Bab 3. Pengganti Pengantin Pria

1307 Kata
"Kurang ajar! Berani sekali Erland mengkhianati cintamu, Mayang! Tidak tahu diri. Papah enggak akan menunggu besok, hari ini juga kita ke rumah Erlangga. Ayok, kita ke rumah mereka sekarang!" Reaksi papa di luar dugaan. Kupikir papa tidak akan langsung ke rumah Erland. Papa baru satu jam tiba di rumah. Memang sebelumnya mama sudah bercerita pada papa lewat sambungan telepon tentang masalah yang aku alami. Papa tidak menunggu waktu lagi, pagi ini sudah sampai rumah. Harusnya besok papa baru pulang. "Pag, tenang dulu. Apa tidak terlalu terburu-buru, Pah? Papah baru sampai rumah," kataku memegang lengan papa. Kasihan papa, baru sampai rumah mendengar kabar tak baik dari hubunganku dengan Erland. "Enggak apa-apa, Nak. Bagi Papah, ini salah satu bentuk penghinaan Erland padamu dan pada keluarga kita. Erland sama sekali tidak menghargai rencana pernikahan kalian." Sorot mata Papa begitu tegas. Aku merunduk dalam, ada rasa bersalah, sedih dan menyesal. "May, kamu jangan merasa bersalah. Semua ini bukan salahmu, tapi salah Erland! Satu Minggu lagi mau menikah, malah selingkuh, bikin malu." Giliran mama yang angkat bicara. Aku menghela napas berat. Tidak tahu harus bicara apa lagi. Erland memang keterlaluan. Kalau memang dia sudah tidak suka padaku, harusnya bilang dari awal. Kalau memang tidak mau menikah denganku, harusnya menolak rencana pernikahan kami. Astaghfirullah, ya Allah .... "Mah, Papah mau ganti pakaian dulu. Setelah itu, kita langsung ke rumah Erlangga. Papah gak bisa membiarkan anak semata wayang kita menikah dengan lelaki b******k seperti Erland!" Amarah papa tak bisa lagi dibendung. Wajahnya memerah karena menahan amarah. "Iya, Pah." Kedua orang tuaku masuk kamar. Tinggallah aku di ruang keluarga. Menutup wajah dengan kedua tangan, lalu beranjak menuju kamar, mengganti pakaian. Sejak kemarin, handphone belum aku aktifkan. Aku tak peduli pekerjaan di kantor. Semua kuserahkan pada Tamara. Sahabat sekaligus sekretaris pribadiku. Tamara juga belum tahu tentang permasalahan ini. Aku sedang tidak mau banyak cerita. Baru cerita ada kedua orang tua saja. Pukul delapan malam, kami sekeluarga ke rumah keluarga Erlangga. Keluarga besar yang harusnya akan menjadi bagian dari keluargaku. Sebelumnya aku sudah membayangkan bisa berada di tengah-tengah mereka. Tapi kini, harapan itu telah pupus. Sampai di rumah keluarga Erlangga, kami turun dari mobil. Mama mengusap punggung papa agar tetap bersikap tenang. Papa juga menyuruhku membawa rekaman video tentang perselingkuhan Erland dengan sekretarisnya. Pintu terbuka, kami dipersilakan masuk oleh asisten rumah tangga. Mama sejak duduk di sofa ruang keluarga, tangannya terus menggamit lengan papa. Mungkin mama takut emosi papa meledak-ledak. "Selamat malam, Pak Pramudya. Kenapa datang ke sini tidak memberi kabar dulu kepada kami?" Om dan tante Erlangga telah datang. Mereka menyalami, senyumnya merekah. Aku pun menyalami keduanya. Papa tidak menjawab pertanyaan Om Erlangga. Sorot matanya justru sangat tajam. Mama berdehem. "Mohon maaf, Pak Erlangga kalau kedatangan kami mengganggu waktu istirahatnya." Mama menjawab pertanyaan Om Erlangga. Tante Erna tersenyum ramah. Pandangannya lalu beralih padaku. "Mayang, semakin hari kamu semakin cantik saja. Mungkin karena aura mau jadi pengantin kali, ya?" Tante Erna menyela, tersenyum manis. Aku hanya meringis menanggapi pujian dari wanita yang telah melahirkan Erland. "Pak Erlangga, kedatangan kami ke sini ingin memberitahu sesuatu. Aku tidak akan berbasa-basi lagi. Mayang, mana video rekaman itu?" Papa bertanya. Aku tersentak, rupanya papa ingin langsung menunjukkan video rekaman perselingkuhan Erland dan sekretarisnya. "Pah ...." kataku ragu. "Tunjukkan pada mereka tentang kebusukan anak yang selama ini dibanggakan." Aku dan yang lainnya terkejut mendengar ucapan papa yang tak menyenangkan. Kulihat Om Erlangga dan tante Erna sikapnya berubah gusar. Mereka tampak kebingungan. "Mohon maaf, Pak Pram. Maksudnya apa Pak Pram mengatakan kebusukan anak kami?" Om Erlangga tentu tidak terima mendengar penilaian buruk papa pada Erland. Papa bergeming, menungguku menunjukkan rekaman video menjijikan itu. Tanpa banyak kata, papa meraih handphone di tangan, lalu menyodorkannya pada om Erlangga dan tante Erna. "Kalian lihat saja sendiri. Apa pantas, lelaki yang satu Minggu lagi akan menikah melakukan hubungan tak senonoh dengan wanita lain? Apa perselingkuhan Erland dengan sekretarisnya bukan suatu kebusukan? Apa menurut kalian, berselingkuh merupakan kebaikan?" Intonasi suara papa mulai meninggi. Kulihat mama memegang lengan papa. Mengusap berulang kali. Aku sendiri terkejut melihat reaksi papa di luar dugaan. Om Erlangga mengambil ponselku. Mereka melihat video bersamaan. "Ya Tuhan, Pah ...," desis tante Erna menutup mulut dengan sebelah tangan. Om Erlangga meletakkan ponselku di atas meja, lalu tanpa mengucapkan sepatah kata, meninggalkan kami. Tante Erna menyusul. Menit berikutnya terdengar suara Om Erlangga yang berteriak memanggil Erland. Entah apa yang terjadi pada mereka. Papa mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja, menyerahkan padaku. "Papah ingin tau, keputusan apa yang akan diambil Erlangga. Yang jelas, Papah gak akan mengizinkanmu menikah dengan Erland, Nak," ucap Papa. Kedua mata papa memerah. Aku langsung memeluk tubuh papa. Lelaki yang selama ini selalu melindungiku. "Terima kasih, Pah." "Om Pram, tante Widuri?" Melepaskan pelukan, menoleh ke belakang. Rupanya Alex baru pulang. Adik Erland itu mencium punggung tangan mama dan papa dengan sopan. Kemudian, duduk di sofa yang bersebrangan dengan kami. "Nak Alex baru pulang?" "Iya, Om. Kalau saya boleh tau, ada maksud apa, Om dan Tante datang ke sini? Maaf, kalau pertanyaan saya lancang." Alex yang masih mengenakan jaket, menatap kami bergantian. Papa menghela napas berat. "Alex, kedatangan kami ke sini bermaksud membatalkan acara pernikahan Mayang dengan kakakmu. Kamu pasti tau kalau Erland telah berselingkuh. Mayang bilang, dia tahu Erland di kamar hotel dengan sekretarisnya karena mendapat informasi darimu. Oleh karena itu, Om dan tante mengucapkan terima kasih. Kamu secara tidak langsung telah menyelamatkan anak kami dari lelaki b******n seperti Erland." Papa berkata tegas. Pandangan Alex mengarah padaku lalu kembali menatap mama dan papa. Aku harap, bocah ini tidak mengatakan niatnya ingin menggantikan Erland menjadi calon suamiku. "Om, Tante, meskipun Kak Erland adalah kakakku, tapi kalau dia gak bisa setia, berulang kali main wanita tanpa sepengetahuan Mayang, saya tentu gak terima. Perempuan sebaik dan setia seperti anak Om dan Tante, gak pantas mendapatkan suami lelaki sampah macam Kak Erland." Sesaat, aku terenyuh mendengar kalimat yang dilontarkan Alex pada kami. Memang selama ini Alex suka memberitahu kalau Kakaknya tidak setia tapi aku selalu mengabaikan karena belum pernah melihat dengan mata dan kepala sendiri. "Terima kasih, Alex. Semalam kamu sudah melindungi dan mengantarkan Mayang sampai rumah. Tante gak bisa bayangkan jika Mayang kamu tinggalkan sendirian." Mama pun mengucapkan terima kasih pada Alex. Mama benar, jika aku tidak ditemani Alex, mungkin aku tidak akan pulang ke rumah. Hatiku malam itu sangat hancur dan kecewa. "Sama-sama, Tante. Jadi, keputusan Tante dan Om bagaimana? Apa akan tetap menikahkan Mayang dengan Kak Erland karena undangan pernikahan sudah tersebar?" "Oh tidak. Kami tidak akan membiarkan itu terjadi. Lebih baik acara pernikahannya kami batalkan dari pada harus menikahkan Mayang dengan Erland." Papa menjawab tanpa keraguan. Sesaat terjadi keheningan. Lalu, Alex kembali berkata. "Om, Tante, mohon maaf sebelumnya. Kalau acara pernikahan itu dibatalkan, apakah tidak membuat malu keluarga? Mungkin kalau rugi dari segi finansial tidak menjadi masalah buat Om dan Tante. Tapi, kalau harga diri?" Kulihat mama dan papa tampak berpikir. Papa mencondongkan tubuh agak ke depan. "Maksudmu apa, Nak Alex?" Pandangan Alex mengarah padaku. Aku sudah tahu apa yang akan dikatakan lelaki berusia 20 tahun itu. Aku menggelengkan kepala sebagai isyarat agar Alex jangan mengungkapkan niatnya. "Begini, Om, Tante. Kalau diizinkan, kalau Tante dan Om restui, saya mau jadi pengganti pengantin pria Mayang." "Apa?" tanya papa dan mama terkejut. Aku memejamkan mata. Alex benar-benar cari masalah. Belum kelar masalah Kakaknya sekarang dia mau menambahkan masalah baru. "Om, Tante, jujur saja. Sebenarnya sudah sejak lama, saya menyukai anak Tante dan Om. Tapi, karena Mayang sudah menjalin hubungan dengan kak Erland lebih dulu, perasaan itu saya pendam bahkan saya, saya berusaha menguburnya. Sekarang perasaan cinta itu kembali hadir. Saya mencintai Mayang dengan segenap jiwa. Tante dan Om gak perlu khawatir, saya memang masih kuliah tapi saya sudah punya penghasilan. Sudah dua tahun belakangan, saya punya cafe dan restoran di dekat kantor papa dan kantor Om sendiri. Jadi, untuk nafkah lahir, saya sudah mempersiapkan semuanya. Bagaimana, Om, Tante, apa boleh saya menikahi Mayang Adinda Pramudya?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN