23. Stranger

1102 Kata
Kim Soe Hyung terbelalak dan tangan kanan yang memegang batu itu tampak bergetar. “Sial!” desis lelaki itu. Refleks, ia pun melempar batu di tangannya dan langsung memutar tubuh. Kim Seo Hyung tak berpikir panjang untuk segera berlari dari tempat tersebut. Bola matanya melebar dan jantungnya semakin bertalu dengan kencang. Kim Soe Hyung tak ingin percaya jika ia baru saja membunuh seseorang. “Aku tidak melihat apa-apa. Aku tidak melihat apa-apa,” gumam lelaki itu. Ia sudah jauh mengabaikan rasa sakit di tungkai dan kram yang kini menjalar dari telapak kaki hingga ke pangkal paha. Sambil menggeleng, Kim Seo Hyung terus memacu kedua kakinya untuk melangkah lebih jauh. “Persetan!” makinya. Dalam keadaan takut seperti ini, sesaat sempat Kim Soe Hyung berpikir jika ia menyesal telah melawan Kim Soe Dam. Mungkin, apabila ia terbang ke Amerika pasti saat ini Kim Seo Hyung sedang beristirahat di atas ranjang king size sambil memandang hingar bingar kota New York dari griya tawang miliknya. Entah apa yang dipikirkan Seo Hyung. Sempat merasa bangga telah lari dari kekangan sang ayah, ia malah diperhadapkan dengan masalah yang jauh lebih besar. “Sial, sial, sial!” Dan Kim Soe Hyung hanya bisa memaki. Mulut Soe Hyung megap-megap dan napasnya tak beraturan lagi. Berembus cepat dan mungkin sebentar lagi ia akan kehabisan napas. Namun, ketika Seo Hyung merasa ia tak sanggup lagi, tiba-tiba saja ada sesuatu yang menyinari jalan Seo Hyung lalu disusul dengan suara klakson mobil. Kim Seo Hyung semakin panik. Mungkin itu polisi setempat. Mungkin wanita tadi baru saja melaporkan perbuatan Seo Hyung pada polisi. Atau, mungkin teman si lelaki itu yang mengetahui perbuatan Seo Hyung dan memutuskan untuk mengejarnya. Sekarang hidupnya benar-benar akan tamat. Tiiitt .... Suara klakson mobil itu mau tak mau membuat Seo Hyung mempercepat langkahnya. Ia sudah pasrah. Mungkin sebentar lagi ia akan tertembak, tapi Seo Hyung sudah tidak bisa berpikir lagi. Otak cerdasnya telah lenyap. Hanya ada kepanikan dan ketakutan yang mengusai pemikiran Kim Soe Hyung. “HEY!” Mendengar panggilan dari seorang wanita tak lantas membuat Seo Hyung menghentikan langkahnya. Sambil menutup mata, Kim Seo Hyung memaksakan sisa-sisa tenaganya. Entah sampai di mana kedua kakinya sanggup berlari. Yang jelas Kim Seo Hyung harus bisa menghindar dari mobil di belakangnya. “HEY, KAU!” Entah apa juga maksud panggilan itu. Kim Soe Hyung tak ingin peduli. “Enyahlah!” desis lelaki itu di antara napasnya yang terputus-putus. Terdengar klakson panjang dan seketika mobil di belakang Seo Hyung melaju dengan cepat. Napas Seo Hyung tak lagi berembus dari mulut. Jantungnya berpacu sangat cepat dan kedua kakinya makin terasa pegal. Dan juga nyeri. “Hey!” “Sial!” Kim Soe Hyung mendesis saat mendengar suara wanita itu yang ternyata sudah sangat dekat. “Hey, masuk ke mobilku!” Persetan dengan ucapannya. Mungkin sekarang wanita itu sedang memperingatkan Seo Hyung. Ia tak mau ambil pusing. “HEY! GET IN THE CAR!” Mendengar kalimat itu membuat Soe Hyung memberanikan diri untuk menoleh ke samping. Kedua matanya terbelalak saat mengenali visual yang sedang duduk di balik kemudi. Terdengar decakan bibir dari wanita itu. Ia terus memacu mobilnya seiring dengan tubuh Kim Soe Hyung yang masih berlari kuat. “Hey, I’m not gonna hurt you. You Just did me a favor, so let me help you.” Pikiran Seo Hyung berkecamuk, tetapi sekali lagi ia berhasil dikalahkan oleh kata hati. Mendengar ucapan barusan membuat Seo Hyung nekat memutar tubuh dan melompat ke dalam mobil. Embusan napasnya langsung menggema di dalam mobil sedan pabrikan Jepang yang dikendarai oleh seorang wanita yang hampir menjadi korban pelecehan seksual. Wanita itu ikut membuang napas panjang. Ia menginjak pedal gas dan berusaha mengeluarkan mobilnya dari dalam hutan. “Where do you come from?” tanya wanita itu sambil berfokus pada jalan sempit yang terbuat dari paving block. Lelaki itu tak menjawab. Ia sibuk memperbaiki napasnya yang berantakan. Tampak d**a lelaki itu naik turun melepaskan napas yang membuat dadanya sesak. Melihat kondisi lelaki di sampingnya, membuat wanita yang sedang menyetir mobil itu mengambil sesuatu dari antara tempat duduknya dengan tempat duduk Kim Soe Hyung. “Take this. You need some water,” ucapnya sambil menyodorkan air dalam kemasan. Sekejap Kim Seo Hyung membuka kedua mata. Namun, saat ia melihat botol plastik berwarna putih di tangan si wanita membuat Seo Hyung kembali menutup mata. Napasnya masih berembus dengan cepat dari mulut. Lelaki itu menggelengkan kepalanya. “No!” gumam Seo Hyung. Dia seribu kali lebih memilih untuk tidak menenggak setetes air daripada meminum minuman seperti itu. Gara-gara minuman tersebut Kim Soe Hyung sekarang mengalami nasib sial. “Are you sure?” tanya wanita itu. Seo Hyung pun mengangguk. “Yes, I don’t need that,” kata Seo Hyung. Tampak wanita itu memerengut bibir lalu mengedikkan kedua bahu. Ia menaruh benda itu ke tempat semula dan fokus pada jalanan. Tak berselang lama, mobil yang ditumpangi Kim Seo Hyung pun berhasil membawanya keluar dari hutan. “Sial! Gara-gara pak Bram gue sampe kayak gini. Awas aja tu botak d***u, bakalan habis lu besok!” desis wanita itu. Kim Seo Hyung tidak mengerti dengan bahasa yang digunakan oleh wanita di sampingnya. Ia juga tidak ingin repot-repot mencari tahu di saat ia masih berusaha membenarkan napasnya. Entah napas siapa yang terdengar di rungu Seo Hyung saat ini. Napasnya atau napas wanita di sampingnya. Kim Seo Hyung pun tak mau memusingkan hal itu. Yang harus ia pikirkan saat ini adalah bagaimana untuk kembali pada Sejin. Setelah menelan saliva berulang kali, Kim Seo Hyung pun merasa lebih baik walaupun kedua kakinya sangat kram dan sudah mati rasa. Lelaki itu membuka mata dan berusaha menatap wanita di sampingnya. “Miss, can you please help me and take me somewhere?” tanya Soe Hyung dengan bahasa Inggris dan dengan intonasi yang santun. Sekilas wanita itu menatapnya dan kembali pada jalanan. “Where should I drop you,” kata wanita itu. Walaupun dalam hati ia masih sangat penasaran bagaimana lelaki setampan ini bisa berada di Hutan Kota Srengseng. Namun, wanita itu menunda pertanyaan tersebut di dalam kepalanya. ‘Bodo amatlah! Yang penting dia udah nolongin gue. Gue juga gak mau berhutang budi sama dia,’ batin wanita itu. Ia kembali menoleh ke samping. Tampak kerutan di dahi Kim Seo Hyung. Ia mulai menyeret pandangannya hingga kepalanya sedikit menunduk. Kim Soe Hyung mulai meraba-raba kemeja dan saku celananya. Berharap akan menemukan kartu registrasi hotel yang diberikan oleh Sejin. Namun, mendadak otaknya membesitkan sesuatu yang langsung membuat kedua mata Seo Hyung melebar. “Sial!” Lelaki itu kembali memaki dirinya ketika tahu bahwa amplop tersebut disimpannya di dalam tas selempang yang telah dicuri oleh si sopir taksi. Oh astaga! Kesialan macam apa ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN