Jangan Banyak Bertanya!

1578 Kata
Saphira masuk ke dalam kamarnya saat orang tuanya telah berangkat bekerja. Dia ingin berristirahat sebentar sebelum nanti dia akan menyusul orang tuanya ke tempat mereka bekerja. Dia melihat ponselnya menyala. Itu sepertinya sebuah panggilan. Dia segera mengambil dan melihat siapa yang menelponnya. Ternyata itu adalah Romeo. Dia heran, kenapa pria itu terus saja menelponnya. Bukankah urusan diantara mereka sudah selesai? Saphira merasa malas untuk mengangkatnya. Karena dia masih dendam sudah dimarahi olehnya tadi pagi. Dering telepon itu pun terputus. Tapi tidak lama kemudian kembali berdering. Saphira merasa bingung, sebenarnya ada hal penting apa hingga Romeo terus meneleponnya? Dia pun akhirnya mengangkat telepon itu. “Ada apa?” bentaknya. Dia dengan sengaja melakukan itu, karena dia masih merasa kesal sudah dimarahi olehnya. “Ada apa katamu? Kemana saja kamu dari tadi? Aku sudah menghubungimu puluhan kali!” balas Romeo. Dia meluapkan semua amarahnya dalam satu tarikan napas. Mendengar Romeo mengoceh lagi, Saphira semakin emosi. “Memangnya kenapa kamu menelponku? Ada masalah apa lagi? bukannya semuanya sudah selesai. Jadi  jangan menghubungiku lagi!” ucap Saphira dengan nada tinggi. Dia menutup telepon itu tanpa memberikan Romeo kesempatan untuk berbicara. Kemudian dia mengecek pesan di ponselnya. Pesan apa yang telah dikirimkan Romeo yang begitu penting itu. Hingga dia harus menelponnya sampai berkali-kali. Saphira membulatkan matanya, dia merasa terkejut dengan apa yang dia lihat. Itu adalah email dari universitas terbesar, termahal, terelit dan tersegalanya di tempatnya berada. Bagaimana bisa dia lolos seleksi penerimaan mahasiswa di universitas tersebut? dia menutup mulut dengan tangannya. Dia mengerjap-ngerjapkan matanya berkali-kali. Kemudian dia mencubit lengannya sendiri. Dia ingin memastikan apa yang sedang dia alami bukanlah mimpi. Dan benar, dia merasakan sakit di bekas cubitannya. “Ini bukan mimpi kan? Oh Tuhan terima kasih. Maafkan aku telah mengomel padamu tadi!” ucapnya dengan girang. Dia melompat-lompat di atas tempat tidurnya. Dia merasa sangat bahagia. Dia tidak pernah menyangka akan berkuliah di kampus sebesar itu. Itu adalah tempat termustahil yang bisa dia masuki. Tapi kenyataannya, Tuhan telah memberikan kesempatan itu padanya. kemudian dia berhenti melompat, dia teringat dengan ucapan Romeo. Apa ini yang membuat Romeo terus menghubunginya? Dia pun mengecek ini pesan dari Romeo. Benar saja, dia meminta Saphira agar mengirimkan berkas lanjutan untuk para mahasiswa yang lolos seleksi. Tapi, bagaimana dia tahu bahwa Saphira lolos? Apa jangan-jangan ini adalah perbuatannya? Saphira menelpon Romeo. Dia ingin menanyakan semuanya. Dia ingin semuanya menjadi jelas. Dia tidak ingin ada perjanjian-perjanjian baru atas tindakannya kali ini. “Apa maksudnya ini?” ucap Saphira padanya saat telepon itu sudah tersambung. “Itu adalah hadiah untukmu, aku sudah membantumu masuk ke sana. Jadi bersikaplah baik dan belajarlah dengan rajin.” Romeo menjawab dengan sanat tegas. Membuat Saphira menjadi semakin bingung. “Jadi kamu yang mendaftarkan aku ke sana? Pendaftarannya kan sangat mahal. Aku tidak ingin akan ada masalah ke depannya. Apakah akan ada surat perjanjian selanjutnya?” saphira tidak lagi bisa menahan rasa penasarannya. Dia ingin semuanya jelas. Dia tidak ingin di atur-atur dalam kontrak. Jika memang ada kontrak lagi, dia akan menolaknya. Dia lebih baik tidak kuliah dari pada hidupnya terus terkurung dalam kontrak yang memuakkan. Sudah cukup satu kontrak karena keejadian malam malapetaka tersebut. dia tidak ingin lai menghadapi Kaisar dan segala kemewahan yang dia miliki. Apa lagi dia harus bertemu dengan Liu. Lebih baik dia menajdi penjual teok seumur hidup. “Tidak ada. Ini adalah hadiah terakhir untukmu. Jadi tidak perlu mengkhawatirkan apa pun. Kamu mempunyai kriteria yang cocok untuk berkuliah di sana. Jadi lakukan yang terbaik, kerjarlah mimpimu dan raih semua harapan yang belum kau capai. Aku tutup teleponnya. Aku sibuk.” Itu adalah kata terakhir yang diucapkan oleh Romeo. Mendengar semua itu Saphira tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya lagi. Dia langsung berlari menuju tempat kedua orang tuanya berjualan. Dia sudah melupakan rasa lelah dan ngantuknya. Dia bahkan masih belum mandi. Dia hanya menggunkan kaos dan juga celana pendek. Rambutnya dia kuncir secara asal. Dia juga hanya menggunakan sandal japit saat keluar dari rumahnya. Melihat Saphira berlari dengan sangat kencang ke arah mereka. Kedua orang tuanya saling bertatapan. Mereka kehereanan dengan tingkah anaknya hari itu. Tadi dia terlihat sangat sedih. Dan sekarang dia berlari dengan senyuman di wajahnya. Sebenarnya apa yang sudah terjadi padanya? Saphira berhenti tepat di hadapan mereka. Dia mencoba mengatur napasnya yang tersengal-sengal. Walau pun begitu senyuman terus mengembang di wajahnya. Membuat kedua orang tuanya menjadi semakin penasaran dengan apa yang sudah terjadi padanya. “Ibu, Ayah, aku lolos,” ucapnya dengan napas yang masih ngos-ngosan. Kedua orang tuanya tidak mengerti dengan apa yang sudah dia ucapkan. Lolos dari apa? “Lolos apa?” begitulah mereka berdua menyahuti ucapannya. “Aku lolos masuk univertitas A.” Setelah mengucapkan hal itu dia lansung memeluk kedua orang tuanya dengan sangat erat. Kedua orang tuanya hanya bisa melongo. Anaknya ini sedang berhayal apa bagaimana. Untuk bisa masuk ke universitas A itu sangatlah mustahil. Biaya pendaftarannya saja sudah sangat mahal. Cukup untuk mereka melunasi hutang-hutangnya. Dari mana Saphira bisa mendapatkan uang sebanyak itu? Mereka malah mengira Saphira sedang stres, sehingga dia membayangkan hal yang tidak-tidak. “Sayang, aku mengerti jika kamu sedang sedih. Tapi jangan melakukan hal seperti ini. ini membuatku sedih.” Maria mencoba menenangkan Saphira yang masih teerus trsenyum bahagia. Begitu juga dengan Roki. Dia menepuk-nepuk pipi Saphira, agar dia bisa tersadar dari kehaluannya. “Ayah, hentikan! Aku tidak sedang bercanda. Aku serius. Aku mendapatkan kesempatan kuliah di sana. Tanpa membayar uang pendaftaran dan semacamnya.” Saphira mencoba menjelaskan pada kedua orang tuanya. Bahwa dia benar-benar serius dengan ucapannya. Mendengar penjelasan dari Saphira mereka berdua pun balas memluknya. “Selamat sayang, semoga ini adalah awal dari segala impianmu yang akan tercapai,” ucap Diana. Dia melepaskan pelukannya dan mengatakan pada para pembelinya. “Hari aku akan mentraktir kalian. Ini adalah hari yang bahagia bagiku dan keluargaku. Makanlah sepuasnya!” teriak Maria pada mereka. Ucapannya disambut bahagia oleh para pelanggannya. Mereka bersorak dan bertepuk tangan. Hari itu tidak hanya Saphira yang bahagia. Semua orang yang sedang makan di sana pun ikut bahagia, karena mereka mendapatkan makanan secara gratis.   ***   Kaisar sedang duduk di kursi kerjanya. Dia baru saja selesai menandatangani dokumen terakhir yang diberikan oleh Romeo hari itu. Kemudian dia menutup map, memberikan map itu pada Romeo. “Apakah ada lagi?” uapnya memastikan. Romeo menggeleng. “Tidak ada Tuan. Semuanya sudah selesai. Anda bisa beristirahat lebih cepat hari ini,” jawab Romeo. Dia tersenyum kemudian menunduk sebentar padanya. “Bagaimana dengan Saphira?” ucap Kaisar secara tiba-tiba. Membuat Romeo mengangkat satu alisnya. Karena dia merasa heran. Kenapa Kaisar terus saja menanyakan Saphira padanya. Padahal mereka sudah saling menandatangani perjanjian itu. Bukannya menanyakan Viona yang jelas-jelas mempunyai hubungan dengannya, tapi dia malah menanyakan Saphira? Ada apa dengan Tuannya? “Maksud Tuan? Maaf Tuan, aku tidak mengerti dengan maksud dari pertanyaan Anda,” jawab Romeo dengan wajah penuh tanda tanya. Dia merasa penasaran dan ingin sekali mencari infromasi apa  alasan Tuannya tersebut. Mendengar jawaban dari Romeo, Kaisar pun tersadar. Bahawa apa yang dia tanyakan seharusnya tidak dia ucapkan. Kenapa dia malah menjadi terus memikirkan Saphira. “Ah, maksudku Viona, bagaimana dengannya?” kilah Kaisar. Dia mencoba menutupi kegugupannya. Dia pun membalikkan badannya, dia menghadap kaca besar yang berada di samping kanannya. “Nona Viona mengembalikan semua pemberian dari Tuan.” Romeo mengucapkannya dengan sangat hati-hati. Dia sangat hapal sifat Tuannya. Dia pasti akan marah besar. Karena dia merasa terhina dengan perlakuan Viona padanya. Bagaimana pun Kaisar tidak akan pernah mau menerima sekecil apa pun penghinaan padanya. “Ah, biarkan saja. berikan saja semua itu pada Saphira. Katakan padanya bahwa semua barang itu untuknya. Dia bisa menjual atau pun memakainya.” Kaisar mengatakan itu tanpa melihat ke arah Romeo. Sehingga dia tidak bisa melihat bagaimana ekspresi terkejutnya Romeo saat mendengar jawaban darinya. Lagi dan lagi, Kaisar memberikan perintah yang aneh padanya. Ini sudah ketiga kalinya. Pertama tentang pekerjaannya, kedua tentang kuliahnya, sekarang dia ingin memberikan barang yang sudah dikembalikan oleh Viona pada Saphira. Apa ada yang salah dengan otak Tuannya? Apa dia sedang mengalami halusinasi apa bagaimana? “Maafkan saya Tuan, apa Tuan serius dengan hal ini?” Romeo mengataknnya dengan nada paling rendah yang bisa dia utarakan. Bagaimana pun perintah Kaisar ini tidak masuk akal. Apa yang akan dia katakan pada Saphira nanti? Bagaimana jika dia menanyakan apa alasan dia memberikan semua itu? Bagaimana jika dia menolaknya? Bahkan uang yang diberikan Kaisar saja dia tolak, apa lagi ini. Begitu banyak tas, sepatu, pakaian dan juga sebuah mobil. Kaisar membalikkan badannya lagi. Kali ini dia berdiri dan mulai berjalan ke arah Romeo. Ini adalah pertama kalinya Romeo menanyakan tentang keseriusannya dalam memberikan perintah. Dia sekarang sudah berdiri tepat di hadapan Romeo yang sedang menundukkan kepala. Dia mendongakkan kepala Romeo dengan tangan kanannya. Dia menatapnya dengan tatapan yang mengerikan. Ini benar-benar di luar dugaan Romeo. Kaisar bahkan sampai bertindak sejauh itu padanya. “Jangan pernah menanyakan tentang perintahku. Kamu hanya harus melakukannya dengan baik!” Kaisar melepaskan tangannya dari wajah Romeo dengan kasar. “Maafkan saya Tuan, tapi bagaimana saya harus menjelaskan pada Nona Saphira jika dia menanyakan alasan saya memberikan begitu banyak barang padanya? Bagaimana jika dia mengira saya menyukainya?” Romeo memberanikan diri untuk menjelaskan apa yang membuatnya bertanya seperti itu padanya. “Terserah. Lakukan saja. Dan jangan banyak bertanya!” hanya itu yang Kasar ucapkan. Kemudian dia mengibaskan tangannya ke arah Romeo. Itu adalah tanda agar dia segera keluar dari ruangannya. Romeo tidak bisa menolak. Dia pun keluar dari ruangan kaisar. Dia duduk di kursi kerjanya yang memang berada tepat di depan ruangan Kaisar. Dia mengusap wajahnya perlahan. Ada apa dengan Kaisar? 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN