Bab 2. Ketakutan

1363 Kata
"Please, jangan paksa aku jawab sekarang, Lex. Pikiranku sangat kacau. Aku mohon, jangan menambah masalahku. Aku mohon." Tak mungkin aku mengambil keputusan secepat ini. Aku tidak mau gegabah dalam mengambil keputusan atau mencari solusi dari masalah yang tengah kuhadapi. Perkataan Alex benar, jika aku membatalkan rencana pernikahan, bukan cuma aku yang malu, kedua orang tuaku pun pasti sangat malu apalagi papa merupakan pengusaha yang terkenal di kota ini. Mau ditaruh di mana muka papa jika aku membatalkan acara pernikahan yang tinggal satu Minggu lagi? "Oke, aku ngerti, tapi kamu harus pikir baik-baik ucapanku. Aku mau menikahimu. Aku mau jadi pengganti Kak Erland. Jangan batalkan pernikahannya, ganti saja calon pengantin prianya. Yang, aku bisa menghasilkan uang, bisa memberimu nafkah lahir dan bathin." Genggaman tangan Alex melonggar, kumanfaatkan kesempatan ini untuk pergi, masuk ke dalam rumah tanpa menanggapi ucapannya. "May, kamu dari mana?" Langkah kaki terhenti, mendengar suara mama dari belakang. Kuseka air mata yang membasahi pipi. Aku tak ingin mama melihatku menangis. Saat ini, aku harus merahasiakan perselingkuhan Erland. "Ma-Mamah belum tidur?" tanyaku salah tingkah. Mama menelisik wajah, aku memalingkan wajah ke arah lain. Menghindari tatapan mata mama supaya tidak melihat bekas tangisan. "Kamu nangis kenapa, Nak?" Gagal. Mama tetap bisa melihat bekas tangisanku. Kedua tangan mama menangkup kedua pipi. Air mata yang mati-matian ditahan, mengalir juga. Kupeluk tubuh mama erat. Sangat erat. Menangis pilu, memeluk tubuh wanita yang amat kusayangi. Mama mengusap lembut punggungku. Aku sangat yakin, mama sudah dapat menduga permasalahan yang tengah kuhadapi. "Mayang, cerita sama Mamah pelan-pelan. Ada apa?" Mama melepaskan pelukan, menyeka air mataku lembut. "Mah, a-aku, aku---" Tak kuasa menceritakan pengkhianatan yang dilakukan Erland. Tangisan kembali pecah, mengingat kejadian di dalam kamar hotel. Mama menuntun duduk di sofa keluarga. Mama beranjak, mengambilkan segelas air putih. "Minum dulu, Nak." Kuambil segelas air putih, meneguknya hingga setengah gelas. "Kalau kamu belum siap cerita sekarang, enggak apa-apa. Sebaiknya kamu istirahat saja. Udah jam 11 malam." "Mah, maafin aku. A-aku belum bisa membahagiakan Mamah." Kuabaikan saran mama, menggenggam telapak tangannya. Mama wanita yang begitu lembut dan penyabar. Hanya padanya aku berbagi cerita. "Enggak, Mayang. Kamu udah bisa membahagiakan Mamah dan Papah. Kamu juga udah membuat kami bangga apalagi sebentar lagi kamu akan menikah. Mamah dan papah gak sabar lihat kamu jadi pengantin dan nantinya punya anak." Ya Allah ... bagaimana aku menyampaikan perselingkuhan Erland jika mama mengharapkan pernikahan ini? Apa mungkin aku harus tetap menikah dengan lelaki b******n itu? Tidak. Aku tidak mau dinikahi Erland. Belum menikah saja dia sudah berselingkuh. Bagaimana jika sudah menikah? Parahnya, Erland tidak merasa bersalah sekali. Dia justru menyalahkan Alex yang telah memberitahuku keberadaannya di hotel itu. "Mamah, aku minta maaf. Ternyata aku salah pilih calon suami, Mah." Mama terkejut, kedua matanya membeliak. "Salah pilih calon suami bagaimana, Nak?" Aku harus mengatakan kebenarannya. Jangan sampai nanti mama mendengar dari orang lain. Firasatku mengatakan kalau Erland akan mengelak perselingkuhannya dan mungkin dia akan memutarbalikkan fakta kalau aku yang berselingkuh dengan Alex. Kening mama mengkerut, mengubah posisi duduk, lebih menghadapku. "Mayang, apa kamu menangis karena bertengkar dengan Erland?" telisik mama penasaran. Aku memejamkan kedua mata, menganggukkan kepala. Andai saja aku tahu perselingkuhan ini dua bulan sebelumnya, tanpa berpikir panjang pasti sudah kubatalkan rencana pernikahan kami, tapi sekarang pernikahan kami tinggal satu Minggu. Apa aku harus mengorbankan diri sendiri memiliki suami tukang selingkuh? Dari dulu aku selalu berkeinginan menikah satu kali dalam seumur hidup. Jika Erland belum bisa mengubah sikap buruknya, aku takut pernikahan kami hanya seumur jagung, berakhir perceraian. "I-iya, Mah. Aku dan Erland bertengkar." "Bertengkar karena apa, Nak? Kenapa kamu sampai mengatakan salah cari calon suami? Bertengkar karena apa?" Jika bukan karena selingkuh, mungkin aku masih bisa memaafkan, masih mau memberi kesempatan. "Mah, kami bertengkar karena Erland selingkuh." Kalimat itu akhirnya keluar dari mulutku. Mama terkejut, kedua matanya membeliak, kepala mama menggeleng berkali-kali. "Enggak mungkin Mayang. Kamu jangan percaya omongan orang lain, Nak. Jangan percaya! Kamu mesti ingat, satu Minggu lagi kalian akan menikah. Rasanya gak mungkin Erland setega itu." Sudah kuduga mama tidak akan langsung percaya. Jika di depan mama papa, Erland lelaki yang sopan dan baik. Itulah yang membuat mama dan papa menyetujui hubungan kami. Tidak hanya itu, Erland juga seorang pengusaha. Perusahaan yang dikelola Erland pun bekerja sama dengan perusahaan papa. Aku terdiam, bingung harus menjelaskan bagaimana lagi. Alex memang sempat memvideokan Erland yang tengah b******u dengan sekretarisnya bahkan Alex sempat merekam perdebatanku dengan Erland. Apa aku harus menunjukan rekaman menjijikan itu pada mama? "Aku melihatnya sendiri, Mah. Erland dan sekretarisnya ada di dalam kamar hotel. Waktu aku membuka pintu kamar hotel yang gak dikuncinya, mereka sedang--" Tak kuasa bibir ini melanjutkan kalimat. "Ya Allah, May ... bagaimana bisa Erland setega itu padamu? Astaghfirullah." Mama langsung memeluk erat. "Mah, aku harus bagaimana? Aku gak mau menikah dengannya. Aku gak mau, Mah." Sangat menjijikan jika aku tetap menikah dengan Erland. Rumah tangga kami tidak akan bahagia. Tiap ada masalah, pasti perselingkuhaan Erland akan menjadi pembahasan. Aku tak mau menikah dengan lelaki yang tak setia. Pernikahan bukanlah untuk satu atau dua hari. Inginku, menikah satu kali dalam seumur hidup. "Kalau memang kamu melihat perselingkuhan Erland dengan mata kepala sendiri, Mamah tidak akan pernah mengizinkanmu menikah dengannya. Tidak akan. Kamu anak semata wayang kami, kamu anak yang kami banggakan. Sangat jahat jika Mamah dan papa mengizinkanmu tetap dinikahi Erland padahal sudah jelas-jelas dia menyakiti hatimu, mengkhianati cintamu." Ucapan mama membuat hatiku sedikit tenang dan lega. Kupikir mama akan memaksa agar aku tetap menikah dengan Erland. Sangat bersyukur mama selalu percaya padaku. Hanya saja sekarang aku bingung menghadapi papa. Papa masih di luar kota. Bagaimana cara kami menyampaikan masalah ini? "Terima kasih, Mah. Lalu, bagaimana dengan papah? Bagaimana dengan acara pernikahan aku, Mah? Apakah tidak akan membuat Mamah dan papah malu kalau dibatalkan?" Pikiranku benar-benar buntu. Mama juga pasti bingung dan tidak mau kalau acara pernikahan kami batal. Mengingat undangan sudah tersebar luas. "Nanti Mamah dan papah akan mencari jalan keluarnya. Sekarang kamu lebih baik istirahat. Tidur yang nyenyak. Jangan terlalu memikirkan masalah ini. Pokoknya kamu gak boleh menikah dengan Erland! Lusa, Mamah dan papah akan menemui keluarga Erland untuk membatalkan acara pernikahan kalian. " Aku terkejut mendengar ketegasan mama. "Mah, tapi undangan sudah tersebar luas. Apa itu tidak akan membuat Mamah dan papah malu?" Mengulangi pertanyaan yang sama. "Kami lebih malu kalau punya menantu tukang selingkuh. Lelaki sampah! Sudahlah, kamu jangan memikirkan keadaan kami. Mayang, kamu harus tetap bersyukur karena masih bisa selamat dari lelaki buaya macam Erland. Mamah tidak bisa membayangkan jika anak Mamah satu-satunya diselingkuhi oleh suaminya kelak. Mamah tidak mau cucu kami nanti memiliki figur seorang ayah yang menjijikan. Enggak, Nak, kamu tenang saja. Mamah dan papah akan mencari jalan keluarnya." Kupeluk tubuh mama kembali. Kini, hatiku agak lega dan tenang. Semoga saja ada jalan keluar yang terbaik bagi kami. Aamiin. "Terima kasih, Mah. Terima kasih sudah percaya padaku." Pelukan kami terlepas saat terdengar suara bel berbunyi. Aku dan mama menyeka lelehan air mata yang membasahi pipi. "Mungkin itu papahmu pulang, Nak. Sebentar, Mamah bukain pintu dulu." Aku menganggukkan kepala, membiarkan mama ke depan membuka pintu. Sejenak aku tercenung membayangkan ekspresi papa jika tahu kalau aku tidak sudi menikah dengan Erland karena ia ketahuan selingkuh bersama sekretarisnya. "Nak Erland, tunggu! Ini sudah malam, besok saja ketemu Mayangnya. Nak Erland!" Aku terkesiap mendengar suara mama yang mencegah Erland. Astaghfirullah, jadi yang menekan bel itu bukan papa tapi Erland? "Mayang! Dengerin aku dulu! Aku bisa jelasin." "Lepasin tanganku, b******k! lepasin!" kataku berusaha meronta, melepaskan diri dari cekalan kedua tangan Erland. Kulihat mama berjalan ke arah depan. Kenapa mama meninggalkanku atau mama mau panggil security? Ya Allah, tolong lindungi aku dan mama. "Enggak. Aku gak akan melepaskanmu sebelum kamu tetap mau menikah denganku, May!" Tak habis akal, kuinjak kaki Erland. Ia terkejut, mengangkat sebelah kaki yang aku injak. Aku berlari ke depan, keluar rumah. Memancing Erland agar keluar dari rumah kami. "May! Mayang, tunggu!" Bernapas lega setelah berada di luar rumah. Aku langsung menghambur dalam pelukan mama. Ternyata benar, mama memanggil security. "Lepasin tanganku! May, aku gak mau pernikahan kita batal! Kita harus tetap menikah, May!" Tak kuhiraukan teriakan Erland yang kedua tangannya dicekal security. Aku dan mama secepatnya masuk ke rumah dan mengunci pintu. "Alhamdulillah, astaghfirullah ... Mamah takut sekali dia nekat berbuat jahat pada kita, May."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN