CHAPTER 10. TENGGELAM PADA KETIDAKPASTIAN

2545 Kata
Cenora berjalan ke sana kemari di depan tembok es dengan dilingkupi perasaan gusar. Sepanjang waktu, ia terus menggit bibirnya, dengan tangan yang bersidekap didepan d**a. Ia telah menelusuri sekeliling tembok es untuk menemukan celah yang memungkinkan bisa Cenora hancurkan agar bisa masuk kedalam. Namun, tembok es ini berdiri begitu kokoh tanpa memiliki celah apapun. Seharusnya, Cenora tidak merasa segusar ini. Akan tetapi, ada sesuatu yang membuat perasaannya tak enak tatkala melihat Axelia muncul dari dalam Danau. Lelah dengan perasaan cemas, Cenora akhirnya memutuskan untuk berkeliling ke dalam Hutan Egda. Mencari hal yang juga tidak ia tahu di sana, pasalnya ketika melihat langit yang mulai menggelap seperti akan terjadi badai ketika Anastasius mulai menyatukan diri dengan Danau Perak. Persis seperti cuaca yang kerap kali mendatangi Kerajaan Cassiopeia beberapa bulan terakhir ini. Bila memang cuaca buruk diakibatkan dari seseorang yang ingin mengambil senjata suci, bukankah artinya selalu ada manusia yang datang setiap hari ke Danau Perak, dan menurut Cenora itu adalah hal yang mustahil. Tidak mungkin akan ada banyak manusia yang menantang Danau Perak setelah mendengar kebengisan para siluman yang menjaga senjata suci. Lagipula, selama ratusan tahun, Danau Perak tidak pernah mempengaruhi iklim lingkungan sekitarnya. Cenora melangkahkan kakinya menelusuri wilayah Hutan Egda. Ia menjentikkan jarinya untuk memunculkan api yang bisa membantunya melihat dalam gelap. Manik matanya melihat ke sekeliling hutan, namun hanya pepohonan besar yang bisa Cenora lihat. Ketika Cenora kembali mengikuti jalan yang pernah dilewatinya bersama Anastasius, dia baru bisa melihat suatu kejanggalan yang signifikan. Rerumputan atau daun kering di sepanjang jalan terlihat merunduk atau menempel dengan tanah basah, menjadi pertanda bahwa ini merupakan jalan yang seringkali di lewati. Sebelumnya, Cenora tidak terlalu memperhatikan hal itu karena fokusnya menuju ke Anastasius yang tengah dilanda kecemasan. Mungkinkah ada sebuah kelompok besar yang melatar belakangi banyak orang agar mendapatkan senjata suci di Danau Perak? Ketika diperhatikan lebih seksama lagi, ada daerah rumput yang juga terlihat seperti ada sesuatu yang sering melewati daerah itu. Tapi, tidak terlihat seperti bekas di injak oleh banyak manusia, jalan itu lebih seperti seringkali di lewati oleh hewan melata yang besar. Jejak itu terlihat memanjang ke daerah hutan yang lebih gelap. Akhirnya Cenora memutuskan untuk berjalan lebih dalam, mengikuti jejak aneh itu ke wilayah Hutan Egda yang biasanya paling jarang di lewati oleh manusia. Cenora memperbesar apinya ketika masuk ke wilayah yang lebih gelap dari wilayah sebelumnya. Kali ini jejaknya terlihat bercabang, awalnya Cenora menduga mungkin ada siluman ular ataupun ular besar yang menghuni hutan. Akan tetapi, Hutan Egda tidak pernah menjadi habitat untuk para hewan atau manusia. Hutan ini tidak memiliki kehidupan didalamnya, hanya ada kehidupan tumbuhan didalam Hutan Egda. Cenora yang sebelumnya masih berjalan menelusuri wilayah hutan, secara mendadak menghentikan langkah kakinya tatkala hidungnya mencium bau anyir yang menyengat. Baunya sangat samar, namun masih bisa ditangkap oleh indra penciuman Cenora. “Darah?” lirih Cenora. Bau yang ia cium kental dengan aroma darah. Aroma yang sudah sangat Cenora kenali. Cenora berjalan cepat mengikuti arah asal aroma itu, matanya memicing tajam untuk meningkatkan kewaspadaan kepada lingkungan sekitar. Perasaan tidak enak bertumbuh semakin besar di hatinya, ia merasa ada yang aneh dengan hutan ini. Ketika Cenora berjalan mendekati sumber aroma itu, bau anyir semakin tercium dengan jelas, kali ini disertai dengan bau busuk yang menyengat. Kedua bau itu tercium sangat pekat, seperti ada sampah yang menumpuk banyak. Jalan dihadapan Cenora tertutupi oleh tanaman rambat. Ia kemudian mengibaskan tanaman itu agar bisa melanjutkan perjalanan. Namun, kedua pupil Cenora langsung membesar tatkala melihat apa yang ada dibalik tanaman rambat tersebut. Cenora memperbesar api ditangannya agar bisa lebih yakin dengan pemandangan yang tengah ia lihat dihadapannya. Seketika tubuhnya langsung merasa kaku, dan detak jantungnya bertambah lebih cepat. Dihadapannya, terdapat puluhan atau mungkin ratusan mayat manusia dengan posisi tubuh digantung diatas ranting pohon. Kondisi mayat – mayat itu seakan sudah tidak lagi berbentuk seperti manusia. Tubuh mereka seakan telah tercabik oleh hewan buas, anggota tubuh sudah tak lengkap. Ada yang memiliki kaki, namun sudah tidak memiliki tangan. Bahkan ada yang hanya menyisakkan kepala yang diikat dengan tali agar menggantung. Darah mengucur deras dari tubuh mereka ke atas tanah. Membuat tanah di bawah para mayat menjadi genangan darah. Cenora menahan napas untuk menghalau bau busuk, ia melangkah mendekati para mayat tersebut. Siapapun yang melakukan hal ini kepada mereka pastilah bukan manusia biasa, karena bisa melakukan hal sebrutal ini kepada manusia. Namun, ada satu kesamaan yang melekat di sosok seluruh mayat itu. Mayat – mayat itu membusuk dengan tubuh yang terlihat agak lunak disertai kulit yang nampak licin. Seperti orang yang tenggelam. Mengetahui fakta itu, Cenora langsung berlari kencang kembali ke Danau Perak dengan perasaan yang sangat kalut. Hanya satu sumber perairan yang dekat dengan Hutan Egda, dan itu adalah Danau Perak. Kemungkinan besar seluruh mayat itu telah tenggelam ke dalam danau, kemudian ada yang membunuh mereka hingga seperti itu. Mungkinkah rumor yang di ucapkan oleh pemilik penginapan adalah sebuah fakta, bahwa para siluman telah membunuh manusia yang hendak mengambil senjata suci. Jantung Cenora memacu kencang akibat perasaan wanita itu tidak karuan. Ia berlari lebih kencang dibanding biasanya, tidak memperdulikan ranting ataupun akar yang terkadang menggores kaki atau lengannya akibat bergerak terlalu cepat didalam hutan. Pikirannya dipenuhi dengan senyuman Anastasius sebelum melangkah masuk kedalam Danau Perak, “Aku akan baik – baik saja.” Cenora menggertakan gigi, “Bocah sialan. Harusnya kamu menurutiku.” Perisai es yang mengelilingi Danau Perak masih berdiri dengan kokoh, Cenora masih juga tak bisa mendengar ataupun melihat pertarungan yang berlangsung didalam sana. Ia merasa semakin frustasi dengan keadaan, Cenora tahu pasti bahwa ia harus menerobos masuk apapun resiko yang akan dia hadapi. “Fotia!” Teriak Cenora. Sebuah cambuk berwarna hitam muncul di tangan kanannya. Cambuk itu adalah Fotia, sebuah senjata suci yang sangat jarang Cenora gunakan. Apapun yang dihantam oleh Fotia tidak akan pernah bisa selamat ataupun tetap utuh. Api muncul menutupi tali cambuk Fotia, Tatkala Cenora menghantamkan Fotia ke permukaan es. Bunyi debuman besar langsung terdengar saat itu, perisai es belum bergeming. Namun, ada retakan kecil yang mulai muncul di permukaannya. Cenora melontarkan Fotia sekali lagi ke perisai es. Dan kali ini, perisai es tersebut langsung retak hingga membuat Cenora bisa melihat keadaan di dalamnya. Pemandangan yang ia lihat, adalah pikiran buruk yang kerap kali menghantuinya sedari tadi. Seluruh permukaan air yang sebelumnya membeku telah hancur, dapat Cenora lihat tubuh Anastasius yang baru saja terjatuh ke dalam Danau Perak yang sangat dingin. Tanpa memperdulikan Axelia yang kini tengah menatapnya, Cenora langsung menceburkan diri ke dalam danau. Rasa dingin yang menusuk langsung menyambutnya, namun hal itu bukanlah masalah baginya. Cenora menyelam menuju tubuh Anastasius yang kian lama tertarik hingga ke dasar danau. Kesadaran pemuda itu sudah menghilang ketika Cenora ikut menyelam. Jarak mereka sudah terlampau jauh hingga Cenora kesulitan untuk menggapai Anastasius. Terlebih seperti ada kekuatan yang mendorong Cenora agar tak bisa menyelam lebih jauh, namun tubuh Anastasius juga seakan ditarik oleh sesuatu. Keadaan didalam Danau Perak begitu gelap, Cenora bahkan bisa mengenali tubuh Anastasius karena pemuda itu tengah memakai kemeja berwarna putih yang kontras dengan kegelapan. Meskipun tak bisa melihat sekelilingnya, Cenora yakin ada ratusan pasang mata yang tengah melihat ke arah mereka. Cenora menciptakan pusaran air di sekeliling tubuhnya, berusaha mendorong apapun yang ingin mencegah Cenora menggapai Anastasius. Cenora menggerakan kakinya lebih cepat, ia takut Anastasius akan kehabisan oksigen bila mereka tidak mencapai permukaan dalam waktu dekat. Beberapa saat kemudian, Cenora berhasil berenang hingga ke hadapan Anastasius yang terpejam. Kulitnya sudah memucat karena tak bisa bernafas dan menggigil karena dingin. Cenora mendekap tubuh Anastasius, kemudian berenang untuk mencapai permukaan. Tapi, ada yang aneh dengan danau ini. Meskipun Cenora bisa melihat permukaan air, seberapa lamapun ia berusaha untuk mencapai permukaan air. Mereka tidak kunjung sampai, ia seperti sedang berenang di tempat. Cenora akhirnya berhenti sejenak, mempererat dekapannya kepada Anastasius. Kepala Cenora menoleh ke segala arah untuk melihat keadaan sekitar yang sejak awal membuat Cenora merasa tidak enak. Mereka dijebak didalam air, sekeras apapun Cenora berusaha agar bisa keluar dari air. Tetap saja seperti ada kekuatan yang menahannya agar tetap berada dibawah air. Dan spekulasi Cenora berhasil dibenarkan tatkala wanita itu melihat benda berkilauan melesat cepat ke arah mereka. Cenora melontarkan Fotia, meskipun pergerakan senjata suci itu terhambat karena harus melanghalau beban air. Fotia masih sanggup menangkis pedang yang melesat ke arah mereka. Pendengaran Cenora perlahan mulai menangkap suara tawa ataupun lolongan tajam dari sekitarnya. Membuat Cenora semakin waspada. Ia kemudian melepaskan Fotia dari genggamannya, membiarkan cambuk itu mengitari tubuh Anastasius dan Cenora dengan cepat, menjadi perisai untuk menghalau apapun yang berusaha mencelakai mereka. Gelembung udara keluar dari mulut Anastasius, tubuhnya mengejang karena kehabisan nafas. Cenora menatap ke atas, sudah tidak ada waktu untuk berenang ke permukaan. Anastasius mungkin saja bisa mati akibat kehabisan nafas, dan bila memang selamatpun. Keadaan tak bisa bernafas seperti ini pasti sangat menyiksa untuk Anastasius. Pada dasarnya, Cenora bukanlah manusia biasa. Tubuhnya tidak akan berhenti berfungsi hanya karena tidak bisa memasok oksigen ke dalam otak. Berada didalam air dalam waktu lama tidak akan menjadi masalah untuk Cenora. Cenora tidak punya pilihan lain, ia mendekatkan wajahnya dengan Anastasius. Cenora menarik pelan dagu Anastasius, sehingga bibir pemuda itu terbuka sedikit. Pada saat itu, Cenora menempelkan bibir mereka berdua, kemudian menyalurkan udara melalui perantara bibir Anastasius. Tubuh Anastasius berhenti mengejang tatkala ada udara yang kembali memasok tubuhnya. Cenora melakukan hal itu dalam waktu yang lama, sampai ketika manik perak Anastasius terbuka dan bertemu dengan manik emas Cenora. Awalnya Anastasius belum memahami situasi yang tengah terjadi, namun ketika ia telah sadar sepenuhnya. Matanya membulat, dan hendak mendorong tubuh Cenora agar melepaskan diri darinya. Akan tetapi, Cenora menahan punggung serta kepala belakang Anastasius, sehingga pemuda itu tidak bisa mendorong Cenora ataupun melepaskan diri. Pasalnya, Anastasius harus menerima oksigen dan hanya Cenora yang bisa menyediakan hal itu untuk sekarang. Secara tiba – tiba, Cenora merasakan ada energi yang mendorong tubuhnya tertarik ke dalam danau. Ia berusaha untuk menahan energi tersebut, akan tetapi beberapa saat kemudian seperti ada tangan yang menarik kaki Cenora dan Anastasius secara bersamaan. Cenora memeluk Anastasius, mendekap pemuda itu agar tidak menghilang. Tubuh mereka tertarik begitu cepat ke bawah danau, hingga mereka harus memejamkan mata. Rasa dingin seperti sedang menusuk tubuh mereka tatkala tubuh dengan air tergesek dengan kecepatan yang tak wajar. Cenora ingin melawanpun juga tidak bisa, karena wilayah air adalah kekurangannya. Ketika beberapa saat tertarik kebawah air. Cenora bisa merasakan mereka masuk kedalam sebuah portal yang mungkin ada didasar danau. Air di sekeliling mereka langsung menghilang, tatkala Cenora membuka matanya kembali. Ia melihat tubuh mereka sekarang terjatuh dari ketinggian ratusan kaki. Mereka sepertinya berpindah ke dimensi lain yang berbeda. Cenora hendak melingkupi tubuh mereka dengan sihir udara agar tidak terjatuh keras ke atas permukaan rumput dibawah. Namun, kekuatan sihir milik Cenora tidak bisa keluar. Tidak ada angin yang keluar, sekecil apapun sihirnya tak kunjung berfungsi. “Sihirku tidak berfungsi!” Seru Cenora kepada Anastasius. Sebelum tubuh mereka menghantam permukaan rumput, Anastasius yang sebelumnya berada diatas Cenora membalik tubuh mereka sehingga Anastasius yang jatuh lebih dulu ke atas kerasnya tanah. Mereka terguling diatas hamparan rumput yang menurun, kemudian berhenti di permukaan yang lebih datar. Cenora langsung bangkit dari tubuh Anastasius ketika mendengar suara rintihan dari pemuda itu. Ia melihat banyak goresan luka di sekujur tubuh Anastasius akibat bekas pertarungannya dengan Axelia. “Bodoh! Dengan tubuh seperti ini masih saja berlagak pahlawan.” Seru Cenora. Bukannya merasa kesal karena mendengar seruan Cenora. Anastasius masih malah tertawa dan tersenyum hangat. “Sihirmu tidak bisa digunakan. Bila tubuhmu dulu yang menghantam tanah, pasti tidak bisa disembuhkan dengan sihir.” Ujar Anastasius. Cenora menghela nafas, “Bagaimana denganmu?” Anastasius, “Tubuhku sudah biasa dihantam benda keras. Jadi pasti tidak masalah.” “Jangan membuat alasan bodoh.” Anastasius berusaha bangkit, meskipun tubuhnya sudah berteriak tidak sanggup bergerak. Akan tetapi, ketika melihat Cenora ada bersamanya sudah membuat dirinya merasa lebih baik. “Kita ada dimana?” Tanya Anastasius. Cenora memperhatikan tempat sekelilingnya. Ia hanya bisa melihat hamparan rumput di sepanjang matanya memandang, ketika Cenora melihat ke atas. Bukan langit biru yang dia lihat, melainkan seperti ada air diatas mereka. Ternyata, Tempat ini bukan teletak di dimensi lain. “Ini dibawah Danau Perak.” “Kupikir ada wilayah tersembunyi dibawah Danau Perak hanya mitos.” Lanjut Cenora. “Apakah siluman di dalam Danau Perak yang menarik kita? Saat aku tenggelam. Aku merasa seperti ada banyak pasang mata yang menatap ke arahku.” Kata Anastasius. Cenora mengangguk, “Hm. Aku juga merasakannya, ketika masuk ke Danau Perak.” Ketika mendengar hal itu, keduanya langsung memalingkan wajah secara bersamaan. Mereka mengingat apa yang baru saja mereka berdua lakukan ketika berada didalam danau. Meskipun itu hanya untuk menyelamatkan Anastasius, tentu saja mereka tidak terbiasa melampaui batas seperti itu. Anastasius hendak mengutarakan sesuatu agar situasi mereka sebelumnya tidak membuat mereka canggung. Namun belum sempat Anastasius berbicara, Cenora lebih dulu membuka mulut. “Jika kamu ingin membicarakan hal yang sebelumnya terjadi. Diamlah, jangan bicara.” Anastasius bisa melihat ada rona kemerahan diujung telinga Cenora, dan hal itu membuat dirinya sedikit terhibur. Tapi, dia tidak mau menambahkan minyak kedalam api dan membuat Cenora murka. “Tapi, Nora. Kenapa sihirmu tidak bisa bekerja disini?” Raut wajah Cenora menjadi lebih baik, “Aku juga tidak mengerti. Bagaimana dengan sihirmu?” Anastasius menggendikan bahunya, “Bila kamu tidak bisa. Maka aku pun juga tidak bisa.” Awalnya Anastasius merasa senang dengan kehadiran Cenora, namun ia langsung berdiri karena mengingat perkataan Axelia sebelumnya bahwa tidak ada yang bisa menganggu jalannya pertarungan. “Kenapa kamu menerobos masuk? Apa kamu lupa dengan ucapan Axelia?” Cenora mendecih, “Lantas aku harus apa? Membiarkanmu mati tenggelam?” Mata Anastasius melembut, “Tidak masalah bila aku yang mati. Bila kamu yang celaka, apa yang harus aku lakukan, Cenora?” Mendengar ucapan Anastasius, Cenora ikut berdiri. Rasa murka menguasai dirinya tatkala Anastasius membahas kematian. “Apa yang kau ucapkan, Anastasius? Tidak masalah bila kamu mati? Bocah sialan! Bisa – bisanya berkata sombong seperti itu.” Mata Cenora memicing tajam, namun kali ini Anastasius juga melakukan hal yang sama. “Bukankah kamu yang selalu berkata kamu tidak bisa mati! Bukankah kamu yang terlalu arogan hingga berkata tak bisa mati! Sadarlah!” Mendengar ucapan Anastasius, Cenora langsung menutup mulutnya rapat. Tidak membalas ataupun berteriak kepada Anastasius, karena ucapan tidak sopan itu. Anastasius pun berfikir, wanita itu akan berteriak dan memakinya. Namun, hal yang tak pernah ia sangka adalah wajah Cenora langsung berubah kaku. Wanita itu hanya diam menatap Anastasius, kemarahan Anastasius langsung menguar pergi tatkala melihat mata emas Cenora mengeluarkan setitik air mata yang menuruni pipinya. Hal yang tidak pernah Anastasius lihat sebelumnya. Anastasius langsung dihinggapi rasa bersalah, karena mungkin ia terlalu kasar kepada Cenora. “Nora, nora. Maafkan aku, aku tidak bermaksud.” Anastasius hendak menyentuh Cenora, namun tangannya langsung ditepis kasar oleh Cenora. Kemudian Cenora menghapus air matanya kasar dengan lengan baju, dan kembali membuat wajah yang sedingin es. “Jika memang tidak ingin di selamatkan, katakan saja.” Baru Cenora ingin melangkah pergi, ia melihat ada lesatan anak panah yang mengarah menuju Anastasius. Ia langsung menarik Anastasius untuk menghindar, namun anak panah itu tidak hanya satu. Melainkan ada belasan anak panah yang tengah melesat ke arah mereka. Cenora tidak bisa menggunakan sihirnya, satu – satunya jalan adalah dengan melarikan diri. Ia menarik tangan Anastasius, berlari menghindari setiap anak panah yang hendak menembus tubuh. Batas kesabarannya telah habis, kemudian ia berteriak, “B*jingan! Keluar kalian!” **** To Be Continued
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN