Anastasius hanya mampu terdiam tanpa mampu mengeluarkan satupun jawaban. Lidahnya terasa keluh, dan otaknya terus berputar mencari jawaban atas pertanyaan tersebut. Jika yang bisa menggunakan kekuatan di Tanah Dewa hanyalah orang – orang yang memiliki atau mendapatkan kekuatan dari dewa.
Lalu, bagaimana dengan Anastasius?
Dia tidak mungkin diberkahi kekuatan oleh para dewa. Anastasius hanyalah seorang gelandangan jalanan yang hidup dengan memakan makanan sisa serta tidur di emperan toko sebelum Cenora akhirnya mengasuhnya dan melimpahkan Anastasius dengan makanan hangat serta pakaian yang layak.
Tidak mungkin seorang gelandangan bisa mendapatkan berkah dari seorang Dewa, terlebih dia pun juga bukanlah seseorang yang begitu taat berdoa kepada para Dewa.
Seketika ia mengingat sesuatu yang sejak awal terasa aneh. Bila kekuatan Cenora saja bisa menghilang di Tanah Dewa, bagaimana mungkin kekuatan Anastasius malah terus meningkat secara signifikan, seperti ada pemacu untuk terus mencapai puncak.
Anastasius menelan ludahnya, “Apa bila seseorang memiliki kekuatan Dewa berada di Tanah Dewa, kekuatan mereka bisa meningkat?”
Mereka mengangguk secara serempak, “Tentu Tuanku, kekuatan mereka akan meningkat. Terlebih bila kekuatannya sedang dalam proses peningkatan.”
“Tuan Muda, apakah anda juga memiliki berkah dewa atau anda adalah Dewa itu sendiri?” Tanya seorang wanita berambut merah.
Anastasius ingin meneruskan pembicaraan ini. Namun, ia menyadari waktu terus berjalan dengan cepat. Masih ada Cenora yang harus segera Anastasius selamatkan. Setelah itu, dia bisa mendiskusikan hal ini dengan Cenora.
“Aku akan menjawabnya lain kali. Sekarang, apa kalian tahu cara agar tempat ini membuka segelnya agar kekuatan lain bisa kembali digunakan?” Tanya Anastasius.
Pria yang memiliki sisik di lehernya menjawab, “Tanah Dewa di jaga oleh sebuah inti energi yang terletak di kediaman para siluman tingkat tinggi di Danau Perak. Dan tentunya inti energi itu selalu dibawah pengawasan Axelia dan Noah.”
Anastasius berfikir sejenak, “Dimana tempat para siluman mengurung seseorang?”
“Tempat kurungan juga berada di kediaman siluman tingkat tinggi. Apa yang ingin anda lakukan disana?”
“Sekarang, perkenalkan nama kalian terlebih dahulu.”
“Ah nama?” Ujar wanita berambut merah seraya menatap Anastasius bingung.
Anastasius mengangguk, “Iya, nama. Apa ada masalah?”
“Tidak. Tidak. Hanya saja, bila kami menjadi pelayan. Nama kami tidak pernah penting.”
Karena biasanya, para siluman hanya digunakan sebagai mesin pembunuh dan senjata. Sehingga nama bukanlah perkara penting untuk mereka.
Anastasius tersenyum sehangat matahari, “Nama itu sangat penting. Bila kalian tidak memberi tahukan nama kalian, Bagaimana aku bisa memanggil kalian? Sekarang aku akan memperkenalkan namaku terlebih dahulu, namaku Anastasius Cirilo, siapa nama kalian?”
Mereka saling bertatapan dengan ragu, namun seorang siluman pria yang memiliki sisik ular di lehernya maju kehadapan Anastasius dan membungkuk sedikit, “Nama saya Jace. Saya adalah siluman ular tingkat tinggi. Saya memiliki senjata bernama ‘Pedang Niceas’.”
Kemudian disusul dengan wanita bersurai merah, matanya nampak berkilauan, “Saya Maulvi, siluman panda merah tingkat menengah. Senjata saya adalah ‘Kipas Obella’.”
Diantara mereka berlima, ada satu siluman yang memiliki tubuh paling pendek dari yang lainnya. Dia terlihat seperti anak kecil ditambah dengan senyum lebar yang menampakkan seluruh giginya.
Siluman itu meloncat ke hadapan Anastasius lalu memperkenalkan diri dengan intonasi tinggi, “Namaku Abel! Aku siluman Serigala Biru tingkat tinggi! Nama senjataku adalah ‘Pisau kembar Odette dan Odile’. Tuan muda, meskipun tubuhku kecil tapi aku bisa diandalkan! Aku pernah bertarung melawan Noah dulu dan aku hampir menang bila saja Axelia tidak menganggu pertandingan kami. Mungkin saja aku tidak bisa tumbuh tinggi karena kurang mengkonsumsi gula. Tapi tenang saja, Tuan Muda aku pasti akan rajin makan permen mulai hari ini agar bisa tu—”
Anastasius memotong perkataannya seraya tertawa kecil, “Cukup, Abel. Aku hanya kamu memperkenalkan diri secara singkat, bukannya bercerita.”
Jace langsung mendorong kepala Abel kebawah disertai dengan kepalanya yang menunduk, “Maafkan Abel, Tuanku. Dia memang masih seperti anak – anak.”
“Aku bukan anak – anak!”
Jace semakin menundukan kepala Abel lebih rendah, “Jaga ucapanmu dihadapan, Tuan Muda.”
Anastasius mengangkat tangan Jace dari kepala Abel, kemudian menepuk pelan kepalanya, “Tidak masalah. Ketika kita keluar dari sini, aku akan memberikanmu banyak permen.”
Abel mengangkat tangannya ke atas udara, “Hore! Permen!”
Anastasius kemudian mengalihkan pandangannya kepada dua siluman terakhir, “Bagaimana dengan kalian?”
Siluman wanita berambut hitam itu memperkenalkan diri secara singkat, “Teona. Siluman macan kumbang tingkat tinggi. Senjata ‘Tombak Leander’.”
Dan yang terakhir merupakan siluman berbadan kekar serta memiliki tanduk meliuk dikepalanya, persis seperti siluman yang telah bertarung dengan Anastasius sebelumnya.
“Nama saya Pedrosa. Saya merupakan siluman banteng tingkat tinggi, dan memegang senjata ‘Kapak Lysias’.”
Anastasius hendak mengucapkan sesuatu kepada Pedrosa, namun mengurungkannya. Prioritas utamanya sekarang adalah mencari Cenora dan hal itu harus segera dilakukan.
“Baiklah, aku akan membagi kalian menjadi dua bagian. Jace dan Abel ikut denganku, sedangkan sisanya cari lokasi pasti dari Inti Energi, awasi penjaganya dan jangan gegabah untuk menyerang. Tunggu saja aku datang.” Perintah Anastasius.
Pedrosa menyerahkan sebuah batu kristal kepada Anastasius, "Ini adalah batu yang bisa terhubung dengan batu lainnya. sehingga Tuan bisa berkomunikasi dengan kami, meskipun berjarak jauh."
Anastasius kemudian menerima Kristal tersebut seraya tersenyum, "Baiklah, kalian akan kuhubungi lewat benda ini."
Maulvi, “Kemana Tuan Muda akan pergi?”
“Menyelamatkan seseorang yang penting.”
•••
Anastasius melewati portal dimensi bersama dengan kelima siluman dibelakangnya. Setelah melewati portal tersebut, hal pertama yang bisa ia lihat adalah sebuah kastil besar yang di d******i oleh warna hitam, seakan bisa menyatu dengan malam karena warnanya yang begitu gelap.
Terlihat hanya ada beberapa penjaga di luar kastil tersebut. Mereka semua sedang berlalu lalang di sekitar pintu masuk, sehingga tidak mungkin mereka bisa melewati pintu utama. Mereka tentunya harus masuk melewati jalur lain yang lebih aman.
Anastasius mengangguk kepada yang lain, memberikan isyarat agar menjalankan tugas sesuai dengan yang susah Anastasius perintahkan. Pedrosa, Teona, dan Maulvi pergi terlebih dahulu. Mereka berjalan dibawah bayangan agar bisa terhindar dari para penjaga.
“Jace, Tunjukan jalan kepadaku.” Pinta Anastasius.
Jace hanya mengangguk kemudian berjalan di depam Anastasius. Menuntunnya menuju ke tempat kurungan para tahanan di tempat ini. Biasanya kurungan tahanan akan diletakkan di bagian bawa tanah kastil. Untuk sampai kebawah tanah, terdapat pintu lain di bagian belakang kastil yang biasanya sangat jarang terdapat penjaga.
Dibelakang Anastasius, abel melompat – lompat kecil dengan riang seraya memakan permen yang diberikan Anastasius kepadanya. Meskipun telah terendam air, permen itu masih bisa dimakan dan rasa manis masih tersisa sedikit.
“Abel, perhatikan perilakumu.” Ujar Jace yang langsung membuat Abel cemberut dan melangkah dengan normal.
Setelah berjalan di bagian tempat yang gelap. Mereka akhirnya bisa sampai ke bagian belakang kastil yang ditumbuhi banyak tanaman liar. Pintu menuju ruang bawah tanah telah tertutupi oleh tanaman rambat yang berduri, pintu ini memang bisa terbilang letaknya sangat tersembunyi. Sehingga akan jarang siluman lain mengetahui tempat ini.
Jace menarik Niceas dari sarung pedang yang bertengger di punggungnya. Tanpa membuang waktu, Jace menebas sulur tanaman yang seakan sudah terikat kuat kepada pintu. Tatkala sulur itu tertebas, pintu kayu yang menjadi pemghubung ke ruang bawah tanah pun ikut tertebas.
Keunggulan dari pedang milik Jace adalah, pedang itu tidak akan mengeluarkan bunyi meskipun telah menebas batu sekalipun. Dibalik pintu terlihat ada tangga yang memanjang kebawah. Jace memasuki tangga tersebut terlebih dahulu, kemudian diikuti oleh Anastasius serta Abel.
Penerangan di bawah tanah hanya berasal dari obor yang tergantung di sepanjang dinding, sehingga cahaya yang dihasilkan hanya sebatas cahaya temaram. Suhu di bawah tanah pun terasa lebih dingin dibanding diatas sana, terlebih dengan adanya mekanisme kurungan batu yang akan selalu merangkak turun suhunya.
Anastasius menjadi sedikit gusar, “Apa kurungan batu memiliki batas maksimal suhu akan menurun?”
Abel menjawab, “Ada! Sampai tahanannya beku, maka suhunya akan berhenti.”
“Setiap berapa waktu suhu akan menurun?”
Abel memegang keningnya untuk mengingat – ingat, “Setiap lima belas menit sekali.”
Kekhawatiran langsung memenuhi ruang didalam hati Anastasius. Dia dan Cenora setidaknya sudah berpisah selama dua jam. Bukan hal yang mustahil, bila Cenora bisa saja membeku didalam kurungan karena tidak memiliki sihir untuk melindungi dirinya dari suhu dingin.
“Kita harus cepat. Bunuh saja setiap penjaga yang melihat kita, jangan sampai membuang waktu lebih banyak lagi.” Anastasius berjalan menelusuri lorong ruang bawah tanah dengan cepat.
Ia mengamati setiap kurungan batu yang tidak memiliki penghuni. Sepertinya para siluman itu sedang tidak menahan siapapun selain Cenora.
Suara derap langkah kaki dan obrolan dua orang pria terdengar dari persimpangan lorong. Jace segera menarik Anastasius dan Abel agar melipir ke sisi dinding. Berusaha menghindari adanya pertikaian yang akan membuang waktu.
“Sayang sekali, Noah tidak bisa memakai wanita jalang itu.” Ujar seorang penjaga seraya tertawa.
Sial sekali. Padahal aku sangat ingin melihat apa yang ada di—”
Anastasius mengalirkan energi sihir dengan intensitas paling tinggi yang bisa ia keluarkan. Menghanguskan tubuh kedua penjaga itu dalam hitungan singkat, bahkan sebelum mereka bisa berteriak kesakitan tubuh mereka sudah menjadi abu yang mengotori jalan.
Kedua mata Anastasius menatap tajam ke arah abu mereka, “Makhluk rendahan, beraninya berkata kotor tentang Nora.”
Ia lantas meneruskan perjalanan dengan menginjak abu mereka. Kali ini, Anastasius telah dikuasai oleh amarah yang tidak bisa dia tahan. Wanita yang mereka bicarakan pastilah adalah Cenora, dan Anastasius tahu pasti ada hal buruk yang telah menimpa Cenora sebelumnya. Ia sangat kesal terhadap dirinya yang selalu gagal melindungi Cenora, bahkan disaat Cenora sedang berada di titik terendahnya.
Aura membunuh yang dikeluarkan oleh Anastasius sangat pekat, sampai membuat Jace dan Abel tidak berani mengeluarkan suara karena takut bisa menyinggung Tuan mereka.
Ketika mereka melewati persimpangan, Anastasius bisa melihat sosok Cenora yang tengah terbaring diatas lantai dengan darah yang mengalir dari kepalanya. Detak jantung Anastasius menjadi tidak karuan dan langsung melesat cepat ke depan pintu kurungan Cenora.
Anastasius menggertakan gigi ketika melihat keadaan Cenora yang buruk. Rambutnya terurai berantakan, bahkan lengan gaunnya sobek hingga menampakkan lengannya.
“Nora.” Panggil Anastasius seraya menahan amarah.
Jemari Cenora bergerak tatkala mendengar suara Anastasius. Rupanya dia sudah sadar sejak beberapa waktu yang lalu, namun karena tubuhnya terlalu lemas. Cenora hanya bisa berbaring diatas lantai seraya menahan dingin. Perlahan Cenora mengangkat kepalanya dan melirik ke arah Anastasius, bibirnya terlihat begitu pucat akibat terlalu lama berada di suhu udara yang dingin.
Cenora berusaha tersenyum kecil, ketika melihat Anastasius, “Bocah, ternyata kau bisa selamat.”
Anastasius menunduk dari balik kurungan, dia merasakan buliran air mata menuruni matanya dan membasahi pipinya.
“Kenapa menangis? Memangnya kau anak umur lima tahun.” Tukas Cenora.
Anastasius langsung mengusap air matanya kasar, “Aku merasa kesal dengan diriku sendiri. Kamu selalu melindungiku. Tapi, aku bahkan tidak pernah bisa melindungimu.”
Suara tawa yang parau kembali terdengar dari bibir Cenora, “Bodoh, sudah berulang kali aku katakan padamu. Aku ini tidak bisa mati, jadi tidak perlu melindungiku.”
“Sudahlah, jangan cengeng. Buka pintu kurungan dengan Elemental Stone ini.”
Cenora melemparkan Elemental Stone ke arah Anastasius agar kurungan ini bisa dibuka dari luar. Namun, ternyata ketika Elemental Stone itu terlempar, seperti ada perisai yang memantulkan Elemental stone tersebut kembali masuk kedalam kurungan. Sepertinya perisai itu adalah proteksi tambahan agar mencegah tahanan kabur.
“Sialan!” Maki Cenora kesal.
“Tidak apa, Nora. Kurungan ini masih bisa dibuka dengan paksa. Jace, hancurkan pintu kurungan batu ini.”
“Seperti perintahmu, Tuan.”
Jace menebas pintu masuk kurungan itu dengan menggunakan Niceas sekaligus menghancurkan perisai yang mengelilingi ruang kurungan. Cenora menatap Anastasius dengan heran.
“Aku hanya meninggalkanmu sebentar. Namun kamu sudah punya satu bawahan?”
“Sebenarnya ada lima.” Ujar Jace memberi tahu.
Ccnora langsung memberikan tatapan penuh pertanyaan kepada Anastasius, “Bocah, sebenarnya apa yang ka—”
Anastasius langsung memasuki kurungan tersebut dan memeluk Cenora dengan erat. Berusaha mengalirkan kehangatan agar membuat tubuh Cenora merasa lebih baik. Cenora yang akhirnya bisa merasakan rasa hangat setelah harus berjuang melawan suhu dingin langsung merilekskan tubuhnya. Ia membiarkan seluruh bobot tubuhnya disangga oleh tubuh Anastasius.
****
To Be Continued
12 Juli 2020