Tidak semudah membalikkan telapak tangan

910 Kata
Hari hari yang Mia lalui di awal kehamilannya menguras energinya. Mia harus menutupi kehamilannya dan tetap beraktivitas sebagaimana biasa agar tak ada yang curiga, sementara morning sickness kerap kali mengganggu disela kegiatannya. Pun ia harus beradaptasi dengan dunia pendidikan yang sempat ditinggalkan. Mulai semua dari awal dan kembali belajar lagi. Beruntung Nadia selalu membantunya. Ia pun bersyukur Nadia yang sudah seperti kakak baginya selalu mengajari dan melindunginya. Keputusan yang diambil Yusuf memang memberatkan Mia, namun Mia bersyukur Yusuf masih mau menolongnya dan memberi kehidupan untuk janin dalam kendungannya yang entah anak siapa. Sore itu Nadia pulang lebih awal karena sesi konsultasi dengan dosennya berjalan lancar. Dia berniat mengajak Mia ke dokter untuk memeriksakan kandungannya. Sudah lewat seminggu sejak pertama kali Mia diketahui hamil dan belum pernah memeriksakan kehamilannya. Nadia meminta ijin pada Yusuf agar Mia diperbolehkan pulang lebih awal dari restoran. “Mau kemana? “Yusuf menyelidik. Ia tak serta merta percaya saat Nadia ijin akan membawa Mia jalan jalan. Nadia menampakkan raut muka panik sambil mencari cari cara mengatakan sesuatu tapi tak didengar orang lain. Maklum sore hari restoran selalu ramai, bahkan beberapa orang teman dan kenalan mereka juga ada di sana. Terbesit ide di otak Nadia. Bukannya menjawab pertanyaan Yusuf, Nadia malah mengeluarkan ponselnya dan mengetikkan sesuatu. Beberapa detik kemudian ponsel Yusuf berbunyi. “Mas, hpnya bunyi tuh, “seloroh Nadia. Yusuf pun melihat pesan yang datang yang ternyata dari Nadia. -Saya ijin mau bawa Mia ke dokter kandungan- Sejurus kemudian Yusuf melihat ke arah Nadia, lalu kembali menatap ponselnya dan mengetikkan pesan. -Kamu jangan macam-macam. Bagaimana jika Mia jadi tertekan karna pertanyaan dokter.- Kini giliran ponsel Nadia berdering dan Nadia memeriksanya. -Saya sudah buat janji dengan dokter jam enam sore. Saya kasihan dengan Mia yang setiap hari mual dan gak enak makan. Setidaknya dokter akan memberikan obat pereda mual dan vitamin agar Mia dan janinnya sehat.- Dengan senyuman dan ekspresi aneh, Nadia lantas mengetik tombol kirim dan pesan pun sampai di ponsel Yusuf. Yusuf membaca pesan itu dan tidak langsung membalasnya. Ia nampak berpikir sejenak dan memutuskan. -Aku antar kalian.- Nadia pun tak bisa membantah saat menerima perintah itu. Ia hanya tidak habis pikir kenapa Yusuf tidak percaya padanya. “Maaf ya Mia, kita nggak bisa pergi berdua saja. “ ucap Nadia setengah berbisik pada Mia saat mereka akan ke klinik kandungan. Handoko menggantikan Yusuf di restoran, sementara Yusuf sendiri mengantarkan Mia ke dokter kandungan. Klinik yang dimaksud oleh Nadia ternyata cukup jauh dari restoran, belum lagi di beberapa titik jalan sempat macet. Sepanjang perjalanan Nadia asyik membicarakan banyak hal dengan Mia. Ia bercerita tentang pertama kali ke Jakarta hingga bagaimana ia bertemu dengan Handoko, calon suami yang juga teman baik Yusuf sekaligus koleganya dalam mengelola restoran. Mia banyak tersenyum dan terlihat bahagia bersama Nadia.Perjalanan mereka memakan waktu 30menit hingga sampai di tempat yang dimaksud. Nadia mendahului jalan karena dia yang booking, untuk memastikan janji bertemu dokter kandungan hari itu. Sementara itu Mia yang ditinggal berdua dengan Yusuf merasa canggung dan sungkan untuk ngobrol atau sekedar berbasa-basi. Yusuf pun begitu. Namun untuk memecah kebekuan, ia bertanya pada Mia tentang keadaannya. “Kamu baik? “tanyanya kaku, seolah dalam sesi interview. Dengan senyum merekah Mia mengangguk malu seraya berterima kasih. “Maaf Mas, saya banyak merepotkan.” Mia masih saja tertunduk. Kebetulan kursi ruang tunggu lenggang sehingga mereka duduk agak berjauhan masih bisa saling mendengar ucapan lirih masing-masing. “Apa kehamilan itu merepotkanmu? “ “Maaf, Mas? “Mia secara tidak langsung meminta Yusuf mengulang ucapannya. Bukan karena dia tidak mendengarnya namun dia ragu dengan apa yang didengarnya. Yusuf gugup hendak mengulang pertanyaannya Tiba-tiba Nadia dengan senyum cerianya memanggil Mia untuk bertemu dokter. Mia pun permisi meninggalkan Yusuf untuk masuk ke ruang pemeriksaan. Sebenarnya Mia gugup bercampur sedikit takut, tapi Nadia menggenggam tangannya dan menemaninya sehingga rasa itu berkurang. Dokter mengatakan bahwa semuanya baik baik saja. Janinnya sehat dan berkembang dengan baik. Nadia nampak akrab dengan dokter kandungan tersebut. Bahkan yang tidak disangka, ternyata Nadia tidak menutupi kenyataan bahwa Mia korban p*********n. Mendengar pengakuan Nadia, Yusuf marah. “Kenapa kamu bilang Mia korban p*********n? “ Seketika hening saat Yusuf melontarkan pertanyaan itu. Nadia tahu ia telah melakukan kesalahan. Namun ia tidak habis pikir dengan pertanyaan Yusuf. Dengan ragu ia beranikan diri menjawab, “Lalu, bagaimana aku menjawab jika mereka bertanya siapa suami Mia... “ belum selesai Nadia bertanya, Yusuf menyahut “Sudah pernah aku bilang, jika ada yang bertanya katakan aku ayah si bayi” tekanan suara Yusuf menggambarkan betapa marahnya dia. Suasana dalam mobil seketika mencekam, Mia terlihat ketakutan dan merasa bersalah. Terbatas bata ia berusaha membela Nadia. “Maafkan saya Mas Yusuf, tapi saya yang meminta Mbak Nadia untuk mengatakan hal tersebut. Saya benar benar malu telah banyak merepotkan Mas Yusuf, saya tidak sampai hati jika harus mencoreng nama Mas Yusuf karena kesalahan saya” Hening. Yusuf pun tidak menjawab pernyataan Mia. Yusuf hanya terdiam dengan ekspresi yang tidak jelas. “Lagipula Mas, mereka tadi bertanya usia saya. Akan lebih mudah untuk mendapat perawatan dan konseling saat saya mengaku menjadi korban p*********n. “ Mia menambahi. Yusuf masih terdiam dan tak berkomentar. Nadia semakin curiga pada tindakan Yusuf yang menggambarkan seolah ingin bertanggungjawab pada Mia namun tak kuasa mengatakannya. Nadia menyimpan beribu tanya mengenai alasan Yusuf melakukannya. Juga jika kecurigaan Nadia benar, alasan apa yang membuat Yusuf berbuat demikian mengingat Yusuf yang selama ini dikenalnya bukan orang m***m yang semudah itu melakukan hal buruk. Dalam perjalanan pulang itu, baik Nadia, Mia maupun Yusuf larut dalam pikiran masing-masing. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN