapapun yang mengganggunya.
“Hubungi pelayanmu yang berada di dekat Inti Energi.”
Anastasius, “Maulvi, Teona, Pedrosa. Bagaimana keadaan kalian disana?”
Tidak ada jawaban.
“Maulvi?”
Tidak ada yang menjawab pertanyaan Anastasius. Dan mereka sudah menebak apa yang telah terjadi kepada ketiga siluman itu. Ini semua pasti adalah jebakan dari Axelia yang sudah mengetahui kedatangan Anastasius dan siluman lainnya.
“Kita dijebak, Asta. Axelia atau Noah mungkin telah membunuh ketiga pelayanmu.”
Raut wajah Anastasius berubah kaku, “Mereka terbunuh?”
Cenora melirik ke arah Anastasius, “Hanya tebakan. Jangan terlalu memikirkannya. Sekarang pikirkanlah bagaimana cara agar kita bisa keluar dari sini.”
“Satu – satunya jalan adalah dengan menghancurkan reruntuhan diatas kita. Dengan begitu, kita bisa masuk kedalam kastil.” Ujar Jace.
“Lakukanlah.”
Tanpa berbicara kembali, Jace melakukan perintah Cenora. Di sekeliling tubuhnya di lingkupi oleh pusaran angin kencang. Anastasius menarik Cenora agar berlindung dibelakang tubuhnya, menggunakan perisai agar kekuatan Jace tidak mengenai mereka berdua.
Ketika Jace telah siap, Anastasius membuka perisai besar yang menahan bobot batu di sekitar mereka, memberikan jalan untuk Jace agar bisa memukul keras bebatuan diatas mereka. Jace mengerahkan memukulkan kepalan tangannya ke bebatuan tersebut, menghantarkan angin kencang sehingga bebatuan tersebut terpukul keatas. Membuka jalan bagi mereka supaya bisa keluar dari ruang bawah tanah.
Jace melingkupi tubuh yang lain dengan angin, kemudian mengangkat tubuh mereka hingga keluar dari ruang bawah tanah.
Begitu mereka keluar dari dalam ruang bawah tanah, hal pertama yang mereka lihat adalah segerombolan siluman yang tengah mengelilingi mereka didalam kastil.
Para siluman itu menatap mereka dengan aura membunuh yang sangat kental. Terlebih ketika para siluman melihat adanya sosok Jace dan Abel bersama mereka, dua sosok siluman yang telah mengkhianati ras mereka sendiri.
Cenora memperhatikan ke arah semua siluman tersebut, berusaha mencari sosok Axelia ataupun Noah diantara mereka. Namun, kedua sosok siluman tingkat tinggi itu tidak ada diantara gerombolan itu. Dan sepertinya semua siluman ini hanyalah siluman tingkat menengah atau rendah, tidak terlalu sulit untuk dilawan. Tapi tetap saja akan merepotkan.
Cenora, “Hei, pelayan Anastasius. Waktu kita tidak banyak, kita harus segera mematikan Inti Energi itu sebelum keadaan semakin tidak terkendali.
Apa kalian berdua bisa mengurus semua siluman ini sendirian?”
Abel mengambil pisau Odile dan Odette, kemudian memutarkannya di udara, “Tenang saja, serahkan pada kami.”
Namun, Jace menahan pundak Abel, “Biarkan aku melawan mereka sendirian.”
Anastasius memandang Jace dengan ragu, “Kamu yakin?”
Niceas tertarik dari sarungnya, Jace hanya mengangguk sebelum akhirnya mengayunkan pedangnya menuju gerombolan siluman tersebut. Membuka jalan bagi yang lain agar bisa pergi menuju ruangan Inti Energi.
“Berhati – hatilah.” Ucap Anastasius kemudian berlari melewati siluman itu.
Beberapa siluman berusaha mengejar mereka, namun Jace berdiri dibelakang tuannya, Niceas terhunus kedepan dengan bilah tajam yang bersinar tatkala terkena cahaya.
Pupil mata Jace memicing tajam, siap untuk memulai pertempuran besar. Sebagai seorang Pentagon, melawan beberapa siluman rendahan seperti mereka bukanlah suatu perkara sulit.
“Tidak ada yang bisa mengejar Tuanku, sebelum melewatiku.”
Lima siluman menghadang Jace, mengayunkan senjata mereka kepadanya. Dari arah atas, samping, bawah, maupun belakang. Tidak ada satu titik aman bagi Jace. Ia pun membuat pusaran angin di sekitar tubuhnya, menjadi pelindung agar tidak ada yang bisa menyentuhnya.
Tanpa prakata atau tanpa suara desingan pedang. Jace memutari mereka, menebas siapapun yang berada di dekatnya. Pertarungannya kali ini bukanlah mengenai keselamatan dirinya, melainkan keselamatan Anastasius yang tengah berlari di belakang Jace.
Bila, ia kalah di pertarungan ini. Maka dia tidak akan pernah bisa menampakkan wajahnya lagi dihadapan Tuannya dengan bangga.
•••
Kastil yang berdiri di atas Tanah Dewa ini merupakan pusat dari tempat ini. Axelia dan Noah menjadi pemimpin tertinggi serta pengawas di dalam kastil. Biasanya mereka merupakan siluman yang akan selalu mengawasi Inti Energi. Namun, kali ini tidak ada yang tahu dimana mereka sekarang. Keduanya seakan telah menghilang menyembunyikkan diri.
Membuat Anastasius dan Cenora harus lebih waspada dengan sekeliling mereka.
Cenora menarik Anastasius bersembunyi dibalik dinding tatkala mendengar adanya langkah kaki menuju ke arah mereka. Sepertinya ada sekitar belasan siluman yang tengah berlari.
“Abel, apa ruangannya masih jauh?” Tanya Anastasius.
Abel berbisik pelan, “Tidak, hanya butuh melewati satu kali persimpangan setelah itu sampai.”
Cenora, “Kalau begitu tak perlu bertarung. Kita hanya perlu menerobos mereka saja, kemudian menciptakan perisai penghalang di persimpangan jalan.”
Abel tersenyum mendengar saran Cenora, dia melompat – lompat kecil seraya memukul dadanya, “Serahkan padaku.”
Sebelum Anastasius bisa mengucapkan apapun, tubuh kecil Abel telah bertransformasi menjadi bentuk serigala biru raksasa. Tubuhnya begitu besar hingga hampir menyentuh langit – langit kastil. Dengan wajah serigalanya, Abel menyerigai hingga menampakkan dua taring runcing di ujung mulutnya.
“Tuanku, naiklah.”
Meskipun masih terkejut dengan perubahan sosok Abel, Anastasius hanya mengangguk kemudian menaiki tubuh Abel yang tengah berbaring agar memudahkan mereka menaiki badannya yang besar. Cenora bisa merasakan bulu halus menyapu kulitnya, dan hal itu membuatnya lebih nyaman duduk diatas sebuah hewan.
“Jalanlah.” Ujar Anastasius.
Abel kemudian berdiri, ia berlari di lorong kastil dan membuat para siluman yang sebelumnya hendak menyerbu mereka langsung terlihat pucat tatkala melihat monster yang begitu besar malah berlari ke arah mereka dengan kecepatan tinggi.
Para siluman itu langsung memutar arah menghindar dari Abel yang tidak memperdulikan seseorang ataupun barang yang terinjak oleh kakinya. Para siluman yang tidak sempat melarikan diri harus merasakan rasanya terinjak hingga membuat seluruh tulang di tubuh mereka patah.
Abel berlari menuju persimpangan koridor kastil, setiap gerakannya akan membuat Anastasius dan Cenora melompat ke udara apabila tidak berpengangan erat kepada bulu halus Abel. Hanya tinggal beberapa langkah kaki sebelum bisa mencapai ruangan yang akan mereka tuju, namun tatkala Abel berlari melewati persimpangan. Ada sebuah kekuatan yang mencegah kakinya untuk bergerak.
Membuat Anastasius dan Cenora langsung terlempar kedepan dari tubuh Abel akibat penghentian mendadak itu. Keduanya menghantam lantai kastil yang begitu keras, berguling beberapa kali sebelum akhirnya berhenti dalam keadaan wajah menghadap lantai.
Cenora berusaha mengangkat tubuhnya dengan kedua tangan, menggelengkan kepala perlahan untuk menghalau rasa pusing akibat terjatuh dari ketinggian yang begitu tinggi.
Ketika manik emas Cenora melihat pemandangan dihadapannya, kedua pupilnya langsung mengecil akibat terkejut. Dihadapannya, terdapat tiga siluman yang tergolek kaku diatas lantai dengan tubuh yang berlumuran darah. Mereka mungkin adalah pelayan Anastasius.
Cenora bisa melihat mereka masih bernafas, meskipun tubuh mereka telah terluka parah. Luka yang mungkin ditorehkan oleh siluman yang memiliki kekuatan lebih tinggi sehingga akan sulit untuk disembuhkan.
Ketika Cenora melihat ke arah sekelilingnya, ia menyadari bahwa dia telah berada didepan pintu besar sebuah ruangan yang mungkin adalah ruangan untuk menyimpan Inti Energi.
“Asta.” Panggil Cenora seraya berusaha mencari sosok Anastasius.
Cenora bisa melihat sosok Anastasius berada tidak terlalu jauh dari hadapannya. Namun, pemuda itu nampak kaku ketika melihat ketiga siluman yang ia perintahkan tengah tergolek kaku tak berdaya. Ada rasa bersalah yang langsung menghigapi perasaannya.
Seandainya dia tidak memerintahkan mereka untuk menyerang dahulu, mereka tidak akan seperti ini. Anastasius memukulkan kepalan tangan ke atas lantai, merasa kesal dengan dirinya yang selalu tidak bisa melindungi orang lain.
“Anastasius, kita semua dijebak. Ini semua bukan salahmu.” Ujar Cenora seraya berjalan menuju Anastasius yang masih tertunduk.
“Nora, aku.. Apa aku memang tidak ber—”
Cenora mengulurkan tangannya, memotong ucapan Anastasius yang menurutnya tidak penting, “Bangunlah. Semua akan baik – baik saja asal kau bersamaku.”
****
To Be Continued
13 Juli 2020