24. Buntu

1359 Kata
“Ambil ini. Sepertinya kau membutuhkan air.” “Tidak,” ucap Seo Hyung lengkap dengan gelengan kepala. “Kau yakin?” tanya gadis di samping Seo Hyung. “Ya, aku tidak membutuhkannya.” Kim Seo Hyung lebih memilih untuk menahan dahaganya daripada meminum air mineral tersebut. Cukup sekali ia tertipu dengan benda itu. Kim Seo Hyung memaksa kedua matanya untuk terbuka. Ia menelan saliva sebelum memutar wajahnya ke samping. “Nona, bisakah kau mengantarkan aku?” Wanita di samping Kim Seo Hyung menggerakkan bola matanya ke sudut dan menatap Seo Hyung lewat ekor matanya. “Ke mana aku harus membawamu?” Gadis itu berucap dengan nada datar. Ia kembali berfokus pada lalu lintas di depannya. Mendengar pertanyaan itu membuat Seo Hyung langsung menggerakkan kedua tangan. Meraba jas, saku celana dan berharap akan mendapatkan amplop yang diberikan Sejin untuknya supaya bisa masuk ke hotel. Namun, ketika tangannya tak menemukan sesuatu yang dimaksud, Kim Seo Hyung pun terdiam dengan kedua mata yang terbuka lebar. ‘Tidak mungkin,’ batin Seo Hyung. Untuk sekejap, lelaki itu ingin menolak bisikan di dalam kepalanya yang mengatakan bahwa amplop yang diberikan Sejin telah ia masukkan di dalam tas. Dan sekarang tas itu ikut lenyap. Mulut Kim Soe Hyung terbuka. Ia mendesah kasar sambil menutup mata lalu membanting tengkuknya dengan kasar. “Sial!” desis lelaki itu. Dia terdiam. Wanita di samping Kim Seo Hyung juga terdiam. Tak ingin bertanya, tetapi naluri telah menangkap sesuatu dari ekspresi yang ditunjukkan oleh lelaki di sampingnya. Decakan bibir terdengar. Napas Seo Hyung berembus kasar. Ia membawa pandangannya ke luar. Menatap lalu lintas ramai di sekelilingnya. Sungguh, Kim Seo Hyung benar-benar tidak menyangka jika ia sudah kehilangan semuanya. Sekarang ia benar-benar menyesali keputusannya telah membangkang kepada sang ayah. Bukannya mendapat kebebasan, Kim Soe Hyung malah terjebak dalam masalah besar dan entah bagaimana ia bisa kembali ke Seoul. Tidak mungkin juga Seo Hyung meminta tolong pada gadis asing yang baru bertemu dengannya beberapa menit yang lalu. Wanita itu tak akan berbaik hati membantu Seo Hyung mencari paspornya lalu meminjamkan uang untuk membeli tiket pulang. ‘Ah ... sial!’ Dan Kim Seo Hyung hanya bisa mendesis dalam hati dan terus menerus menyalahkan dirinya. “Well, sepertinya kau baru dirampok,” ucap wanita di samping Seo Hyung. Awalnya memang ia tak peduli. Sekelebat pemikiran sempat terlintas di dalam kepala si gadis berpakaian seksi itu. Sangkal menyangkal dengan diri sendiri untuk membuktikan identitas lelaki di sampingnya. Jujur saja, walaupun pria itu telah menolongnya dari bahaya, bukan berarti dia harus percaya pada lelaki itu. Ini ibukota dan zaman sekarang penjahat bisa datang dalam bentuk apa pun. Jangan tertipu dengan tampang yang ... ya! Dia mengakuinya. Gadis itu mengakui kalau lelaki yang sedang duduk di sampingnya itu sangat tampan. Demi apa! Ia tak pernah melihat satu manusia di Jakarta ini yang ketampanannya seperti lelaki di sampingnya. Wait. ‘Sial! Apa yang sedang kupikirkan!’ Gadis itu membatin dan tanpa sadar ia baru saja mendengkus dan kini rahangnya sedang mengencang. Ia menggoyangkan kepala dan berusaha mengusir sekelebat pemikiran tidak menyenangkan yang baru saja terlintas di kepalanya. “Jadi, di mana aku harus mengantarmu?” tanya gadis itu dan entah dia sadar atau tidak, barusan nadanya terdengar ketus. Namun, Kim Seo Hyung tak menanggapinya dengan serius. Sejujurnya, ia juga tak memikirkan hal itu. Pikiran Seo Hyung sibuk mencari cara bagaimana ia bisa bertemu dengan Sejin. Sedari tadi ia berusaha mengingat nama hotel tempat Sejin menyuruhnya pergi, tapi demi apa pun, seluruh ingatan Kim Seo Hyung tertutup dan yang saat ini terlintas di dalam kepalanya hanyalah wajah Kim Seo Dam. “Sial!” Kim Seo Hyung tidak bisa berhenti memaki dirinya. Wanita di samping Kim Seo Hyung terdiam dan tak berani lagi untuk bertanya. Suasana menjadi hening seketika. Mobil sedan milik wanita itu masih melaju hingga jarak sekitar 1,1 KM wanita itu menemukan halte bus dan sempat berpikir untuk menurunkan lelaki itu di sana, tapi melihat kondisi lelaki di sampingnya, membuat si wanita mengurungkan niatnya. “Jadi bagaimana?” Wanita itu kembali berucap dan lantas memecahkan lamunan panjang dari Kim Seo Hyung. Membuat lelaki itu menoleh pada wanita di sampingnya. “Ke mana aku harus mengantarmu? Apa kau datang sendirian? Kau tidak punya teman?” Untuk sekelebat, Kim Soe Hyung terdiam. Ia menghela napas panjang lalu mengembuskannya dari mulut. “Aku datang bersama temanku. Dia seorang manajer agensi dan dia sedang sibuk mengurusi artisnya yang akan konser di sini.” “Di mana?” sergah wanita itu dan sekilas menatap Kim Soe Hyung. Lelaki itu kembali mendesah hingga pangkal bahunya merosot. “Aku tidak tahu,” jawab Seo Hyung dengan nada pelan tak bertenaga. Mulut wanita di sampingnya terbuka. Ia mendesah dan seketika wajahnya terlihat kesal. “Lalu bagaimana?” Ia kembali mengucapkan pertanyaan yang sama. “Aku tidak tahu,” jawab Seo Hyung. Wanita itu berdecak bibir sebelum menginjak rem dan menghentikan mobil di bahu jalan. Ia mendengkus dan memutar wajahnya dengan kasar. “Lalu bagaimana? Bagaimana caraku mengantarmu?” Kim Seo Hyung membulatkan mata. Sedikit terkejut dengan nada tinggi dari wanita di sampingnya. Entah mengapa juga jantung Seo Hyung berdetak meningkat. Untuk sekejap, Kim Soe Hyung bertanya apakah semua wanita memang mengerikan? Sekejap terlihat baik lalu berubah menjadi monster dalam satu detik. Sungguh, nyali Kim Soe Hyung selalu terbunuh saat seseorang membentaknya. Dada wanita itu mengembang ketika ia menghela napas, lalu mengempis ketika ia membuangnya dengan desahan panjang. “Ak- ak-“ Mulut Seo Hyung megap-megap dan ia tak tahu harus berucap apa lalu Seo Hyung memilih untuk menggelengkan kepalanya. Wanita itu kembali mendesah kasar. Ia memutar wajah sekaligus tubuhnya. Menghadap ke depan. “Kalau begitu aku akan mengantarmu ke kantor polisi.” “No!” sergah Seo Hyung dengan nada menyentak, membuat wanita di sampingnya memutar pandangan dengan tatapan penuh teror. “Are you out of your mind?” Kim Seo Hyung menarik tubuhnya. Wanita yang duduk di samping Seo Hyung itu terdiam dan tak tahu harus bereaksi bagaimana. Sialan juga dengan pria itu, mengapa dia begitu berani membentaknya. “Aku baru saja membunuh seseorang demi menyelamatkanmu dan kau dengan gampang membawaku ke kantor polisi?!” Seo Hyung berucap dengan tatapan nyalang. Wanita itu menarik wajahnya lalu membanting kepalanya ke belakang. Ia mendesah panjang dari mulut lalu mengusap rambutnya hingga ke belakang kepala. “Ini gue kok jadi pengen tabokin dia ya?” gumam gadis itu sambil memandang keluar. Ia membutuhkan waktu untuk berpikir jernih dan bagaimana berbicara pada lelaki asing di sampingnya tanpa memarahinya. Jujur saja, walaupun pria itu sudah menolongnya itu bukan berarti wanita tersebut akan melakukan apa pun. Setelah menghela napas dalam-dalam dan menetralkan pikirannya, wanita itu mencoba untuk kembali menatap Kim Seo Hyung. “Oke, here’s the thing. Aku akan mengantarmu ke kantor polisi supaya mereka bisa membantumu bertemu dengan temanmu. Oke?” Wanita itu menjeda ucapannya dengan menatap si lelaki di sampingnya. Dahi Soe Hyung mengerut dan keningnya melengkung ke tengah, tampak sedang berpikir. “Look, aku tidak bisa membantumu. Well, aku bisa membantumu, tapi kau tidak memiliki petunjuk apa pun. Satu-satunya yang bisa membantumu hanya polisi dan kau tidak perlu takut. Aku juga bukan orang bodoh dan tidak tahu terima kasih. Mana mungkin aku melaporkanmu sementara kamu yang sudah menolongku,” ujar gadis itu. Kim Soe Hyung kembali dibuat terdiam. Perlahan-lahan, ia membawa tatapannya ke bawah dan untuk sekejap, Kim Seo Hyung merenungkan perkataan si wanita di sampingnya. Setelah berpikir berkali-kali, memang tak ada cara yang bisa menyelamatkan Kim Soe Hyung saat ini. Maka dengan sangat terpaksa ia harus mengiyakan perkataan si wanita di sampingnya. Kim Soe Hyung kembali menatap wanita itu dan wajahnya berubah sendu. “Kau yakin, tidak akan melaporkan aku?” Wanita itu membuang napas panjang sambil menutup kedua mata. “Aku bersumpah!” katanya sambil mengangkat telunjuk dan jari tengahnya. Dalam keputusasaan, Kim Soe Hyung pun berucap, “Baiklah.” Wanita di sampingnya lalu bernapas lega. “Oke, akan kuantar kamu ke kantor polisi,” ucapnya. Ia kembali menyalakan mesin mobil. “Kamu bisa menceritakan apa yang sudah kamu alami. Tenang saja, polisi di sini bisa diandalkan. Kamu akan aman,” ucap wanita itu. Kim Soe Hyung hanya bisa bergumam sambil menganggukkan kepala. Satu-satunya yang diharapkan Kim Soe Hyung saat ini hanyalah bertemu dengan Sejin.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN