CHAPTER 12. PORTAL DIMENSI

2207 Kata
Cenora menyandarkan tubuhnya ke dinding, kemudian menatap luka yang masih mengeluarkan darah. Luka di kakinya semakin memburuk, anak panah itu harus segera dicabut apabila ia tidak ingin lukanya mulai membusuk. Seraya menahan nafas, tangan Cenora menarik anak panah dari kakinya dengan perlahan. Ini bukanlah anak panah biasa, anak panah ini juga merupakan salah satu anak panah dari senjata suci, rasa sakit yang diterima tentu saja berkali lipat dibanding dengan senjata biasa. Ketika anak panah itu berhasil dicabut, Cenora langsung membuang nafasnya. Ia meringis kecil dengan nafas tak teratur akibat menahan rasa perih yang sangat ketara di kaki. Karena, sihirnya tidak bisa digunakan, tubuhnya juga tidak bisa menyembuhkan luka atau memberikan kekebalan terhadap rasa sakit. Cenora mendecih, “Siluman sialan.” Ia merobek gaun bawahnya, lalu melilit kuat luka di kaki dengan kain sobekan tersebut. Cenora menggigit bibir bawahnya dan menatap ke arah langit tempat kurungan. ini hanya luka tusukan kecil, tapi mengapa rasanya begitu menyakitkan hingga membuat Cenora kesulitan bernafas. “Panah itu akan membuatmu sangat kesakitan.” Suara seorang wanita terdengar dari luar kurungan batu. Cenora langsung menegakkan kepalanya, mendapati sosok siluman yang tengah memandangi anak panah yang terletak di sebelah Cenora. “Senjata ini milikmu?” Siluman itu tersenyum, “Aku yang menembakkannya.” “Sebaiknya kamu jangan banyak bergerak. Lebih baik lagi, bila tidak bergerak sama sekali.” Lanjutnya. Cenora melihat ke arah lukanya, kemudian melirik anak panah yang terbuat dari besi disampingnya, “Panah ini beracun?” “Kamu akan mati dalam waktu dua jam. Semakin banyak bergerak, semakin cepat.” Cenora tertawa kecil, “Aku tidak bisa mati.” “Aku tahu.” Siluman itu berkata, “Aku pernah melihat pertarunganmu dengan Eireen. Kenapa kamu tidak bisa mati?” “Haruskah aku menjawab?” Siluman itu menatap Cenora tanpa mengubah ekspresinya, “Tidak.” “Kenapa sihirku tidak muncul di tempat ini?” Tanya Cenora. Siluman itu berjalan mengitari kurungan Cenora, “Karena, ini adalah tanah dewa. Kekuatan lain yang tidak berasal dari kekuatan dewa akan menjadi tiada. Bahkan bisa saja tubuh mereka menjadi hancur akibat terlalu lama disini.” Cenora sekarang mulai paham, ia pernah mendengar kisah tentang ‘tanah dewa’, tempat yang ternyata berada dibawah Danau Perak ini merupakan tempat paling sakral untuk para dewa. Semua yang tidak suci akan menjadi tiada. Kekuatan sebesar apapun akan ditaklukan bila masuk kedalam Tanah Dewa. Karena itulah, banyak yang ingin mencari tempat ini, entah untuk membunuh seseorang atau mungkin menghancurkan tempat ini. Siapa yang menyangka bila tanah dewa berada dibawah Danau perak. Para siluman penjaga mendapatkan kekuatan mereka dari Dewa Xenos, sehingga kekuatan mereka tidak akan ditiadakan disini. “Sekumpulan mayat yang digantung didalam Hutan Egda. Tubuh mereka hancur, karena diseret kedalam Tanah Dewa?” Siluman itu mengangguk, “Seperti kata Axelia, mereka muak harus menunggu melawan manusia sehingga bisa terbebas dari tempat ini. Jadi, mereka mulai melakukan hal itu agar bisa segera bebas.” Cenora menoleh ke arahnya, memandangnya dengan heran, “Mereka? Bagaimana denganmu?” “Entahlah, aku belum memutuskan.” Balasnya. “Apa dengan membunuh manusia, kalian bisa bebas?” tanya Cenora. “Tidak.” siluman itu melanjutkan, “Manusia hanyalah pancingan agar siluman penjaga bisa meningkatkan nafsu pembunuhnya. Seseorang yang harus dibunuh sebenarnya baru datang sekarang. Diantara temanmu atau dirimu, menurutmu siapa yang harus mati?” Cenora tersenyum mengejek, “Tidak ada yang mati. Karena, aku dan Anastasius tidak semudah itu untuk dibunuh.” •••• Anastasius telah berjalan cukup lama, berusaha untuk mencari daerah yang berbeda dari padang rumput. Ia merasa begitu tertekan, terlalu waspada dengan apa yang ada disekitarnya. Ia hanya sudah terlalu lelah berlarian dari satu tempat ke tempat lainnya seraya memikirkan keadaan Cenora yang menghilang entah kemana. Beberapa saat kemudian, Anastasius menjatuhkan dirinya ke permukaan rumput. Kakinya sudah tak kuasa untuk bergerak lebih lanjut. Apa yang harus dia lakukan seorang diri? Anastasius memandang ke arah langit yang berupa air danau. Ia tahu sepertinya ada banyak dimensi di dalam tempat yang sekarang ia singgahi ini sehingga tidak ada batasan sejauh apapun seseorang berlari. Bila memang seperti itu, artinya didalam tempat ini memang hanyalah padang rumput biasa, tidak mungkin inti energi terdapat didalam dimensi yang ini. Kemungkinan besar inti energi itu ada dimensi yang berbeda, bisa jadi ada didalam dimensi tempat Cenora di kurung. Tapi bagaimana cara Anastasius untuk pergi ke dimensi lainnya? Membuka pintu portal menuju dimensi lain haruslah menggunakan kekuatan sihir, dan energi sihir tidak berfungsi di tempat ini. Baru beberapa saat Anastasius berbaring untuk istirahat. Dia bisa merasakan kehadiran seseorang yang sedang berjalan mendekatinya. Anastasius langsung bangkit berdiri dengan waspada, ia mampu merasakan aura berat yang semakin mendekat. Apa itu siluman lain? Anastasius tidak bisa berlari lebih jauh lagi. Bukan karena dia kelelahan, tapi memang sejauh apapun dia berlari. Siluman itu pasti akan bisa menangkapnya dengan mudah, tidak ada pilihan selain mencoba melawannya. Manik perak Anastasius menangkap sosok siluman yang memiliki dua tanduk runcing yang meliuk diatas kepalanya. Sosok siluman itu terlihat begitu tangguh dengan badan yang kekar dan besar. Meskipun begitu, Anastasius tidak boleh gentar ataupun takut. Dia tidak bisa mati disini, masih ada Cenora yang terjebak bersama para siluman lain. Dia harus melakukan sesuatu bila tidak ingin berakhir dengan kematian mereka berdua. “Siapa kamu?” Tanya Anastasius tajam. Sosok itu tidak berbicara, namun malah melemparkan kapak besar ke arah Anastasius, dengan reflek Anastasius bisa menghindar beberapa detik sebelum kapak itu mengenai tubuhnya. Siluman itu berlari cepat, memusatkan pandangannya hanya kepada Anastasius seperti hendak mencabik – cabik tubuh Anastasius hingga tak bersisa. Anastasius hanya membuang nafas kasar, lalu berusaha menahan rasa sakit ditubuhnya agar tetap bergerak untuk menghindar. “Apa sebenarnya mau kalian!” Teriak Anastasius kesal. Dia kesal dengan semua keadaan ini, dia tidak mengerti mengapa mereka semua mengejar Anastasius untuk membunuhnya. Dia bahkan belum pernah menemui mereka atau datang ke Danau Perak. Siluman besar itu mengangkat kapak besarnya hingga melewati kepala, kemudian mengejar Anastasius, “Mengambil nyawamu!” Anastasius menghindari senjata itu dengan menjatuhkan dirinya ke atas permukaan tanah kemudian berguling untuk menghindar. Sebelum kapak itu bisa tercabut dari tanah. Dengan cepat Anastasius berlari memutari siluman itu, menuju ke punggungnya kemudian memukul punggul besar itu dengan sekuat tenaga. Ketika tangan Anastasius bertemu dengan punggung siluman itu, ada percikan listrik besar yang turut keluar. Membuat siluman itu terpelanting jauh kedepan. Kedua mata Anastasius langsung terbelalak kaget, tidak menyangka kekuatannya bisa dikeluarkan. Seketika ia baru menyadari sesuatu, Anastasius hanya tahu tempat ini tidak bisa mengeluarkan energi sihir hanya karena Cenora berkata demikian. Namun, dia sendiri pun belum mencobanya. Ketika Anastasius dan Cenora terjatuh dari atas langit dan menabrak permukaan tanah dengan keras. Anastasius tidak terlalu merasakan sakit, seperti ada kekuatan sihir yang masih melindungi tubuhnya. Apakah sihir Anastasius masih bisa digunakan? Sosok siluman itu menggertakan giginya, “Kamu! Bagaimana bisa?” Anastasius merenggangkan setiap persendian tubuhnya, melenturkan otot yang terasa kaku sebelumnya. Dia sekarang merasa kekuatannya terasa lebih stabil dibanding saat melawan Axelia. Dengan begitu pun, dia bisa menyembuhkan semua luka yang ada ditubuhnya dengan cepat. Semangat mulai muncul kembali dari dalam dirinya, serasa seperti hormon adrenalinnya bertambah begitu pesat. Anastasius mengambil nafas perlahan, kemudian mengalirkan energi sihirnya ke seluruh tubuh. Dia bergerak dengan cepat, melebihi kecepatan cahaya sehingga siluman itu bahkan sama sekali tidak bisa melihat gerakan Anastasius. Berbeda dengan Axelia, siluman itu nampaknya bukanlah siluman tingkat tinggi dan memiliki kecepatan yang lamban. Mungkin Axelia memang terlalu meremehkannya. Tanpa membuang waktu banyak, Anastasius memukul tubuh siluman itu tanpa henti dalam waktu seperkian detik. “Sialan! Dimana ka—” Anastasius memukul wajah siluman itu, bahkan sebelum siluman itu mampu meneruskan bicaranya. Anastasius memang sedang menyalurkan segala emosi yang melanda di hatinya sekarang, dan sepertinya kini emosinya sudah tidak bisa terbendung hingga meledak – ledak. Menjadi pemicu Magis Edelsteine nya berpacu lebih kuat. “Katakan padaku, dimana Cenora?” Anastasius menendang perut siluman itu dengan sangat kuat, membuat siluman itu langsung berlutut seraya memuntahkan darah segar dari mulutnya. Dia merasa seperti harga dirinya sedang direndahkan oleh seorang anak kecil yang telah ia anggap remeh itu. Bagaimana mungkin siluman penjaga sepertinya bisa dikalahkan dengan mudah seperti ini. Siluman itu kemudin meludahkan darah ke wajah Anastasius. “b******n. Beraninya memerintahku.” Namun, ia langsung merasa sangat terancam tatkala manik perak dimata Anastasius seakan memancarkan aura membunuh yang sangat pekat. Anastasius menarik tanduk siluman itu, sehingga membuatnya mendongak keatas, “Buka portal dimensinya. Atau kupatahkan lehermu.” Siluman itu mendesis, “Tidak a—” Crass. “Aaaaaaaaaa.” Suara teriakan siluman itu terdengar keras tatkala Anastasius mematahkan satu tanduknya. Mencabutnya dari kepala hingga membuat kulit kepalanya berdarah. Kemudian Anastasius memegang tanduk satunya seraya menatapnya tajam. “Buka.” Tanduk pada beberapa siluman merupakan sumber kekuatan mereka, apabila ada tanduk yang patah atau rusak. Maka kekuatan mereka akan menurun drastis, bila keduanya dipatahkan. Maka bukan tidak mungkin siluman itu akan kehilangan seluruh kekuatan mereka atau bisa mati. Dan mencabut sebuah tanduk dari siluman bukanlah hal yang bisa dilakukan oleh orang yang memiliki tingkat sihir rendahan. “Siapa kamu sebenarnya?” Tanya siluman itu. Anastasius menyerigai kecil, “Orang yang akan membunuhmu.” Sebelum Anastasius bisa mencabut tanduk yang satunya lagi, Siluman itu langsung memegangi kaki Anastasius seraya memohon ampunan. “Maafkan saya. Maafkan saya, tolong jangan bunuh saya. Saya akan membuka pintu portal untuk anda.” Siluman itu menjentikkan jari kanannya, sebuah portal bulat kemudian langsung muncul disamping Anastasius. Melihat hal tersebut, Anastasius melepaskan tangannya dari tanduk siluman itu. “Terima kasih. Terima kas—” Anastasius mengalirkan kekuatan listrik yang sangat besar ke tubuh besar siluman itu. Menyetrumnya hingga membuat tubuh siluman menjadi serpihan abu bahkan sebelum siluman itu menyadari dirinya telah terbunuh. Anastasius tertawa kecil, “Aku tidak bilang, tidak akan membunuhmu.” Anastasius kemudian melangkah masuk kedalam pintu portal tersebut. Ia melihat banyak cahaya ketika melangkah masuk kedalam portal, mungkin itu adalah efek yang akan dia rasakan ketika berpindah dimensi. Ketika sudah memasuki dimensi lain, yang ia lihat adalah sebuah wilayah bagaikan neraka. Permukaan tanahnya berupa tanah kering akibat terpapar suhu yang mungkin bisa mencapai lima puluh derajat disini. Tidak ada air ataupun tanaman yang tumbuh, melainkan terdapat banyak sungai berisikan lava dengan banyak gunung tinggi yang tiada henti mengeluarkan asap. Siluman itu telah menipunya, dia membuka pintu yang salah. Anastasius sudah menduga hal itu, karena itulah ia membawa satu tanduk yang sudah dia patahkan. Dia hanya harus mencari portal dimensi yang pasti selalu diletakkan di beberapa wilayah. Karena, tidak semua siluman bisa membuka portalnya sendiri. Untuk mencegah tidak adanya orang asing yang bisa memasuki portal sembarangan. Pada umumnya, portal sihir hanya akan membiarkan orang yang telah diizinkan untuk memasuki portal, bila identitasnya tidak diketahui. Portal sihir itu akan menghancurkan tubuh mereka. Beruntung, Cenora pernah mengajarkan pengetahuan itu kepada Anastasius. Sehingga dia tidak melakukan tindakan bodoh, tanduk yang ia bawa memiliki identitas siluman yang telah memiliki izin. Dengan membawanya akan membuat Anastasius bebas memasuki portal manapun di tempat ini. Namun, dimensi yang sekarang Anastasius singgahi sangat membuat dirinya tidak nyaman. Suhu yang sangat panas membuat tubuh Anastasius tiada henti mengeluarkan keringat, kepulan asap panas yang berasal dari sungai lava seperti hendak membakar permukaan kulitnya. Anastasius memutuskan untuk menelusuri wilayah ini terlebih dahulu, mungkin dia bisa bertemu dengan sosok siluman lain yang menjaga tempat ini dan memaksa siluman itu untuk mengatakan informasi keberadaan Cenora. •••• Cenora merapatkan tubuhnya ke sisi dinding, menekuk kedua lututnya hingga d**a dan memeluk dirinya sendiri. Setiap kali ia bernafas, akan ada uap yang keluar dari mulutnya. Pertanda bahwa suhu di sekitarnya mulai merangkak turun perlahan. Kurungan yang disinggahi Cenora memiliki mekanisme penyiksaan perlahan. Dimana, suhu akan terus menurun setiap lima belas menit, sampai di titik bisa membekukan orang yang sedang dikurung didalamnya. Cenora sekarang ini hanya mengenakan gaun tipis musim panas, membuat suhu dingin langsung menusuk kedalam permukaan kulitnya. Dingin tidak pernah menganggu Cenora sebelumnya. Namun, tanpa ada sihir Cenora tidak bisa mengalirkan panas ke seluruh tubuh, membuat dirinya menggigil kedinginan tanpa henti. Dia menggigit bibirnya untuk menahan rasa dingin yang perlahan mulai menyiksa dirinya. Cenora melihat kedua tangannya yang membeku di ujung jari. Meskipun Cenora memiliki kunci untuk keluar, di luar pastilah terdapat banyak siluman yang menjaganya agar tidak kabur. Dengan keadaan yang seperti ini, Cenora pasti bisa dengan mudah ditangkap. Racun di kakinya sepertinya mulai menjalar ke seluruh tubuh sehingga mulai membuat tubuhnya terasa kaku. “Hei, jalang. Kalau kamu mau jadi b***k kami, aku bisa mengeluarkanmu.” Ujar seorang pria dengan luka sayatan di wajahnya. Cenora mengangkat kepalanya dan menatap keluar kurungan, “Dalam mimpimu, b*jingan.” Suara tawa terdengar dari gerombolan siluman pria yang menunggu didepan kurungan, “Bodoh sekali, padahal kamu bisa memanfaatkan tubuhmu agar bisa selamat. Hahaha.” Cenora membalas tawa mereka, “Kalian ini hanya siluman rendahan. Tidak akan pantas menyentuhku satu inchi pun.” Pernyataan Cenora langsung membuat Cerik, siluman yang berada di paling depan kurungan mengamuk. Ia memukulkan kedua tangannya ke dinding hingga membuat kurungan itu bergetar. “Apa aku harus merobek pita suaramu? Agar mulut busukmu itu tidak bisa berbicara lagi.” Cenora menatap mereka tajam, “Jangan pernah sekalipun berfikir untuk menyentuhku. Atau suatu saat kalian akan menyesalinya.” Cerik tertawa keras, ia kemudian menempelkan Elemen Stone di kurungan tersebut, membuka pintu kurungan sehingga mereka semua bisa masuk kedalamnya. “Memangnya apa yang bisa kamu lakukan saat ini? Lebih baik kamu menjadi jalang untuk kami.” **** To Be Continued
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN