Chapter 7

1329 Kata
Aini malu sangat luar biasa. Ternyata oh ternyata, benda yang dia kira ikat rambut itu adalah celana dalam berenda yang dia lemparkan kembali ke dalam paper bag satu minggu yang lalu, ah, pantyliner. Mungkin karena dia terlalu buru - buru hingga tak memperhatikan baik - baik apa yang dia pegang. Iya, dia terburu - buru. Dan itu semua karena Shen Mujin menyebalkan itu. Setelah makan siang yang terasa mencekam, Aini keluar dari dalam tenda Shen Mujin tanpa ikat rambut. Rambut sepunggung dia biarkan tergerai begitu saja. Biarkan saja dia merasa gerah karena uraian rambutnya. Dia tidak mau peduli dan ambil pusing lagi. Yang dia pedulikan adalah membacok leher Shen Mujin. Ya, jika dan andaikan dia bisa melakukannya di dunia nyata. Namun sayang, membacok leher Shen Mujin hanya bisa dia lakukan di dunia hayalan. Hayalan yang tak pernah kesampaian.  "Ini semua karena Shen Mujin, aku sudah tidak punya rasa hormat pada dia lagi. Laki - laki itu ternyata lebih menyebalkan dari semua orang, bahkan kakak Opal yang menyebalkannya nggak ketulungan itu ditikung oleh Shen Mujin." Aini mengomel sepanjang hari. Dan setiap omelan yang keluar dari mulutnya adalah nama Shen Mujin. Sejak mengenal Shen Mujin, hidup Aini tak tenang. Selalu saja ada rutukan dan omelan dari bibir manis berisi itu untuk pria yang bernama Shen Mujin. Mata Shen Mujin melirik sepanjang hari ke arah wajah kusut nan kesal bin dongkol dari Aini. Pria itu tak bisa menahan tawa, ingin rasanya dia tertawa keras, namun mengingat posisinya yang sebagai bos dan pengusaha terhormat, dia menunda dulu tawa itu, mungkin di lain hari di tempat lain dia bisa menyalurkan rasa tawa. Jujur saja, tertawa lepas adalah hal baru dan jarang dia lakukan. Sebab, posisinya sebagai bos dan pemimpin selaku berkutat di depan tumpukan berkas kontrak dan di depan laptop. Lu Yang yang berada di belakang sang bos hanya bisa berdiri pasrah. Itu adalah kesalahannya. Kesalahannya menyuruh orang yang mengurus kebutuhan rumah tangga dan pakaian untuk membeli barang - barang Aini. Mana dia tahu akan jadi begini? Malam itu sudah tengah malam, yang ada di otaknya adalah bantal, selimut dan tidur. Susah sekali nasibku Buddha. Batin Lu Yang mengadu. "Beli ikat rambut dan kebutuhan kepala untuk wanita," ujar Shen Mujin, lalu dia berjalan ke meja kerja di dalam tenda, sebelum membuka laptop, dia melanjutkan ucapannya, "mungkin peralatan rambut, entah itu namanya apa, jepit rambut atau apa itu." Lu Yang menyahut, "Baik, bos." Shen Mujin tenggelam dalam pekerjaan. Perusahaan raksasa di bidang real estat membuatnya harus ekstra sabar dan teliti. Banyak saingan bisnis di China. Bukan dari dalam negeri saja, namun dari luar negeri pun ada saingan. °°° Malam telah tiba, Aini tidak berniat untuk mandi, dia berniat untuk langsung tidur, namun suara misterius datang dari dalam perutnya. Kryuuuk kryuuk Ah, dia sadar. Dia belum makan malam. Mungkin karena sibuk melayani korban dan sibuk mengomel Shen Mujin, dia jadi lupa kalau makan malam itu ada. "Aku sudah menunggumu untuk makan malam." "Hakh!" Aini yang hendak memasuki tenda berjingkat kaget ketika mendengar suara misterius kedua dari belakangnya. Gadis itu berbalik. "Shen Mujin."  "Kau mengagetkanku." Aini menggertakkan giginya kesal. Shen Mujin tersenyum kecil. "Ayo." Ajak Shen Mujin. "Korban banyak hari ini." Shen Mujin berbalik berjalan ke arah tendanya, Aini mau tak mau mengikuti dari belakang Shen Mujin. Meski dia tak suka laki - laki itu, namun dia lapar. Lapar yang mengikuti arah ke mana Shen Mujin pergi bukan Aini, sekali lagi Aini tekankan. Lapar. Sampai di tempat Shen Mujin, Aini langsung duduk, perempuan itu meraih sayur dan nasi, dia tidak mengambil daging. Hal ini membuat Shen Mujin yang duduk berhadapan dengan Aini mengerutkan keningnya, dia berinisiatif untuk mengambil daging dengan sumpit yang dia makan ke dalam mangkuk Aini, namun gadis itu menjauhkan mangkuk nasi. "Makan daging, ini bagus untuk tubuh," ujar Shen Mujin. "Aku tidak makan daging itu," ujar Aini. Lalu gadis 20 tahun itu menyuapkan nasi ke dalam mulut dengan sumpit. Shen Mujin terlihat tidak yakin dengan ucapan Aini, pasalnya seminggu yang lalu ketika dia melihat Aini makan nasi kotak, Aini dengan lahap makan daging yang ada di dalam kotak itu. "Minggu lalu kamu makan daging lahap sekali, kenapa sekarang tidak makan daging?" tanya Shen Mujin. "Aku tidak makan daging babi," jawab Aini. "Uhuk! Uhuk!" Lu Yang juga yang sedang makan daging terbatuk. Dia baru menyadari satu hal, bahwa nona YouTuber itu adalah seorang Muslim. Orang Muslim yang dia cari tahu di internet tidak makan satu daging yang dia makan sekarang. Matanya melotot ke arah daging kecap yang berada di sumpit bosnya. "Bos–" "Lu Yang saja makan daging babi, kamu minggu lalu makan daging, kenapa pilih - pilih?" kening Shen Mujin berkeriting. "Makan daging babi itu sehat, dapat menguatkan tubuh, memberi tenaga, apalagi kamu yang bekerja di lapangan melayani para korban gempa." Lu Yang ingin koprol dari dalam tenda keluar tenda sang bos. Nenek moyangku bos besar Shen Mujin. Buddha, ini salahku! Batin Lu Yang mengakui salahnya. "Bos, orang Muslim tidak makan daging babi," ujar Lu Yang memberitahu Shen Mujin. Shen Mujin melihat ke arah Aini yang makan lahap tanpa daging, lalu dia melihat ke arah Lu Yang yang mangkuk di penuhi daging kecap. "Apa bedanya daging babi dengan daging lainnya?" "Kitab suci kami melarang makan daging babi, Tuan Shen." Aini menjawab. "Kenapa dilarang makan daging babi?" Shen Mujin tak begitu mengerti mengenai perihal agama. "Perintah Tuhan adalah perintah, jika Tuhan mengatakan jangan lakukan, maka jangan lakukan," jawab Aini. "Itu sama seperti umat Hindu yang tidak makan daging sapi karena sapi adalah hewan yang dianggap suci, sama seperti para biksu yang tidak makan daging karena larangan, umat Muslim tidak makan daging babi karena haram," jawab Aini ke arah Shen Mujin, "apakah anda mengerti larangan?" "Ya, saya mengerti," jawab Shen Mujin. "Itu sama seperti Anda adalah bos, lalu Anda memerintahkan karyawan Anda untuk tidak menyentuh barang pribadi Anda di dalam ruangan yang anda beri tanda larangan." Shen Mujin mengangguk mengerti, dia tak menanyakan lagi perihal daging itu. Dia meletakan kembali daging kecap lalu melanjutkan makan malam. Lu Yang yang memegang mangkuk berisi daging itu hanya bisa menutup mata bersalah. Buddha, aku punya banyak salah. °°° Shen Mujin sudah terlihat rapi dengan kemeja yang dia pakai, ketika dia keluar dari tenda, sudah ada seorang gadis yang menunggu. "Apakah kamu ingin makan pagi bersamaku?" tanya Shen Mujin ketika melihat siapa gadis itu. "Tuan Shen, saya harap barang - barang pribadi saya yang anda bawa pergi minggu lalu, Anda kembalikan," ujar Aini mengabaikan pertanyaan Shen Mujin. Aini menunggu Shen Mujin pagi - pagi sekali di dalam tenda bukan untuk makan pagi bersama, tapi untuk memberitahu Shen Mujin bahwa barang - barang miliknya masih berada di tangan Shen Mujin. Shen Mujin melirik Lu Yang yang berdiri tak jauh dari tenda. Pria 30 tahun itu mengangguk mengerti, "Hari ini saya akan kembali ke Beijing, barang - barangmu nanti akan dikirim dari sana," jawab Shen Mujin. Aini mengangguk mengerti, sebab di tas itu ada barang - barang penting, bukan cuma pakaian dan peralatan lainnya, ada dokumen penting seperti paspor dan kartu identitasnya lain. Barang yang sangat vital bagi orang yang berada di luar negaranya. "Ayo masuk ke tenda." Ajak Shen Mujin, "Kita sarapan dulu," ujar Shen Mujin sambil berjalan masuk ke tenda, Aini mengikuti dari belakang. Tak apa makan pagi bersama, niatnya untuk memberitahu maksudnya sudah dia katakan. "Jadi Anda hanya datang untuk satu hari?" tanya Aini, Shen Mujin duduk di dalam tenda, ada dua orang membawa tas makanan dan diletakan di atas meja lipat. Shen Mujin memberi isyarat agar Aini masuk. Mereka duduk di depan meja dengan banyak makanan untuk sarapan. "Ya, hari akhirat pekan tidak ada pekerjaan," jawab Shen Mujin mengambil mangkuk sup. "Tidak ada daging babi di setiap makanan ini," ujar Shen Mujin sambil menunjuk ke arah makanan.  Aini menunjuk ke arah bakpao yang cantik. Dia bertanya ke arah yang meletakan makanan. "Makanan ini dibeli atau dibuat sendiri?" "Dibuat oleh koki milik Tuan Shen," jawab perempuan itu. "Pakai margarin atau lemak apa?" "Lebih gurih pakai lemak babi," jawab perempuan itu. "...." Sumpit Shen Mujin yang terlanjur memasukan bakpao itu ke dalam mulut berhenti mengunyah. Matanya melihat ke arah Aini. "Apakah lemaknya juga tidak bisa dimakan?" tanya Shen Mujin mengeluarkan ulang bakpao itu di tisu. Aini menggelengkan kepalanya, "Tidak bisa." °°° Saya menulis cerita ini di platform D.R.E.A.M.E dan I.N.N.O.V.E.L milik S.T.A.R.Y PTE. LDT Jika anda menemukan cerita ini di platform lain, mohon jangan dibaca, itu bajakan.  Mohon dukungannya. IG Jimmywall Terima kasih atas kerja samanya.  Jimmywall.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN