Sebulan berlalu.
Saphira sudah mulai masuk dan menjalani proses pembelajaran. Dia dengan sangat senang dan bersemangat melewati hari-hari baru di kampus. Impiannya sudah semakin dekat. Dia akan bisa mencapai impiannya dengan segera. Bekerja di sebuah perusahaan besar, membeli rumah, dan mengajak keluarganya liburan bersama. Itu hanyalah sebuah mimpi yang biasa saja bagi orang lain. Tapi tidak bagi Saphira. Itu adalah sebuah impian yang sangat besar. Dia harus bekerja keras untuk mencapai mimpinya tersebut. Dia bahkan mengalami malam yang buruk saat bekerja. Tapi kini dia telah mengubur semua kenangan buruk itu. Dia ingin menjalani kehidupannya tanpa rasa dendam. Dia ingin hidup dengan tenang tanpa seorang pun tau tentang malam itu.
Dia bahkan telah mendapatkan beasiswa. Dia tidak perlu lagi memikirkan dari mana dia akan mendapatkan uang untuk membayar biaya kuliah dan biaya hidupnya. Romeo telah mengijinkannya tinggal di sebuah rumah dan dilayani dengan baik. Itu adalah hal terbaik yang telah dia dapatkan. Hal terbaik yang pernah dia terima dalam hidupnya. Hasil bekerja sambilannya pun dia kirimkan kepada orang tuanya untuk membayar hutang. Dia sangat ingin membantu mereka. Terlebih membantu adiknya untuk bisa hidup bersama kembali. Dia ingin adiknya keluar dari asrama dan tinggal di rumah bersama keluarganya. Karena menurutnya tinggal di asrama tidak terlalu baik. dia harus menyiapkan semuanya sendiri. Dia harus mencuci bajunya sendiri. Dia tidak tega, karenanya dia harus belajar dengan rajin dan bisa segera bekerja.
Saphira berjalan dengan santai di lorong kampusnya. Dia harus menyelesaikan tuagsnya hari itu. Karena jika tidak, dia tidak akan bisa menyelesaikan tepat waktu. Dua puluh empat jam dalam sehari rasanya kurang untuknya. Dia harus membagi waktu dengan sangat baik. antara kuliah dan juga pekerjaannya.
Ponselnya bergetar. Dia melihat pesan yang masuk. Itu adalah pesan dari Romeo.
“Dimana? Aku akan segera menjemputmu.”
“Di kampus. Aku masih harus menyelesaikan tugasku. Ada apa? sudah cukup lama kamu tidak menghubungiku.” Balas Saphira. Kemudian dia memasukkan kembali ponselnya ke dalam sakunya. Tapi ponsel itu malah berdering, Romeo menelponnya. Saphira merasa perasaannya menjadi tidak enak secara tiba-tiba. Dia teringat tentang masa lalunya. Romeo tidak mungkin menghubunginya jika tidak terjadi sesuatu. Pasti ada sesuatu hal yang sedang terjadi. Dan hal itu menyangkut dengan dirinya. Dengan segera dia mengangkat teleponnya.
“Iya, ada apa?”
“Kamu dimana? Aku akan menjemputmu! Katakan dengan jelas dimana posisimu! Aku sudah tahu jika kamu ada di kampus!” itu adalah jawaban dari pertanyaan yang Saphira lontarkan padanya.
“Di depan perpustakaan. Kenapa sih? Ada apa?”
“Aku ke sana sekarang, nanti segera masuk ke mobil dan jangan banyak bertanya!” Romeo langsung menutup sambungan telepon itu setelah mengatakan hal tersebut pada Saphira. Saphira yang bingung menjadi cemas. Sudah satu bulan lebih mereka tidak berkomunikasi. Detak jantungnya semakin berdetak kencang. Dia berjalan menuju tempat yang bisa dilihat oleh Romeo. Dia berdiri di samping sebuah patung. Tidak berselang lama, dia mendengar suara mobil mendekat padanya. Sudah bisa dipastikan jika itu adalah mobil yang dikendarai oleh Romeo. Dia langsung masuk ke dalam mobil sesuai perintah Romeo. Dia tidak banyak bertanya. Dia hanya diam dan tidak mengatakan apa pun. Romeo juga diam, dia langsung menginjak pedal gas dan meluncur dengan cepat.
Saphira tidak mengenali ruangan rumah itu. Apa mungkin itu rumah Kaisar? Dia menjadi semakin gugup. Berpikir akan bertemu lagi dengan pria itu saja membuatnya gemetar. Dia mengingat kembali malam itu. Malam dimana dia tidak bisa berkutik atas perlakuan yang diberikan Kaisar padanya. dia meremas jemarinya. Keringat dingin mulai menetes di pelipisnya. Romeo membukakan pintu untuknya. Dia menunduk saat Saphira keluar dari mobil.dia mengajak Saphira segera masuk ke dalam rumah. Karena Kaisar sudah menunggu kedatangan mereka.
“Mari masuk, Tuan sudah menunggu Nona di dalam rumah.” Romeo mengucapkannya dengan sopan. Kemudian dia berjalan di depan Saphira. Menuntunnya masuk untuk bertemu dengan Kaisar di dalam sana.
Dengan sangat perlahan Saphira melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. dia menggigit bibir bawahnya. Gugup menyelimuti dirinya. Sesekali dia menyeka keringatnya. Perasaannya tidak bisa dijabarkan dengan kata-kata. Takut, malu, marah menjadi satu.
Di dalam ruangan itu sudah ada Kaisar yang duduk dengan mensilangkan kakinya. Saphira tidak berani menatapnya. Di sana juga ada Liu, seorang wanita yang pernah berkelahi dengannya di rumah sakit. Membuat suasana kamar pasien dengan sewa yang mahal itu sangat berantakan. Dia semakin menundukkan pandangannya setelah matanya bersirebok dengan mata Liu.
“Tuan, Nona Saphira sudah di sini. Anda bisa menjelaskan padanya tentang keputusan yang Anda ambil.” Saphira menoleh ke arah Romeo. Dia tidak mengerti dengan ucapan Romeo. Apa maksudnya dengan keputusan yang diambil oleh Kaisar? Apa yang tidak dia ketahui? Apa yang sudah direncanakan oleh mereka?
“Tinggalkan kami!” suara berat itu terdengar begitu berwibawa. Jika saja Saphira tidak pernah mendapatkan perlakuan buruk darinya. Pasti dia akan melihatnya dengan tatapan sopan. Romeo dan Liu berjalan ke luar ruangan. kemudian Kaisar pun berdiri. Dia berjalan menghampiri Saphira yang masih berdiri dan menundukkan kepalanya. Jemarinya saling bertaut dan mendingin.
“Apa kabar?” Kaisar menaikkan wajah Saphira dengan telunjuknya. Kini wajah mereka saling berhadapan. Saling menatap satu sama lain. Pertanyaan dari Kaisar itu tidak terjawab. Saphira begitu gugup hingga lidahnya terasa kelu dan tidak bisa mengucapkan apa pun.
“Melihat kondisimu, sepertinya kamu baik-baik saja.” dia masih menatap mata Saphira dengan intens.
“Aku punya permintaan, aku ingin kamu merubah dirimu. Kamu harus berbeda dengan gadis ini.” Kaisar menunjukkan sebuah foto padanya. itu adalah foto dirinya saat sedang dibopong oleh petugas kesehatan. Saphira menutup mulutnya tidak percaya. Ada orang yang masih sempat mengambil fotonya saat itu. Dia menatap ke arah Kaisar dengan tatapan sedih. Dia takut, jika orang tuanya bisa saja mengetahui hal tersebut. itu tidak boleh terjadi.
“Bagaimana bisa?” hanya itu yang keluar dari mulut Saphira. Tubuhnya lemas, dia pun jatuh terduduk di hadapan Kaisar.
“Kamu tidak perlu cemas. Kamu hanya perlu mengubah dirimu. Ubah gaya rambut dan warnanya. Pakailah riasan, hingga orang tidak mengenali itu adalah dirimu. Aku sudah mengurus semuanya. Berita ini tidak akan sampai pada orang tuamu seperti yang kamu mau. Yah, walau pun aku harus merugi karena harga saham perusahaanku turun karena berita gila ini muncul ke permukaan.” Kaisar kemudian duduk di hadapan Saphira. Dia menarik tubuhnya agar dia berdiri.
“Romeo, bawa dia kembali ke rumahnya. Dan lakukan sesuai dengan rencana kita.” Setelah mengucapkan itu. Dia pun meninggalkan Saphira yang masih kebingungan. Dia melangkah dan tidak menoleh sedikit pun. Walau pun dalam hatinya dia ingin sekali memeluk Saphira yang sedang terkejut tadi.