26. Frustasi

1117 Kata
“Hey, take this one.” Kim Seo Hyung mendongak dan menggerakkan wajahnya ke samping. Gadis yang sedari tadi bersama Kim Seo Hyung berdiri di depan pintu mobil sambil membawa sebuah paper bag, lantas Seo Hyung mengerutkan dahi menatap benda di tangan wanita itu. “Aku belikan pakaian untukmu. Akan membingungkan bagi orang-orang, apabila kau keluar dengan pakaian kumuh seperti itu,” ujar wanita itu. Sekejap Kim Soe Hyung menatap wajahnya lalu kembali menatap paper bag di tangan wanita tersebut. Kim Soe Hyung lalu mengerutkan kening saat menyadari sesuatu. Ia kembali mendongak dan benar saja, gadis itu sudah mengganti pakaiannya. Ada desahan panjang, terdengar ketika Kim Soe Hyung menjulurkan tangan dan mengambil benda itu. “Ganti pakaiannya di mobil saja, ya.” “Hem,” gumam Soe Hyung dengan anggukkan kepala. Namun, ketika menyadari sesuatu ia pun membulatkan mata dan wajahnya langsung berputar ke samping. Menyadari rasa terkejut Kim Soe Hyung, membuat wanita yang belum diketahui namanya itu mendesah kasar. “Seperti yang aku ucapkan, kau akan membuat orang-orang curiga saat melihatmu keluar dengan pakaian seperti itu.” “Apa tidak ada tempat lain?” tanya Seo Hyung menawar. “SPBU misalnya.” Wanita itu mendengkus lalu mendelikkan matanya ke atas. Ia melipat kedua tangan di depan d**a sebelum memberikan tatapan kurang menyenangkan kepada Kim Soe Hyung. “Kau pikir ini SPBU di negaramu yang sepi dan sedikit pengunjung? SPBU di sini antriannya panjang. Bisa sampai pagi kamu menunggu,” ujar gadis itu dengan nada terdengar sinis. Dan melebih-lebihkan. Untuk sekejap Kim Soe Hyung melayangkan pandangannya pada sekeliling tempat parkir. “Apa di sini tidak ada toilet?” tanya Soe Hyung. Didengar lelaki itu napas wanita di sampingnya kembali berembus kasar. “Tidak ada!” jawabnya dengan nada ketus. “sudahlah! Tidak usah menawar. Kalau kubilang ganti di dalam, ya ganti saja. Sudah bagus kubelikan pakaian!” Gadis itu memutar bola mata, sinis. Kim Soe Hyung pun mendengkus. Demi apa! Kesialan demi kesialan beruntun datang menyambar kehidupan nyamannya. Sekarang hidup Seo Hyung hanya bergantung kepada wanita muda yang tampaknya juga tak sebaik yang dipikirkan Kim Soe Hyung. Sifatnya berubah-ubah. Sekejap baik dan memberikan dukungan moral bagi Seo Hyung, tapi di sisi lain dia juga memerintah. Sama seperti satu wanita yang dikenal Seo Hyung. Hanya saja, wanita ini intonasinya sedikit halus. Walau masih sinis, tapi ya ... mau bagaimana lagi. Seo Hyung hanya bisa menarik napas dalam-dalam lalu mendesah panjang hingga kedua bahunya ikut merosot. “Ya sudah,” jawab Seo Hyung dengan nada yang nyaris bergumam. “Good,” sahut gadis di sampingnya lalu ia menutup pintu mobil. Tidak ada pilihan lain. Entah bagaimana caranya. Mobil ini sangat kecil dan bahkan kaki Soe Hyung agak kesusahan untuk bergerak. Belum lagi firasat yang mengatakan kalau akan ada seseorang yang melihatnya di luar. “Hurry!” Bentakan dari luar itu membuat Seo Hyung bergegas membuka pakaiannya. Demi apa. Kakinya nyeri dari tungkai hingga ke pangkal paha. Lelaki itu meringis. Ini benar-benar tak semudah yang dipikirkan. Seluruh tubuh Seo Hyung sakit, tapi yang terparah kakinya tidak bisa digerakan. “Aku tidak bisa!” teriak Soe Hyung akhirnya. Ia bisa merasakan tatapan tajam yang sedang terarah dari luar mobil. Seo Hyung pun mendongak ke arah kanan. “Aku tidak bisa,” katanya lagi. Sejurus kemudian, pintu di samping kanan terbuka. Muncul presensi si gadis berambut sebahu. “Aku tidak bisa. Kakiku sulit digerakkan,” ujar Seo Hyung. Melihat wajah Seo Hyung membuat si gadis mendesah. Dalam hati ia ingin marah, tapi otaknya memberitahu apa yang telah dialami pria itu. Seketika ia menjadi frustasi. Gadis itu menarik punggung. Dengan kedua tangan, ia mengacak rambutnya. “Damn it!” geram gadis itu. Ia mulai kesal. Niat awal untuk balas budi dan sekarang gadis itu mulai menggerutu. Ia memutar tubuh lalu melayangkan kedua tangan ke udara. Ekspresi di wajahnya campur aduk, antara ingin berteriak, marah dan menangis. “Yang benar saja!” desahnya kasar. Demi apa! Ia hidup sendiri selama sepuluh tahun dan ini kali pertama bagi gadis itu mengalami kejadian merepotkan seperti ini. Sialan dengan rasa kemanusiaan ini. “Ck!” Gadis itu menyentak napasnya dari mulut dan ia benar-benar merasa kacau. Ternyata membalas kebaikan seseorang itu bukan satu hal yang gampang. Demi apa pun, dia lebih memilih menggambar dari pagi hingga pagi dan berkutat dengan analisis proyek daripada terlibat situasi seperti ini. Sementara Kim Soe Hyung mulai merasa tidak enak hati. Jujur saja, seumur hidupnya, Kim Soe Hyung tak pernah mendapat kesusahan seperti ini. Ya, walaupun ia juga mengalami tekanan batin, tapai apa yang sedang ia alami saat ini benar-benar berada di luar pemikiran Kim Soe Hyung. “Maaf,” gumam Seo Hyung. Ia menundukkan kepala dan merasa malu. Mendengar ucapan dengan nada rendah itu membuat si gadis berdecak bibir sambil menutup matanya. Kedua tangan bertengger di pinggang dan ia menundukkan kepala. Memaksa otaknya untuk memikirkan sesuatu. “Sial!” desisnya. Baru pertama kali gadis itu menyadari jika ia benar-benar sendirian di dunia ini. Sudah terlalu lama ia hidup mandiri dan berpikir tak membutuhkan orang lain. Sekarang, ia sedang berada di jalan buntu dan situasi sedang memaksanya untuk mencari bantuan dari orang lain. “Tidak,” gumamnya sambil menggelengkan kepala. “aku bisa mengatasi ini. Aku bisa. Aku pasti bisa.” Gadis itu menutup kedua mata dan mulai menarik napasnya dalam-dalam. ‘Come on, Jes, you can do that. You’re strong girl. You’re smart, you’re genius. Let’s fix this piece of s**t!’ batin gadis itu. Ia melepaskan napasnya dari mulut bersamaan dengan membuka kedua matanya. “Oke!” entaknya. Gadis itu memutar lutut dan melesak ke dalam mobil. Ia tak berucap apa-apa selain memosisikan tubuhnya agar nyaman di dalam mobil. Kedua tangan telah berada di setir mobil dan ia masih membungkam mulut. Tampak gadis bermata cokelat itu tengah menajamkan pandangan, seolah-olah di depannya berdiri musuh terbesarnya dan memang ia sedang berusaha mengalahkan rasa takut yang menurut gadis itu adalah musuh paling besar di hidupnya. Selama beberapa saat gadis itu terdiam dan tampak dadanya mulai mengembang. Sekali lagi ia menghela napas panjang sembari menutup kedua mata. Ketika napasnya berembus keluar, ia pun memutar wajahnya ke samping. “Ya sudah,” katanya dengan desahan berat. “tidak ada pilihan lain.” Gadis itu berhenti berucap dan seketika membuat jantung Seo Hyung berdetak penuh tekanan. Kelebat pemikiran menyedihkan mulai bersarang di dalam kepala Kim Seo Hyung, ‘Pasti dia akan meninggalkanku di sini.’ Lelaki itu menelan saliva. Sudah pasrah saja. Lagi pula raut wajah gadis itu kini memperlihatkan bagaimana ia sudah muak dengan Kim Seo Hyung. Hidungnya yang kembang kempis dengan pandangan penuh teror sarat menggambarkan amarah yang berusaha ditahan. Namun, semua itu meluruh ketika sekali lagi ia mendesahkan napasnya dari mulut dengan kedua mata yang tertutup. “Kau ikut denganku ke rumahku.” DEG
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN