Chapter 8

1316 Kata
"Kenapa kamu tidak mengatakan padaku bahwa lemak babi juga tidak bisa dimakan oleh orang Islam?" wajah Shen Mujin menatap datar ke arah Lu Yang. Lu Yang hampir mati berdiri ketika melihat tatapan yang biasa tuannya berikan. Mereka sedang berada di dalam mobil menuju ke bandara. Shen Mujin akan kembali ke Beijing lagi, dia hanya satu hari saja berada di tenda pengungsian. "Bos, aku juga sebenarnya tidak tahu bahwa lemak babi itu tidak bisa Nona Aini makan, tapi melihat dari definisi hewannya, aku pikir segala yang berkaitan dengan babi itu haram untuk orang Islam, termasuk untuk Nona Aini." Lu Yang berusaha untuk menjelaskan kepada sang bos. "Dari yang aku cari tahu di Baidu, orang Islam sangat banyak di Indonesia, um maksudku pemeluk lain, di sana makan daging babi tidak di tempat umum, um seperti ada restorannya sendiri, kalau di sini kebalikannya." Lu Yang agak kesulitan untuk menjelaskan bagian ini, "Em, seperti begini, restoran halal di sini jarang ada, berbeda seperti di Indonesia." Shen Mujin terlihat berpikir, "Penerjemah yang lahir di Indonesia itu Islam?"  "Um, maksud bos, penerjemah yang sudah anda pecat minggu lalu?" Lu Yang bertanya, dia memastikan orang yang benar. "Ada berapa penerjemah orang Indonesia yang kau sebutkan padaku?"  "Kupikir dia …," Lu Yang terlihat ragu dengan kata - katanya. Dia tak bisa memastikan penerjemah itu Islam seperti nona YouTuber itu ataukah bukan. "Kupikir kita harus menanyakan segala informasi tentang Indonesia dari penerjemah itu, termasuk dia Islam atau bukan," ujar Lu Yang pada akhirnya. Dia tak berani langsung menebak, takut salah. "Kalau begitu segera terima dia ulang untuk bekerja." "Baik, Bos." °°° Perginya Shen Mujin membuat hati Aini belum tenang. Kenapa belum tenang? Jawabannya karena dia belum juga mendapat barang - barang miliknya yang dibawa lari oleh Shen Mujin. Namun, ketika mendengar ucapan Shen Mujin bahwa dia akan mengirimkan barang - barangnya, hati Aini yang menggantung di tenggorokan sedikit turun. Dia agak lega. Setidaknya ucapan janji dari seorang pemimpin perusahaan yang besar tidak akan berbohong. Seseorang mendekat ke arah Aini. "Aini, kudengar Tuan Shen telah kembali ke lagi Beijing?" tanyanya. Aini mengangguk, "Ya, tadi pagi," jawab Aini, "ada apa?" "Oh, hanya bertanya. Sepertinya kalian dekat dan akrab," ujar lelaki bermata sipit itu. "Kau lihat dia dan aku sedekat dan seakrab itu?" mata Aini agak menyipit. "Ya," jawab lelaki itu, "sebab sepanjang hari yang aku dan yang lain perhatikan, Tuan Shen itu terus memperhatikan ke mana langkah yang kau ambil. Jadi aku berkesimpulan bahwa kalian akrab, mungkin kau dan Tuan Shen sudah saling mengenal lama," ujar lelaki itu menjelaskan. Aini tertawa sumbang. Aku dan pria menyebalkan itu sudah saling kenal lama?  Mungkin aku sudah mati stoke dari dulu. Batin Aini mendongkol. "Jangan salah paham Anming, aku dan Tuan Shen tidak seakrab dan sedekat itu, kami juga baru saling kenal belum lama. Tuan Shen adalah donatur terbesar dari China, kami saling terlibat karena aku menjadi perwakilan perusahaannya untuk menjadi relawan. Itu karena kampanyeku di YouTube yang menyerukan bantuan untuk korban gempa." Aini menjelaskan secara detail bin rinci. "Ah, begitu rupanya." Anming – nama pria bermata sipit itu manggut - manggut. "Maaf aku salah paham," ujar Anming tak enak hati. "Tidak apa - apa, yang penting aku sudah menjelaskan," ujar Aini. Anming mengangguk, "Kalau begitu lanjutkan pekerjaan kita. Aku harus ke bagian orang sakit di tenda kesehatan. Aku ke sana," ujar Anming. "Baik, semangat!" seru Aini menyemangati teman sesama relawan. Wajah Anming agak memerah, rupanya dia tersipu malu karena mendengar suara indah dan wajah bulat manis Aini yang tersenyum. Aini melanjutkan pekerjaannya. Sudah hampir dua minggu dia berada di Zhaotong. Aini tak pernah bosan membantu para korban gempa. Baginya itu sebuah kehormatan dapat membantu orang susah yang tertimpa musibah. °°° Satu hari ini Shen Mujin mendekam di dalam ruang kerjanya tanpa keluar dari tempat yang sakral itu. Pria itu satu hari ini menjelajahi Baidu. Mesin pencarian China itu dia tuliskan banyak pencarian kata atau kata kunci. Seperti, apa itu Islam? Apa itu daging babi bagi Islam? Kenapa orang Islam dilarang makan daging babi? Lalu banyak pencarian tentang Indonesia, seperti penduduk Indonesia, kebiasaan orang Indonesia dan lain sebagainya. Lu Yang yang sedang berdiri di samping sang bos hanya bisa menggertakkan giginya agar sabar. Pasalnya, banyak orang yang ingin bertemu dengan sang bos untuk membahas pekerjaan, bukan satu atau dua orang, ini ada selusin orang yang berdiri di luar ruangan sekretstris untuk mendapatkan tandatangan dan persetujuan lainnya dari Shen Mujin. Nenek moyangku bos besar Shen, Anda bisa melanjutkan pencarian di Baidu setelah memberi tandatangan anda yang sangat berharga itu hanya dalam dua detik anda tandatangan saja di kertas putih. Batin Lu Yang berteriak. Mau sampai jam berapa karyawan dan menejer lain menunggu di luar pintu anda? Mereka bahkan tak makan siang karena Anda tak keluar - keluar dari dalam ruangan sakral ini. Buddha! Aku tahu kenapa Engkau memberi aku bos seperti ini. Jawabannya adalah untuk menguji stok kesabaranku. Batin Lu Yang. Ampun Buddha, ampun. Batin pria 32 tahun itu berteriak ampun. Di luar ruangan Shen Mujin, deretan orang berbaris rapi membawa map dan tumpukan kertas. Jam sudah menunjukan jam tiga, namun sepertinya sang bos besar masih 'sibuk'. Ya, sibuk. Andaikan karyawan Shen Mujin tahu bahwa bis besar Shen mereka sibuk bermain Baidu, mungkin mereka akan stroke dan mati berdiri di tempat. Seorang pria paruh baya datang, di tangannya ada sebuah map coklat.  "Direktur Zhen," sapa karyawan a. "Direktur Zhen," sapa karyawan b. "Direktur Zhen," sapa karyawan b. Pria paruh baya itu melihat serius ke arah bawahannya, dia melihat ke arah tangan para karyawan yang membawa map. "Ini … apa yang kalian lakukan di depan pintu ruang sekretaris Tuan Shen?" Direktur Zhen mengerutkan keningnya. Di belakang Direktur Zhen, seorang gadis cantik yang merupakan sekretaris Direktur Zhen menjawab, "Direktur Zhen, mereka semua berdiri untuk mendapatkan tanda tangan dan persetujuan dari Tuan Shen." Direktur Zhen berbalik ke arah sang sekretaris. "Ini adalah manager dari perusahaan cabang?"  Perempuan cantik itu mengangguk sambil menjawab, "Ya." "Lalu kenapa tidak diberikan saja dokumen untuk ditandatangani oleh Tuan Shen kepada para sekretaris Tuan Shen di dalam ruang sekretaris?" kening tua Direktur Zhen mengeriting. "Ini … em … saya kurang mengerti," ujar sekretaris Direktur Zhen agak bingung untuk menjawab pertanyaan dari bosnya. "Ada dua sekretaris dari Tuan Shen, kenapa berdiri menyengsarakan diri untuk menunggu?" tanya direktur Zhen. Tak berapa lama, seorang perempuan cantik berkulit putih bagai porselen membuka pintu ruangan. Orang - orang yang melihat sekretaris satu dari bos mereka itu melebarkan senyum harapan dan lega. Sekretaris satu membuka pintu ruangan berarti tanda bahwa harapan mereka ada. "Ah, Nona Gui. Akhirnya Anda membuka pintu," ujar manager a. "Buddha, terima kasih. Nona Gui membuka pintu." Manager b bersyukur. "Nona Gui," sapa manager c. "Nona Gui," sapa manager d. Sapaan demi sapaan didengar oleh perempuan cantik yang merupakan sekretaris satu dari Shen Mujin. Nona Gui melihat ke arah banyak orang, termasuk ke arah Direktur Zhen, dia tersenyum ramah. "Direktur Zhen dan yang lainnya, mohon tunggu beberapa menit lagi, Tuan Shen ada urusan penting," ucap nona Gui, di akhir kalimat dia memberi sentuhan senyum menenangkan. "Baik, Nona Gui," sahut manager a. "Baik, Nona Gui." "Baik, Nona Gui." Nona Gui berdiri menunggu bersama orang - orang, dia tak enak hati untuk masuk kembali ke dalam ruang kerjanya. Dia hanya menyampaikan ucapan dari asisten pribadi sang bos besar yang berada di dalam ruang kerja bos. Menit demi menit. Jam demi jam. Telah dua jam setelah Nona Gui berdiri. Tak lama kemudian, sekretaris dua Shen Mujin dari ruang kerja menyusul seniornya. "Tuan Shen mengatakan bahwa sebentar lagi beliau akan memberi jawaban, ada urusan penting," ucap sekretaris dua. Orang - orang hanya mengangguk.  Tak lama kemudian Lu Yang keluar dari dalam ruang kerja bos, dia berjalan keluar pintu. Senyum cerah orang - orang merekah ketika melihat Lu Yang, dia bagaikan jelmaan utusan dari Buddha. Lu Yang melihat wajah - wajah letih yang ketika melihat wajahnya yang juga lebih letih, mereka tersenyum.  "Ah, Asisten Lu, apakah saya boleh lebih dulu masuk bertemu dengan Tuan Shen?" tanya Direktur Zhen memberi senyum, "ada laporan keuangan yang harus saya bahas dengan Tuan Shen." Lu Yang melihat serius ke arah orang - orang, lalu dia melihat serius ke arah Direktur Zhen, "Bos mengatakan bahwa beliau sangat tidak bisa menerima laporan atau pemberitahuan apapun hari ini karena memiliki pekerjaan yang sangat penting." "...." Sunyi, sepi, senyap. Pekerjaan yang sangat penting. Main Baidu! Buddha! Aku banyak dosa! Batin Lu Yang berteriak berdarah. °°°
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN