CHAPTER 13. API YANG MEMBAKAR JIWA

2257 Kata
    Gerombolan pria mendekati tempat Cenora meringkuk. Mereka menyerigai mengerikan dengan mata yang di tutupi oleh nafsu besar. Cenora mengintip ke belakang tubuh besar mereka dan mendapati ada beberapa siluman wanita yang sedang bersandar di dinding seraya menggigit apel, menghiraukan keberadaan Cenora yang mungkin saja akan dinodai oleh para pria.     Salah seorang siluman memegang tangan Cenora, menarik wanita itu untuk mendekatinya. Dengan cekatan, Cenora langsung memegang tangan siluman itu dengan tangan satunya. Kemudian memutar tangan yang hendak menodainya, suara keretakan tulang langsung terdengar memenuhi kesunyian.     “Jalang! Apa yang baru saja kau lakukan?!” Siluman itu memegangi tangannya yang baru saja dipatahkan oleh Cenora, dia memang bisa langsung menyembuhkan luka tersebut. Namun, baginya diperlakukan seperti itu oleh seorang wanita adalah sebuah penghinaan.     “Beraninya kamu melukai, Noah.” Cerik menarik helaian rambut Cenora kemudian membenturkan kepalanya ke dinding batu.     Cenora meringis kecil, darah mengalir dari kepalanya hingga ke pipi. Dia memandang tajam ke arah Cerik yang malah menatapnya seakan Cenora hanyalah seekor lalat. Nampaknya, Noah merupakan siluman yang menjadi pimpinan gerombolan pria menjijikan ini. Sehingga tindakan Cenora membuat yang lainnya murka.     Cenora meludahkan air liur ke wajah Cerik, “Aku sudah bilang kepada kalian, jangan beraninya menyentuhku.”     Cenora memegang tangan Cerik yang masih menarik rambutnya, ia menarik tangan itu kemudian membanting tubuh Cerik ke atas lantai. Hingga membuat lantai dibawahnya retak akibat terhantam bobot tubuh Cerik yang besar.     Tangan Cenora memegang darah yang menodai wajahnya, kemudian menatap para siluman itu dengan kesal, “Beraninya menodai wajahku.”     Cenora menendang perut Cerik dengan sekuat tenaga, melihat perlakuan Cenora langsung membuat siluman yang lainnya menyerang Cenora. Hanya dengan tidak memiliki kekuatan sihir, bukan berarti Cenora tidak mempunyai kemampuan bertarung.     Ia mengambil Fotia yang menggantung di pinggangnya. Meskipun tidak bisa mengeluarkan api, Fotia tetaplah senjata suci yang mematikan, tali cambuknya terbuat dari serat tajam yang bisa membuat tubuh terluka bila terkena pecutannya.     Cenora mengayunkan Fotia, memacut setiap tangan yang hendak menggapainya. Cerik bangkit dari lantai, ia hendak memukul perut Cenora. Namun, gerakannya terhambat karena Fotia berhasil melilit kakinya, Cenora menarik Fotia sehingga membuat Cerik kembali terjatuh ke tanah dan terseret hingga menabrak dinding dengan keras.     “Cukup!” Teriak Noah.     Seketika Cenora merasa seperti ada beban besar dipunggungnya. Dia langsung tersungkur ke tanah, Cenora berusaha untuk bangkit kembali. Namun, tubuhnya tidak kuat untuk menahan beban yang menahan tubuhnya. Cenora mengangkat wajahnya, mendapati wajah Noah yang tengah tersenyum puas, pria itu berjalan ke hadapan Cenora. Kemudian berlutut didepannya.     Tangan kanan Noah mengangkat dagu milik Cenora seraya mengelus kulit wajah Cenora, membuat wanita itu mendesis kesal.     “Seberapa kuat pun kamu. Tanpa kekuatan sihir, tetap saja kamu akan kalah.”     Noah memiliki kekuatan gravitasi yang besar, dimana dia akan membuat seseorang tidak bisa bergerak sama sekali karena tertahan oleh kekuatan gravitasi. Noah bahkan bisa membunuh seseorang dalam hitungan detik, dengan membuat seseorang tertarik gravitasi hingga tidak bisa bernafas.     Siluman yang telah menarik Cenora dan Anastasius kedalam Danau pun juga pasti adalah Noah.     “Kubilang jangan menyentuhku.” Kata Cenora dengan suara rendah seraya menatap tajam ke mata Noah.     Noah tertawa keras, “Mata ini. Kenapa sama sekali tidak pernah terpancar ketakutan di mata ini. Haruskah aku membuatmu buta?”     “Tapi, mata yang buta akan membuat wajah cantikmu terlihat buruk.” Lanjut Noah seraya mengelus pipi Cenora.     Cenora hendak menggelengkan kepalanya agar tangan itu berhenti menyentuhnya. Namun, tubuhnya sama sekali tidak bisa bergerak.     “Matamu yang akan kucongkel suatu saat.” Ujar Cenora.     “Kenapa harus semarah ini? Padahal aku hanya ingin mengajakmu bersenang – senang. Bukankah tubuh ini pasti sudah banyak dicicipi oleh para pria?” Noah mengelus leher Cenora kemudian turun hingga ke lengannya.     “Lepaskan tanganmu, b******n!” Seru Cenora.     Noah hanya menatapnya datar, kemudian kekuatan gravitasi yang menahan Cenora dilepaskan. Membuat tubuh wanita itu langsung merasa lemas dan terbaring di tanah, meskipun tubuh Cenora sudah bisa digerakkan. Namun, ia merasa sangat lemas.     Cenora menggigit bibir bawahnya, ini pasti adalah efek samping dari terkena kekuatan Noah. Orang akan merasa lemas karena terlalu lama tertarik oleh gravitas bumi, sehingga dibutuhkan adaptasi beberapa saat agar bisa bergerak normal.     Celaka.     “Pegangi wanita ini.”     Kedua orang pria memegangi lengan Cenora, menariknya keatas hingga membuatnya terduduk lemas. Noah dihadapannya hanya tersenyum penuh nafsu, dia kemudian hendak merobek gaun Cenora, akan tetapi Cenora berhasil menghindar sehingga hanya lengan gaunnya yang robek.     “Kamu benar – benar keras kepala!” Seru Noah kesal.     Noah mencekik leher Cenora dengan kuat, Cenora berusaha melepaskan tangannya dari siluman disampingnya, tapi ia tidak bisa.     “Bedebah.” Sinis Cenora.     Beberapa saat kemudian, Noah melepaskan tangannya. Cenora langsung mengambil nafas dengan cepat, lehernya terasa sedikit nyeri akibat kuku panjang milik Noah sempat menancap di kulit lehernya. Membuat leher jenjang Cenora terluka.     “Apa yang kalian lakukan?” Suara seorang wanita yang Cenora kenali terdengar dari balik punggung Noah.     Noah menoleh ke arah suara itu diikuti oleh siluman lainnya.     “Tidakkah kamu melihat, Laica? Kami sedang bersenang – senang.”     Laica melirik ke arah Cenora dengan penampilan rambut berantakan dan gaun yang sobek dilengannya. Tapi, tatapan wanita itu masih tajam seperti biasanya.     “Kalian tidak bisa menyentuh tahanan sembarangan.” Ujar Laica tanpa ekspresi.     “Siapa yang berkata begitu?” Ujar Noah tidak suka.     Laica memandang Noah dalam, “Dia. Dia yang mengatakannya.”     Mendengar itu, Noah langsung berdecih kesal, “Lepaskan dia. Kita pergi.”     Kedua siluman melepaskan lengan Cenora. Menyebabkan Cenora langsung terjatuh, dia melirik ke arah Noah dan gerombolan pria lain yang keluar dari kurungan batu dengan wajah kesal.     “Aku tidak menolongmu. Dia memang berkata demikian, tidak ada yang boleh menyentuhmu.” Ujar Laica.     Cenora berkata dengan pelan, “Siapa itu dia yang kau maksud?”     Laica keluar dari kurungan batu, kemudian kembali menguncinya, “Aku juga tidak tahu.”     Setelah mendengar perkataan Laica, kegelapan langsung menyambut pandangan Cenora. Sepertinya tubuh Cenora sudah mencapai batas untuk tetap tersadar, dia mungkin butuh beristirahat sejenak sebelum bisa kembali bertarung dengan para siluman sialan itu.     ••••     Anastasius menapaki tanah berbatu kering di kakinya. Sudah hampir setengah jam ia menelusuri tempat ini, tapi belum ada sesuatu yang bisa dia temukan selain sungai api atau gunung berapi.     Kemungkinan besar setiap dimensinya juga memiliki ruang tak terbatas seperti dimensi padang rumput sebelumnya. Jadi, seluruh tempat ini pun juga hanya berisikan pemandangan yang ia lihat sekarang.     Anastasius mengikuti sepanjang aliran sungai, awalnya ia hanya mengira bila sungai itu pasti tidak akan memiliki ujung. Namun, beberapa meter dihadapannya aliran sungai itu memasuki sebuah goa yang besar. Sebuah tempat yang baru Anastasius lihat setelah berkeliling di tempat ini.     Ketika Anastasius berjalan mendekati Goa tersebut, kedua telinganya mulai menangkap suara – suara asing yang terdengar samar.     “Tolong… Tolong kami…”     Anastasius menghentikan langkahnya, dia menoleh ke sekeliling arah untuk mendapatkan sosok yang merintih meminta pertolongan itu. Akan tetapi, dia tidak menemukan adanya orang lain di tempat ini selain dirinya sendiri.     “Tolong… siapapun..”     Kemudian Anastasius mengarahkan pandangannya ke arah Goa yang sudah tidak jauh dari hadapannya. Mungkinkah asal suara itu berasal dari dalam Goa.     Dengan penasaran Anastasius memasuki mulut Goa, dia melihat didalam Goa tersebut terdapat aliran sungai dengan sisi kanan dan kirinya merupakan tanah yang bisa di lewati seseorang. Aliran sungai tersebut nampak begitu panjang hingga masuk ke bagian Goa yang dalam dan lebih gelap.     Beruntung karena sungai lava itu mengeluarkan cahaya temaram, Anastasius masih bisa melihat didalam kegelapan. Anastasius memutuskan untuk mengikuti sumber suara yang sepertinya ada di bagian Goa yang lebih dalam.     “Dewa Xenos. Tolong kami…” Seseorang berkata seraya merintih kesakitan.     “Apa ada seseorang?” Tanya Anastasius, suaranya menciptakan gema berulang di dalam Goa.     Sejenak tidak terdengar suara balasan, namun beberapa saat kemudian suara permintaan tolong itu terdengar saling sahut menyahut dengan intonasi suara yang tinggi. Seperti ada belasan orang didalam sana, mereka semua berteriak seraya melolong meminta tolong.     “Tolong kami! Siapapun itu tolong kami!”     Anastasius menjadi ragu untuk terus melangkahkan kakinya kedepan, dia mempersiapkan energi listrik di kedua tangannya. Berjaga apabila akan ada sesuatu yang secara mendadak menyerang dari depan sana. Dihadapannya terdapat persimpangan jalan, sehingga dia tidak bisa tahu apa yang akan ada di balik persimpangan itu.     Namun, tatkala Anastasius berjalan melewati persimpangan tersebut. Dia begitu terkejut, karena ada banyak sosok yang mengapung didalam sungai lava. Mereka menggapai – gapai udara agar bisa tetap berada di permukaan. Namun, tubuh mereka tetap ingin tenggelam ke dalam air yang mendidih itu.     Situasi ini bagaikan pemandangan didalam neraka. Anastasius memundurkan kakinya ketika melihat kulit mereka meleleh hingga menyisakkan daging dan tulang belulang. Namun, tubuh mereka akan segera kembali seperti semula dan akan terbakar kembali. Siklus yang tidak akan pernah bisa berhenti selagi mereka tidak bisa keluar dari sana.     “Tolong! Kumohon!” Teriakkan seorang wanita memekikkan telinga Anastasius.     Anastasius tidak mengerti situasi yang ada dihadapannya, tapi ketika melihat pemandangan mengerikkan seperti itu. Kepalanya langsung terasa sakit, hingga dia harus berlutut diatas tanah karena tidak kuat menanggung rasa sakit itu. Nafasnya memburu dengan keringat yang membasahi seluruh tubuhnya.     Dia seakan bisa merasakan penderitaan mereka, tenggelam kedalam hawa panas yang bisa melelehkan tubuh. Rasanya sakit, sangat menyakitkan. Dan Anastasius mulai merasa kulitnya terbakar, membuatnya meringis sedikit.     Anastasius melihat ke permukaan kulit tangannya dan meraba ke seluruh tubuh untuk menemukan luka bakar, namun hasilnya nihil. Dia tidak menemukan satu luka pun, hanya kulit tubuhnya saja yang terasa begitu terbakar.     “Aku tidak terbakar?” Tanya Anastasius kepada dirinya sendiri.     Setelah berusaha keras menyadarkan diri bahwa dia tidak terluka. Rasa sakit di kepalanya mereda, Anastasius mulai bisa kembali bernafas normal. Dia menyeka keringat yang membasahi wajahnya, kemudian bangkit berdiri agar bisa melihat kumpulan orang yang tenggelam di sungai lava itu kembali.     Perlahan, Anastasius berjalan ke arah tepi sungai. Memperhatikan setiap detail kecil dari tubuh mereka, dapat dipastikan mereka semua bukanlah manusia melainkan siluman. Karena memiliki pupil mata kecil seperti para siluman, serta kekuatan penyembuh yang bisa mengembalikan tubuh mereka seperti semua, walaupun tubuh mereka telah hancur terbakar sebelumnya.     “Siapa kalian?” Tanya Anastasius.     “Kami adalah siluman penjaga di Danau Perak. Tolong selamatkan kami!”     Anastasius mengerutkan keningnya, merasa heran dengan informasi yang ia dapatkan. Bukankah para siluman penjaga itu bersekutu untuk membunuh para manusia, bagaimana bisa mereka malah menyiksa bangsa mereka sendiri seperti ini.     Anastasius menatap mereka, “Kenapa kalian bisa disini?”     “Kami menentang perintah dia! Kami mengkhianati dia! Sehingga dia menyiksa kami!”     “Dia? Dia siapa?”     “Tidak tahu. Kami tidak tahu, kumohon Tuan Muda, selamatkan kami. Kami sungguh tak tahan ada disini.” Seorang wanita menangis, namun tangisannya langsung berubah menjadi uap karena terkena panas.     Manik perak Anastasius memandang mereka dalam, “Apa yang bisa kalian berikan untukku, bila aku menyelamatkan kalian?”     Mereka semua mengangkat tangannya dihadapan Anastasius dan menangis parau, “Kami akan menjadi pengikut setia anda, Tuan Muda. Kami tidak akan pernah mengkhianati anda.”     Anastasius tersenyum cerah, “Baiklah. Aku akan menyelamatkan kalian.”     Mereka bisa terus tenggelam karena diakibatkan ada kekuatan sihir yang terus menarik mereka untuk tenggelam. Seperti ketika Anastasius terus tenggelam kedalam Danau, dan tidak bisa menggapai permukaan lagi.     Untuk mematahkan kutukan sihir, seseorang hanya harus menyerangnya dengan kekuatan sihir yang lebih besar. Sebenarnya, Anastasius juga tidak terlalu yakin kekuatan sihirnya akan cukup untuk melepaskan kutukan sihir yang menahan mereka tetap di tempatnya.     Namun, selama berada di dalam tempat ini. Dia bisa merasakan kekuatan sihirnya meningkat secara drastis, tubuhnya terasa jauh lebih ringan dan bahkan kontrol sihir pada Magis Edelsteinenya semakin mudah.     Tidak ada salahnya untuk mencoba.     Aliran energi sihir mengalir di seluruh tubuh Anastasius, kemudian merambat kedalam sungai lava. Ketika energi listriknya masuk kedalam sungai, para siluman itu juga akan ikut merasa kesakitan akibat adanya energi sihir yang saling bertabrakan, berusaha memperlihatkan sihir mana yang paling dominan.     Kutukan sihir itu sepertinya sudah di letakkan begitu lama, sehingga sudah mulai melemah dan tidak terlalu sulit untuk dipecahkan.     Kilat menyambar dari segala arah, menghujani sungai. Semua siluman itu berteriak kesakitan, mereka merasakan sakit yang melebihi sebelumnya. Tubuh mereka tidak hanya merasa panas, melainkan ikut terasa seperti sedang dicabik – cabik  atau dibelah.     Anastasius mengernyitkan keningnya, kutukan itu membuat perlawanan sehingga dia mulai kewalahan.     Manik perak Anastasius bersinar, tangannya mengarah ke arah sungai, “Meledaklah.”     BUM!     Suara ledakan keras terdengar dari bawah sungai, percikan lava panas keluar dari dalam sungai, hampir mengenai tubuh Anastasius bila saja pemuda itu tidak membuat perisai di sekeliling tubuhnya.     Kutukan berhasil di cabut, Anastasius menghela nafasnya lega. Karena, berhasil mencabut kutukan tersebut, bagaimana pun juga dia tidak bisa mengingkari janji yang telah ia lontarkan dari mulutnya.     Energi yang menahan para siluman itu menghilang, mereka akhirnya bisa bergerak dengan lebih leluasa. Dengan gembira, semua siluman itu berenang menuju ke tepi sungai secara gesit dan naik ke permukaan dengan perasaan yang sangat gembira.     Semua siluman itu tiada henti meloncat kegirangan dan memeluk satu sama lain, menurut mereka Anastasius bagaikan seorang Dewa yang telah menolong mereka dari penyiksaan.     “Terima kasih banyak, Tuan Muda.” Seorang siluman pria menangis dan bersujud dihadapan Anastasius.     “Terima kasih!” Mereka semua ikut bersujud dihadapan Anastasius, berusaha menyampaikan perasaan berterima kasih begitu dalam. Setelah diperhatikan lebih seksama, mereka hanya berjumlah lima orang. Tiga siluman pria dan dua wanita, mereka semua tidak berbusana. Karena pasti pakaian mereka telah hangus terbakar.     Anastasius, “Bangunlah, jangan bersujud dihadapanku.”     “Tapi, Tuan Muda. Anda adalah tuan kami, kami tidak berani berdiri sejajar dengan anda.”     Kesetiaan siluman memang tidak bisa di goyahkan. Sekali mereka memiliki seorang Tuan, mereka tidak akan pernah berpindah ke Tuan yang lain. Selamanya akan setia kepada tian mereka, karena hal itulah Anastasius mau menyelamatkan mereka. Dia tentu membutuhkan senjata untuk memperkuat dirinya disini, dan mereka adalah senjata yang ia butuhkan.     Meskipun, tentu saja Anastasius tidak terbiasa diperlakukan seperti ini. Dia hanya tidak menyukai bila ia terlihat lebih tinggi dibandingkan orang lain.     “Bangunlah. Kalian tidak perlu seperti ini.”     “Tapi, tu—”     “Ini perintah pertamaku, bangunlah.” Perintah Anastasius tak bisa diganggu gugat.     Mereka semua saling bertatapan dengan ragu, namun kemudian bangkit berdiri dengan pandangan tertunduk.     Anastasius memalingkan wajahnya, dan menutup kedua matanya dengan telapak tangan, “Bisakah kalian berpakaian terlebih dahulu.”     Siluman wanita yang berdiri tidak jauh dari Anastasius pun merasa malu, “Ah, iya. Maaf, Tuanku.”     Mereka kemudian memakai pakaian dengan menggunakan sihirnya, “Silahkan buka mata anda, Tuan.”     Anastasius membuka matanya kembali, dan tersenyum, “Begini lebih baik.”     “Apa yang bisa kami lakukan untuk anda, Tuan Muda.”     Anastasius menatap mereka satu persatu seraya berfikir sejenak, “Katakan padaku, tempat apa ini?”     Mereka menatap Anastasius heran, “Anda, tidak tahu, Tuan?”     “Apa aku akan bertanya, bila aku tahu?” Balas Anastasius sarkastik.     “Tempat ini bernama ‘Tanah Dewa’, memiliki banyak pintu dimensi didalamnya, sehingga tempat ini tidak akan pernah memiliki akhir. Didalam Tanah Dewa tidak akan ada kekuatan lain yang bisa digunakan selain kekuatan Dewa. Kekuatan kami berasal dari kekuatan Dewa Xenos, sehingga tidak akan menjadi masalah.     Tuanku, bagaimana dengan anda?”     ****     To Be Continued
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN