CHAPTER 11. DUA MAKHLUK DUA DIMENSI

1481 Kata
Tidak ada yang menyahuti teriakan dari Cenora, namun belasan anak panah masih berterbangan tanpa henti hingga mungkin bisa mencapai puluhan. Cenora dan Anastasius berlari seraya menghindari anak panah, berusaha untuk mencari tempat persembunyian yang mungkin bisa mereka gunakan untuk menyusun strategi. Akan tetapi, sejauh apapun mereka berlari. Mata mereka hanya bisa memandang hamparan rumput yang begitu luas, bahkan pepohonan pun tidak ada. Mereka bagaikan seorang gladiator yang tengah bertarung di dalam arena, menghibur para bangsawan yang haus akan darah. Tapi, di posisi mereka para bangsawan berganti menjadi para siluman yang masih belum menampakkan dirinya. Tempat ini hanyalah sebuah padang rumput yang luas, tapi bagaimana bisa para siluman itu bisa menyembunyikan diri mereka? Bahkan bila mereka memang bersembunyi ditempat yang sangat jauh, kumpulan anak panah itu tidak akan bisa menggapai mereka lagi setiap mereka berlari menjauh. Kecuali, bila siluman yang melepaskan anak panah ikut berpindah tempat mengikuti pergerakan mereka. Tapi bagaimana caranya. Cenora merasa letih akibat berlari begitu jauh, ditambah tidak adanya kekuatan sihir yang menunjang stamina sehingga wanita itu seperti manusia pada umumnya sekarang. Cenora sudah terlalu biasa menggunakan sihir, karena itulah bila ia tidak memiliki kekuatan itu, dia seperti orang yang kehilangan arah. “Sampai kapan para b******n ini mengincar kita.” Seru Cenora. Anastasius, “Apa kamu bisa merasakan kehadiran siluman disini?” “Tidak. Kemampuan sihirku menghilang, karena itulah aku tidak bisa merasakan mereka.” Mereka harus bisa menemukan cara agar bisa merlarikan diri atau melawan. Bila terus seperti ini, bukan tidak mungkin mereka bisa diserang ketika mereka sudah terlalu lelah. Diantara ratusan anak panah yang berhasil mereka hindari, ada satu yang melesat cepat ke arah punggung Anastasius. Cenora yang melihat hal itu langsung mendorong Anastasius menjauh, mengorbankan kakinya sendiri yang terkena anak panah. Cenora terjerambat jatuh ke atas permukaan tanah tatkala anak panah menancap ke betis kanannya. Ia memang sudah terbiasa dengan rasa sakit, namun kali ini dia tidak akan bisa menyembuhkan luka dalam waktu singkat dan hal itu akan membuat repot. “Nora!” Anastasius langsung berlutut disamping Cenora, memperhatikan luka di kaki Cenora yang mengeluarkan darah tanpa henti. “Asta pergilah.” Bisik Cenora. “Apa maksudmu? Mana bisa aku meninggalkanmu seperti ini.” Cenora memegang kedua pundak Anastasius, “Dengarkan aku baik – baik, mereka tidak akan membunuhku. Sedari awal yang mereka incar adalah kamu, pergilah sejauh mungkin. Jangan pernah kembali ke sini. Cari inti energi yang menyegel kekuatan sihir di tempat ini.” “Cen —” Belum sempat Anastasius menyelesaikan ucapannya. Ada sesuatu yang menarik kaki Cenora, sehingga membuat Cenora terseret mundur kebelakang. Ia berusaha untuk menahan tubuhnya, namun kekuatan tarikan itu begitu besar hingga ia tidak bisa menahannya. Cenora menatap Anastasius, kemudian berteriak, “Pergilah sejauh mungkin! As—.” Tubuh Cenora secara mengejutkan seperti masuk kedalam sebuah portal dan menghilang begitu saja. Menyisakkan Anastasius sendirian, ketika pemuda itu hendak berlari lebih jauh mengejar jejak Cenora. Puluhan anak panah datang kembali, menghalau Anastasius agar bisa terus berjalan maju. Kali ini, anak panah datang lebih banyak dan dalam tempo waktu singkat. Anastasius langsung merubah haluannya, pergi menjauhi tempat itu. Dia ingin menyelamatkan Cenora, tapi sebatas tekad tidak akan cukup ketika ia tidak bisa mengetahui keberadaan pasti Cenora. Satu hal yang sekarang harus dia lakukan adalah bertahan hidup, kemudian mencari inti energi yang telah disampaikan oleh Cenora. Bunyi debuman timpani menggaung ke seluruh wilayah padang rumput, seperti ada belasan orang yang tengah memukul timpani berulang kali. Suara itu terdengar begitu keras sampai Anastasius menghentikkan larinya kemudian menutup telinga, menghalau suara berisik yang membuat kepalanya terasa pusing. Anastasius bersimpuh di atas permukaan tanah dengan kepala yang di benturkan ke atas tanah keras, berusaha menghilangkan rasa sakit kepala yang tiba – tiba itu. Namun, beberapa saat kemudian suara debuman berangsur menghilang. Rasa sakit kepala yang mendera Anastasius pun juga ikut menghilang, tergantikkan dengan rasa hampa serta kesunyian di sekitarnya. Semilir angin menerpa kulit wajahnya, dan menjadi satu – satunya sumber suara disekitar Anastasius. Bersamaan dengan hilangnya suara itu juga, anak panah yang terus membidik Anastasius menghilang. Sudah tidak ada lagi yang berusaha membunuh pemida itu. Dengan kesulitan, Anastasius berusaha berdiri kembali. Menahan semua rasa sakit yang mendera tubuhnya bertubi – tubi. Bahkan, belum sempat luka Anastasius sembuh, kakinya sudah terasa mati rasa akibat terlalu lama berlari. Meskipun begitu, ia tidak bisa berhenti di tempat. Dia harus melakukan sesuatu agar bisa menyelamatkan Cenora. •••• Di lain sisi, Setelah Cenora masuk kedalam portal dimensi ruang, ia melihat ada begitu banyak siluman yang menatapnya dengan kebengisan. Melihat hal itu, ia bisa mengetahui cara para siluman memonitori pergerakan Cenora. Mereka pada dasarnya berjalan di tempat yang sama dengan Anastasius dan Cenora. Namun para siluman itu berada di dalam dimensi yang berbeda, di dalam dimensi ini mereka bisa melihat ke dimensi lain. Namun, dimensi yang lain tidak bisa melihat ke dalam dimensi ini. Ini merupakan sihir tingkat tinggi yang tidak mungkin dilakukan oleh sembarangan siluman. Hanya ada satu nama yang terlintas di kepala Cenora tatkala mengingat hal itu. “Axelia.” Lirih Cenora. Namun, manik emasnya memicing tajam ke arah Axelia yang tengah berjalan ke hadapannya. Axelia tersenyum seperti tak berdosa, “Kita bertemu lagi!” Cenora mendecih, “Apa yang sebenarnya telah kalian lakukan di Danau Perak?” Axelia tertawa, kemudian mengangkat dagu Cenora, “Lihatlah, sayangku. Lihatlah keberadaan kami yang selalu terkurung didalam sini dalam kurun waktu hingga ribuan tahun.” Cenora menelisik setiap sosok yang berdiri melingkari Cenora. Mereka semua adalah siluman penjaga di Danau perak, tidak akan pernah naik ke permukaan air bila tidak ada seseorang yang bisa menarik senjata suci yang mereka jaga untuk keluar dari dalam Danau. “Bukankah membosankan terkurung di tempat ini dalam waktu yang lama?” Cenora mendecih, “Itu tugasmu. Kamu diciptakan oleh Dewa Xenos hanya untuk menjadi penjaga.” Mendengar kalimat yang dilontarkan oleh Cenora, nampaknya membuat Axelia murka. Ia menampar pipi kanan Cenora dengan keras, membuat suara nyaring diantara kesunyian. Cenora hanya diam seraya memegangi pipinya yang berdenyut, tamparan Axelia tidak bisa dibandingkan dengan tamparan biasa. Dia adalah siluman terkuat di Danau Perak, tidak mungkin pukulannya bisa selembut sutra. Manik emas milik Cenora menatap tajam ke arah Axelia, mulai merasa muak dengan perlakuan siluman itu yang sudah bagaikan orang berpenyakit mental. Terkadang, ia bisa tertawa begitu keras, tapi beberapa saat kemudian akan menjadi sosok pembunuh yang keji. “Makhluk rendahan. Beraninya memukulku.” Kedua mata Axelia melotot kesal, seakan bola matanya bisa keluar dari rongga mata. “Makhluk rendahan?! Siapa yang beraninya kamu sebut makhluk rendahan! Wanita sialan, sudah hampir membunuh Eireen dan sekarang malah menghinaku!” Axelia menarik rambut keperakan Cenora. Menarik helaian rambut itu hingga membuat tubuh Cenora terangkat, ada beberapa helai rambut yang rontok akibat tarikan kuat itu. Namun, Cenora tidak bergeming sedikitpun, ia malah tersenyum, “Eireen? Harusnya kamu melihat ekspresinya ketika dia memohon kepadaku untuk tetap hidup.” Brak! Axelia melemparkan tubuh Cenora dengan keras ke atas permukaan tanah. Membuat tangan Cenora meninggalkan goresan kecil. “Sialan! Kalian semua sialan! Kami selalu dipantau oleh Xenos agar tidak membunuh manusia. Namun, para manusia bahkan seringkali membunuh kami. Kalian semua b******n!” Meskipun telah terluka berulang kali, Cenora masih saja tidak menunjukkan raut ketakutan di wajahnya. Ia malah semakin bersemangat untuk mengejek siluman wanita yang sudah seperti terbakar api neraka dihadapannya. “Karena para dewa bisa kehilangan pamor bila sampai manusia berpaling dari mereka. Tapi, bagaimana dengan kalian? Kalian hanyalah makhluk yang bahkan dibenci oleh manusia sejak awal. Untuk apa dewa mendengarkan kalian?” Kali ini, para siluman lain langsung mengeluarkan protes tak terima. Bahkan ada beberapa dari mereka yang melempari Cenora dengan batu kerikil tajam. “Wanita jalang! Sudah seperti ini, masih saja mencari masalah.” Teriak salah seorang siluman harimau di sebelah Axelia. “Kalian pun telah membuat masalah. Para mayat manusia di dalam Hutan Egda, itu adalah perbuatan kalian, bukan?” Tanya Cenora, ia memperhatikan raut wajah Axelia yang semakin merah karena marah. Siluman rubah itu memegangi kepalanya seraya menggeleng cepat, “Diam! Diam! Diam!!! Danis! Bawa wanita jalang ini kedalam kurungan sampai dia memberikan tugas selanjutnya.” Danis, yang merupakan siluman Harimau itu tidak menjawab. Melainkan langsung menyeret tubuh Cenora. Panah yang masih tertancap di betisnya, masuk semakin dalam karena seretan itu. Namun, Cenora tidak bergeming, bahkan ketika tubuhnya dilemparkan ke dalam kurungan batu yang dingin, ia hanya menatap para siluman itu dengan datar. Kurungan itu terbuat dari batu, dan dikunci menggunakan Elemental stone khusus yang hanya dimiliki oleh para siluman itu. Didalam kurungan, suhu sangat dingin bahkan bisa membekukkan air dalam hitungan detik. Cenora menatap kepergian para siluman yang melihatnya dengan tatapan kesal. Ketika yakin ia sudah ditinggalkan seorang diri, Cenora membuka kepalan tangan kanannya. Menampakkan sebuah Elemental Stone berwarna putih yang bersinar terang, kunci dari kurungan ini. Ia berhasil mengambil Elemental Stone ini dari saku Axelia, ketika siluman itu sedang dilanda emosi hingga tidak memperhatikan keadaan sekitar. Cenora hanya tertawa kecil, seraya menatap Elemental Stone itu, “Dasar siluman bodoh.” **** To Be Continued
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN