Bagian 5 - Tinggal

1271 Kata
    Mungkin sudah seminggu lebih Clorine terpaksa harus tinggal dirumah karena perintah ibunya. Gadis itu tak pernah beranjak dari kamarnya karena kondisinya yang tampak menyedihkan. Pucat, tidak punya selera makan, banyak fikiran karena setiap hari tidurnya terasa tidak tenang. Belakangan ini Clorine merasa halusinasinya semakin menjadi karena secara tidak sengaja saat dia menoleh kesegala arah, dia melihat ribuan manusia dengan pakaian aneh berinteraksi dihapannya seperti film.     Keluarganya bahkan memilih membawa makanan mereka ke kamar Clorine agar bisa sama-sama menjaga gadis itu—sekaligus membuatnya mengalihkan fikiran-fikiran aneh yang sering kali dia tanyakan kepada mereka semua.     Hari ini Clorine memaksa masuk sekolah karena ada urusan yang harus diselesaikannya. Dia hanya harus bertemu Revano sebentar saja.     “Apa kau memperlakukan semua pria seperti ini, huh?”     “Kau akan selalu menghindari mereka setelah memberikannya perhatian penuh yang kau miliki. Setelah semua hal yang kau lakukan hingga membuat mereka tidak dapat berpaling. Kau meminta mereka menjauh.”     Clorine mengecup pipi ayahnya saat pria paruh baya itu mengantarkannya sampai didepan pintu gerbang.     “Aku akan menjemput mu lagi setelah ini, oke? Jangan berkeliaran kemanapun, bahkan dengan Audrel.”     “Siap dad.” gadis itu tersenyum kemudian melambai saat mobil ayahnya berlalu dari hadapannya.     Ketika sampai di kelas Clorine berjalan ke mejanya—disebelah Bobby— sambil menatap kursi yang biasanya ditempati Revano. Dia terdiam sendirian disana sampai suara Audrel yang ceria membangunkannya dari lamunan.     “Kau sudah boleh masuk?”     Clorine mengangguk dengan senyuman lebarnya membuat Audrel langsung memeluk sahabat satu-satunya itu dengan erat.     “Apa tidak ada informasi sedikitpun tentang Revano?” tanya Clorine yang membuat Audrel menggeleng pelan.     “Belum ada sejak surat permohonan cutinya.”     “Ku harap dia baik-baik saja.” ***     Suara bel berbunyi, semua anggota kelas science-1 sudah berada dikursinya masing-masing—termasuk Clorine— saat wali kelas mereka datang dan meletakkan buku diatas meja.     “Selamat pagi anak-anak. Sebelum kita memulai pelajaran, saya akan mengumumkan beberapa hal terlebih dahulu. Salah satunya tentang teman kita Revano Collen. Dia tidak bisa bersama kita lagi karena haru pindah bersama orang tuanya—“     Ucapan Mrs. Bella selanjutnya tidak dapat Clorine dengar lagi. Pundaknya terkulai lemas dengan tatapan kosong—yang Audrel tahu kalau sahabatnya itu telah kehilangan harapan terbesarnya saat ini. ***     Setelah pulang sekolah, Clorine kembali kerumah bersama ayahnya yang telah menunggu di halaman parker. Wajah sedihnya sangat kentara membuat pria paruh baya itu kebingungan.     “Ada apa saying? Sesuatu yang buruk terjadi padamu?”     Clorine mengangguk dan menyenderkan kepalanya di jendela mobil yang berembun karena air hujan.     “Kau mau dad belikan ice cream, sweet heart?”     “Aku ingin yang rasa matcha.” ***     Clorine berdiri diantara tujuh bebatuan besar yang mengelilinginya. Tubuhnya memutar kesana-kemari memperhatikan tempat yang tidak pernah dia kenali.     Hutan yang mengelilingi lapangan rumput hijau ini tidak pernah sekalipun ada dalam ingatannya. Pun langit malam yang menghiasi membuat rasa takut Clorine semakin menjadi.     "Clorine." suara lembut itu membuat Clorine menolehkan kepalanya. Dari salah satu batuan besar itu tampak sosok yang bersinar berdiri, membuat Clorine melangkah mundur.     “Siapa?”     Clorine menoleh kesana kemari dan mendapati tujuh batuan tadi telah diisi oleh orang-orang yang tidak dikenalinya. Namun semuanya gelap kecuali wanita itu.     “Perekalkan namaku white. Aku adalah orang yang baik. Aku disini untuk membantu mu.”     “Untuk apa? Aku tidak butuh bantuan. Aku baik-baik saja.”     “Tentu saja untuk membawamu pulang, yang mulia.”     “Biacara apa kau? Aku tidak pernah merasa mengenal mu. Lagipula aku seharusnya berda di rumah ku. Bersama mom, dad dan Kimby.”     Wanita itu tersenyum kemudian mendekati Clorine. Memegang tangannya dengan erat.     “Kenapa? Menjauhlah sekarang juga.”     Clorine menggelengkan kepalanya ketakutan sebelum sebuah sinar menerangi mereka berdua.     “Jangan takut. Aku hanya ingin menunjukkan rumahmu yang sesungguhnya.”     Kaki Clorine seketika beku, gerakan berputar disekelilingnya membuat gadis itu merasa ingin muntah. Dia memejamkan matanya tepat saat sebuah cahaya kembali bersinar terang hingga suasana disekelilingnya tiba-tiba berubah. Clorine mulai membuka mata saat suara tawa, keramaian hingga music-musik terdengar. Beberapa saling memaki dan beberapa saling menunjukkan kasih sayang.     Dunia disekelilingnya berubah.     Clorine menoleh kesana kemari, mempertanyakan tempat apa yang sedang dihadapinya saat ini.     Tiba-tiba saja bangunan pasar dan suasana ramai yang tampak nyaman itu berubah menjadi dataran tinggi yang dipenuhi oleh rerumputan dan diselilingi oleh beberapa pohon yang teduh. Di ujung sana ada hutan yang hijau, pegunungan yang menjulang dan air terjun yang bersih, menjadikan suasana disekelilingnya terasa asri.     "Anda adalah puteri dari Blevorian—salah satu kerajaan besar yang ada di negeri Ramunda. Dengan nama asli Clorine Cambleroof, anda terlahir menjadi seorang puteri ramalan yang terpaksa dibawa kebumi untuk melindungi diri anda dari sebuah kejahatan."     “Aku tidak mengerti.” aku Clorine. “Apa kau sengaja datang ke mimpiku untuk menggantikan mimpi buruk itu? Dengan menceritakan semua dongeng-dongeng ini?”     “Kau tidak sedang bermimpi, nona.”     “Aku ingin bangun sekarang juga. Sekarang.”     “Kau tidak akan bangun karena kau tidak pernah tidur.”     “Aku tidak.”     "Aku akan menjelasakan semuanya kepadamu. Semuanya. Jadi tolong dengarkan baik-baik.” ***     Hari Clorine dilalui dengan banyak pertanyaan, membuatnya sering kali linglung dan ditegur ibunya.     Perkataan dari wanita aneh dimimpinya yang membuat semuanya menjadi berantakan, sekaligus membuat Clorine semakin bertanya-tanya apakah itu sungguhan ataukah hanya bunga tidur semata.     “Aku biasa dijuluki the white. Orang-orang sepertiku adalah pelindung keluarga kerajaan Blevorian sejak kami lahir. Dan anda adalah tuan puteri kami yang telah lama menghilang. Raja meminta ku untuk membawa mu kembali karena usia mu yang akan genap 18 tahun serta kesehatan Ratu yang terus menurun. Jika beberapa waktu lalu kau pernah diikuti oleh bayangan hitam—itu hanya aku yang belum mampumenyelaraskan kekuatanku.”     “Aku harap kau bisa ikut bersama dengan ku setelah aku memunculkan diriku kepadamu suatu hari nanti.”     Bahkan ketika dia berada disekolah dan Audrel menceritakan hal yang mengejutkan, dia tidak bisa merespon dengan baik. Beberapa kali pengulangan hingga Clorine sadar membuat Audrel merasa sedikit bersalah karena mengira Clorine marag padanya.     “Kalian—kalian sepasang kekasih?”     Clorine mengedipkan mata berkali-kali yang dihadiahi Audrel dan Keanu dengan anggukan.     “Astaga!” senyuman Clorine mendadak terlihat dengan sangat lebar. "Akhirnya kau bisa membuka mata mu untuk Audrel, Nu.” Clorine melirik Keanu penuh antusias. “Kalian tidak tahu betapa bahagianya aku sekarang kan?" gadis itu menggenggam erat tangan Audrel dengan senyuman lembut, yang membuat sahabatnya itu cepat-cepat menariknya ke dalam pelukan.     “Terima kasih banyak. Terima kasih karena baik-baik saja dengan hubungan kami, Clo.”     “Kenapa aku harus tidak baik-baik saja jika sahabat ku akhirnya bersama dengan orang yang dicintainya sejak lama?”     Clorine berdecak tak mengerti. Gadis itu menatap Keanu kemudian dengan tepukan pelan dibahu.     "Tolong jaga Audrel baik-baik ya. Terima kasih karena pernah menyukai orang seperti ku.”     “Kenapa kau berbicara seakan-akan ingin pergi jauh?” Audrel cemberut dengan wajah sedihnya yang membuat Clorine terkekeh pelan melihatnya.     “Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, kan?” ***     Semuanya semakin berantakan sejak hari itu. Sejak hal-hal aneh seperti bayangan hitam, mimpi dan lain-lain. Hari ini—tepat dihari ulang tahunnya yang ke 18 tahun— tiba-tiba saja Clorine membuat kamar mandi dikamarnya menjadi seperti tempat yang lama tak dihuni. Penuh dengan sulur-sulur dedaunan yang menyebar disegala penjuru.     Clorine berteriak, menatap kedua tangannya dengan gemetaran saat menyadari apa yang baru saja dia lakukan.     Ibunya berlari dari lantai bawah ke kamar putrinya saat menyadari teriakan itu. Segala fikiran-fikiran buruk berputar dikepalanya hingga dia berdiri di depan pintu kamar mandi putri kecilnya. Betapa terkejutnya dia saat melihat apa yang telah terjadi di ruangan itu.     Sang ibu terduduk dilantai dan meraih tubuh Clorine yang gemetaran. Menangis bersama dalam dekapan masing-masing.     “Oh, sayang ku.”     “Mom, aku ini—aku ini sebenarnya apa?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN