Tujuh

3408 Kata
Keesokan Harinya. Vegasus International High School.   Michelle masuk ke Vegasus sambil membayangkan kejadian kemarin. Ya Allah apa keputusan aku benar? Apa bener Dimas sakit jantung? Aku takut dia cuma pura-pura. Tapi kemaren dokter yang menangani Dimas itu beneran dokter. Ya Allah.. Kenapa harus kaya gini? Batinnya.   Michelle masuk kelas. Tidak ada seorangpun di dalam kelasnya. “Loh kok ga ada siapa-siapa pada kemana? Tapi ini bukan hari minggu kok sepi amet,” Michelle heran. Imah sepupunya Dimas melawati kelas. “Eh bentar bentar. Ini semua pada kemana sih?” “Sekarang pelajaran olahraga. Lo cepet ke gor basket sana,” “Oke thank’s ya. Tapi bukannya olahraga itu hari selasa? Ini kan hari kamis?” Michelle mash bingung. “Gue ga tahu! Ayo cepet!” “Ya kamu kesana duluan aja. Aku nanti nyusul,” Imah pergi meninggalkan Michelle. “Aneh. Ahh positif thinking aja,” Michelle berjalan menuju gor basket.   Cleekk. Pintu gor di buka. Namun sangat gelap gulita.   “Kok gelap!” Tiba-tiba ada lampu warna biru menyala. Membentuk kata I LOVE U MICHELLE.   Byaaar Byaaar Byarrr.. Lampu nyala satu persatu. Terlihat lah semua orang di sana. Ruangan dihiasi rangkaian bunga membentuk I LOVE U MICHELLE. Orang-orang itu menari-menari dance yang sangat indah. Selesai dance ada Dimas yang mendekat membawa bunga menghampiri Michelle. Dimas berlutut dihadapan Michelle. Layaknya seorang pangeran yang akan melamar sang putri impiannya. Michelle kebingungan dengan apa yang terjadi saat ini.   “Apaan sih ini?” Michelle ke bingungan. “Di hadapan temen-temen semua gue menyatakan, kalo gue cinta sama Michelle dan gue mau Michelle jadi pacar gue,” dengan pedenya Dimas menyatakan semua itu di depan anak-anak Vegasus. Ada sebagian anak Vegasus terkejut, ada juga yang terkagum-kagum. Sebagian bertanya-tanya. Sandirwara cinta apa lagi yang Dimas akan lakukan? Bukankah selama ini dia hanya cukup memberikan bintang pink, kalau hanya untuk mencari pacar. Tapi kenapa ini ada acara tembak-tembakan segala. Romantis pula. Apakah ini akhir dari si Playboy Dimas? Entahlah. Michelle mendekati Dimas dan berbisik, “Bukannya kemaren aku dah bilang iya. Malu tahu,” ”Chell, Gue mau buktiin, kalo gue bener-bener cinta sama lo! Temen-temen di sini jadi saksi cinta gue buat lo! Bukan karena bintang pink atau apa. Tapi gue beneran cinta sama lo,” Michelle bingung. Tadinya kalau jadi pacar Dimas maunya Michelle cuma sembunyi-sembunyian saja. Michelle tidak mau pacaran terang-terangan seperti ini, “Gimana Chell? Lo mau kan jadi pacar gue?” ulang Dimas.   Duuhhh kok jadi kaya gini? Kalo aku tolak. Dimas jantungnya pasti kambuh lagi. Bisa-bisa jadi kacau, kalau sampai Dimas pingsan. Semua orang pasti  akan menyalahkan aku. Mereka pasti curiga kenapa Dimas sampai pingsan. Ada Liana lagi di sini. Aku engga enak sama Liana. Di satu sisi, aku ga mau Dimas kena serangan jantung. Kemarin saja aku udah engga tega lihat Dimas kesakitan.  Tapi aku juga ga mau Liana marah sama aku, gara-gara nerima cintanya Dimas. Lihat aku deket sama Dimas aja, kemarin dia udah jutek abis sama aku. Apa lagi sampe tahu, aku sama Dimas pacaran.  Ya Allah.. Aku harus kaya gimana? Bismilah aku harus nyelametin nyawa manusia. Masalah dengan Liana itu di pikirkan belakangan. Yang penting aku harus menyelamatkan Dimas dulu, batin Michelle masih bergelut dengan pikirannya. Akhirnya Michelle membuat keputusan.   “Terima. Terima. Terima,” seru semua anak-anak Vegasus yang sedang berada di gor basket itu. Karena ini adalah sejarah pertama yang Dimas lakukan selama ia sekolah di Vegasus. Untuk pertama kalinya seorang Dimas nembak seorang cewek.   Dengan ragu dan rasa cemas Michelle mengangguk, “Iya,” “Apa?”  ulang Dimas sengaja. Ini nih yang Michelle sebal. Kenapa Dimas minta diulang sih? Pasti sengaja deh, “Iya, aku mau jadi pacar kamu,” ulang Michelle dengan suara sedikit lebih keras. Dimas berdiri kemudian memeluk Michelle dengan erat. Diiringi tepuk tangan dan sorakan dari anak-anak Vegasus. “Mulai sekarang Michelle resmi jadi pacar gue. Kalo ada yang nyakitin dia. Berarti berhadapan sama gue,”             Tatapan sinis Liana mengekor. Liana merasa terkhianati. Dulu Michelle begitu membenci Dimas. Tapi kenapa sekarang malah menjadi pacarnya Dimas?             Apa yang membuat Dimas jatuh cinta sama Michelle? Dia itu anak koruptor. Mendingan guelah dari pada dia. Terus kenapa lagi si Michelle nerima Dimas jadi pacarnya? Bukannya dia benci sama Dimas. Dulu pas gue di putusin Dimas, dia sampe belaiin nampar Dimas di depan gue. Dasar penjilat!Penipu! Lo bermuka dua Michelle. Ada yang aneh di sini, rutuk Liana dalam hati.             Sementara gank GHS tersenyum melihat kejadiaan ini. Itu tandanya, misi status palsu Dimas dimulai. Tinggal lihat saja hasilnya. Mereka berharap sih Dimas gagal. Agar mereka memenangkan taruhan. Berbeda dengan Angela. Hatinya di liputi kekhawatiran. Ia menyesali kenapa taruhan ini harus ada. Angela sangat takut Dimas akan jatuh cinta beneran pada Michelle. Soalnya cewek kali ini berbeda. Pake acara taruhan besar-besaran pula. Padahal sebelumnya hanya di kasih bintang pink. Dua atau tiga hari selesai. Ini harus sampai  tiga bulan. Engga nutup kemungkinan Dimas bisa saja jatuh cinta pada Michelle.             Semoga Dimas engga jatuh cinta beneran sama Michelle, harap Angela dalam hati.   ********   Garden Vegasus.   “Bukannya kamu lagi sakit? Kenapa ga di rawat aja?” Michelle curiga. Pasalnya dia lihat betul kemarin Dimas kambuh. Masih ada kecurigaan dalam hatinya. “Chell, umur gue ga lama lagi. Jantung gue bisa berhenti setiap saat. Gue ga mau nyia-nyiain waktu kebersamaan gue sama lo,” rengek Dimas “Tapi kan kamu sakit Dimas,” Michelle khawatir. Dimas membelai lembut rambut Michelle, “Lo tenang aja, gue kuat kok. Chell, ajarin gue cinta,” “Iya. Tapi jangan lo gue dong ngomongnya. Kan kita udah jadian,” protes Michelle. “Terus apa dong?” “Aku kamu. Jadi kita,” “Drama banget sih lo!” ucap Dimas sedikit nyolot. “Tuh kan mulai lagi. Kasar banget siih,” Michelle manyun. “Eh iya, iya, iya. Maaf ya soalnya gue belum terbisa,” “Aku! Bukan gue,” ralat Michelle. “Iya, aku belum terbisa,”   Nih anak bener-bener sakit ga sih? Kemaren emang muka dia pucet banget. Kelihatan banget dia sakit. Tapi kenapa Dimas malah masuk sekolah sekarang? Ngelakuin hal norak lagi. Pake acara nembak aku di depan semua orang. Semoga aja, soal dia bilang umurnya tiga bulan lagi dia boong. Meskipun aku ga suka sama dia. Tapi aku juga ga mau dia meninggal secepat itu,itu terlalu kejam, batin Michelle.   Gampang banget sih si Michelle ini gue boongin. Haha. Gue yakin, gue bakalan menang taruhan. Gue harus bertahan selama  tiga bulan. Duuhh sebenernya ke lamaan. Mana tahan pacaran sama orang yang super drama kaya dia. Ahhaa ajarin gue cinta? Apaan sih gue jadi ketularan drama.  Gue ga percaya sama cinta. Cinta itu bulsith!!Haahaha, batin Dimas.   “Haaaalllooo Dimas!!” Michelle melambaikan tangannya di depan muka Dimas.  “Hah? Iya kenapa?” Dimas tersadar dari lamunnya. “Kapan kamu cek up lagi? Kamu yakin kamu udah sehat? Kemarin kamu habis kambuh loh. Aku engga mau kalo sampai kamu sakit lagi, karena maksain buat sekolah,” ulang Michelle. Michelle sedikit khawatir dengan kondisi Dimas. “Eumhh.. Minggu depan gue cek up,” bohong Dimas. “Terus kemaren kamu di kasih obat?” tanya Michelle lebih intens. “Iya ada,” Dimas tersenyum kecut. Semoga Michelle ga curiga. Banyak nanya amet sih, sambung Dimas dalam hati. “Udah di minum?” “Udah dong,” “Syukur deh. Mulai sekarang kamu jangan kecapean ya. Nanti kambuh loh!” Michelle perhatian. “Iya,” Dimas tersenyum.   Hening Hening Hening   “Chell, lo janji ya sama gue. Lo jangan bilang-bilang tentang penyakit gue kesiapapun. Termasuk anak gank GHS. Gue ga mau kelihatan lemah di hadapan mereka, apa lagi didepan temen-temen yang lainnya. Cukup aku sama kamu aja yang tahu,” kata Dimas memecahkan keheningan. “Iya aku janji. Tapi kamu juga janji mau berubah ya. Meskipun susah. Pelan pelan aja pasti kamu bisa kok,” Michelle mulai membuat penawaran. “Iya Chell. Makasih ya,”   ********   Vegasus 3 IPA 1   PLAK!!   Liana menampar Michelle. “Penghianat lo! Lo tahu kan gue suka sama Dimas? Kenapa lo terima cintanya Dimas?” Michelle memegangi pipi yang berhasil di tampar Liana. Terlihat sekali dari mata Liana, bahawa ia terlihat sangat marah. Bagaimana tidak, Liana kan mencintai Dimas. Bagaimana bisa Michelle dengan mudahnya di tembak romantis oleh Dimas. Bukankah mereka saling membenci satu sama lain? “Kamu ga ngerti, Liana. Kamu salah faham,” Michelle mencoba menjelaskan. “Udah gue duga. Sejak awal lo berantem sama Dimas. Lo cuma cari perhatian sama Dimas kan? Sok jual mahal, padahal lo nyimpen rasa suka kan sama Dimas,” terka Liana. “Udah dong, kok jadi kaya gini,” lerai Putri. Putri juga sebetulnya terkejut dengan keputusan Michelle yang mendadak. Pasalnya Michelle selalu bercerita soal apapun pada Putri. Sejauh yang Putri tahu, ia sangat membenci Dimas. Tapi kok malah menerima cinta Dimas? “Gue ga ngomong sama lo!” bentak Liana. “Bisa kan di selesai kan dengan baik-baik. Di jelasin baik-baik,” Putri terus membela Michelle. Ia yakin, keputusan yang Michelle buat pasti ada alasannya. “Ga ada yang perlu di jelasin lagi. Gue benci sama lo Chell. BENCI!!!” Liana Pergi meninggalkan gank Merkurius, tanpa mau mendengar penjelasan dari Michelle. “Lagian kenapa sih Chell, lo terima cinta Dimas? Udah tahu dia tuh buaya buntung,”  tanya Putri sedikit heran. “Iya, tapi bener kenapa lo terima cinta Dimas? Padahal selama ini gue lihat lo benci banget sama Dimas. Gue inget banget pas lo nampar Dimas, waktu Dimas mutusin Liana waktu itu,” Chanes ikut penasaran.   Aku ga mungkin bocorin rahasia Dimas ke mereka. Meskipun aku belum percaya seratus persen Dimas sakit. Tapi tetep aja, aku udah janji buat ga bilang ke siapa-siapa soal penyakitnya. Alasan aku menerima cinta Dimas, itu karena aku ga mau Dimas menjalani sisa hidupnya tanpa merasakan cinta. Kalo bener umur Dimas tinggal tiga bulan lagi gimana?Aku engga mau menyesal dengan keputusan yang udah aku ambil. Kalo aku ga nerima cintanya terus dia meninggal. Aku akan merasa bersalah banget. Duuhhh jadi serba salah. Apa aku harus pura-pura mencintai Dimas? Batin Michelle   “Hallooo!! Chell lo kenapa? Kesambet lo! Malah bengong. Jangan-jangan lo mau balas dendam lagi ke Dimas, dengan cara pura-pura nerima cintanya? Ide bagus sih,” Chanes melambaikan tangannya di depan muka Michelle. Michelle tersadar dalam lamunnya. “Hah? Apa?” “Kebiasaan banget nih anak. Di tanya malah balik nanya. Kita tadi nanya kenapa lo nerima cintanya si Dimas?” ulang Putri. “Iya gue nanya juga. Apa lo pura-pura nerima cinta Dimas buat balas dendam sama dia?” ulang Chanes. Soalnya Michelle tadi melamun, yakin deh engga denger pertanyaan Chanes. “Dimas ga seburuk kalian kira kok. Aku yakin lambat laun Dimas pasti berubah. Cuma perlu waktu aja. Dan aku yakin cinta Dimas ke aku itu asli. Ga pura pura. Lagian buat apa aku pura-pura, buat apa juga balas dendam sama Dimas. Aku mau coba buka hati aja sama dia. Mungkin aja dengan gue terima cintanya. Lambat laun Dimas berubah, iya kan? Itu harapan kita semua loh,” jawabnya santai.  Jauh dari lubuk hati paling dalam Michelle belum sepenuhnya percaya kalau Dimas sakit. Michelle pun tak mempunyai perasaan apa-apa pada Dimas. Cinta apa lagi? Tidak sedikitpun terbesit di hatinya. Michelle ini tipe orang yang suit jatuh cinta. Apa lagi pada orang yang menyebalkan seperti Dimas. “Lo seriusan suka sama Dimas?” Putri tak percaya. Baru kali ini Michelle sedikit tertutup pada dirinya. Putri selalu tahu apa yang terjadi pada Michelle.   Ups! Ya ampun! Michelle bingung. Sebenernya Michelle tidak suka sama Dimas. Tapi apa boleh buat, dia harus pura-pura. Engga mungkin juga Michelle bilang Dimas itu sakit dan umurnya tinggal tiga bulan. “Iya. Dimas itu baik kok. Aku yakin kali ini dia serius sama aku,” “Astaga Chell. Gue harap sih Dimas beneran suka sama lo. Gue ga tega aja, kalo lo punya nasib sama kaya Liana. Chell, lo tahu kan Dimas itu kaya gimna? Gue ga mau, lo terlalu banyak berharap sama dia,” Chanes mengingatkan. “Ini keputusan aku sob. Aku siap kok terima resikonya. Tapi aku yakin Dimas bakalan luluh dan berubah. Kita lihat saja nanti. Aku yakin bisa membuat berubah,” ucap Michelle yakin. “Ya udah deh. Kita semua selalu dukung kamu kok. Kalo menurut lo itu yang terbaik. Kita ga bisa larang-larang,” dukung Putri. “Iya bener,” Ivha dan Chanes setuju. “Thank’s ya kalian semua emang sahabat aku,” Mereka berpelukan. Berharap yang terbaik saja. Sahabat Michelle hanya berharap Michelle tidak salah dalam mengambil keputusan. Putri tahu betul watak Dimas dan Michelle. Dimas yang suka mempermainkan cewek. Kenapa bisa nembak Michelle. Sedangkan Michelle yang tidak mudah jatuh cinta. Kenapa dengan mudah bisa menerima play boy macam Dimas. Ini masih sebuah misteri. Tapi semoga saja berakhir dengan bahagia. “Tunggu Tunggu, kenapa lo sebelumnya engga cerita sama gue soal ini? Biasanya juga selalu cerita. Baru kali ini lo nutupin ini. Terakhir, setahu gue. Lo bilang lo masih sebel sama Dimas. Dan engga ada niatan sama sekali buat jadi pacarnya,” Putri masih belum puas mengorek info tentang Dimas dan Michelle. “Duh.. maaf Put, sebenernya aku mau cerita. Tapi aku sendiri bingung sama perasaan aku. Berhubung tadi Dimas nembak akunya juga dadakan. Jadi, engga tahu kenapa sepontan aja langsung nerima dia. Cinta akan mengubah dia menjadi lebih baik, aku yakin kok,”terang Michelle terus mencari alibi agar teman-temannya mengerti dan tidak curiga. Michelle memang tidak pandai berbohong. Kali ini Michelle terpaksa berbohong untuk menutupi penyakit Dimas.   ********   Garden Vegasus.   Dimas dan Michelle sedang duduk berdua.  Michelle sedang asik dengan pensil dan buku gambarnya. “Lukis apaan sih?” tanya Dimas. “Lukis kamu lah,” “Ga usah deh,” “Nih lihat” Michelle melihatkan lukisan. “Ya ampun Chell. Kamu berbakat banget. Lukisannya detail banget,”  Michelle tersenyum. Dimas membuka-buka gambar lainnya. “Yakin ini gambar kamu semua?” Dimas benar-benar sangat terhipnotis dengan semua lukisan hasil Michelle. Ini karya tangan yang sangat bagus yang pernah ia lihat. “Iya dong,” “Sketasanya bagus. Kamu ada rencana jadi desinger?” “Yup. Pengennya sih sampe ke Paris. Paris kan kota feshion juga,” ujarnya penuh harap. “Aku yakin, kalo papah lihat ini. Baju kamu langsung laku di pasaran,” puji Dimas dengan berapi-api. “Jangan lebay deh Dimas. Pola sketsa yang aku bikin ga sehebat designer-designer lainnya kok,” Michelle berusaha tidak terhanyut dalam pujian Dimas. Bakatnya ini belum seberapa dengan yang lainnya. Michelle masih perlu banyak belajar. “Kamu suka merendah gituh. Ini namanya bakat terpendam Chell,” Michelle tersenyum, “Kelihatnya kamu antusias dan semangat banget sih!” “Aku cuma mau melihat orang yang aku cintai itu bahagia Chell. Dengan kamu jadi desinger. Itu ada kebanggan dan kebahagiaan tersendiri bagi aku. Aku mau lakuin hal itu. Sebelum aku mati,” ujar Dimas. Michelle menekan jari telunjuknya ke bibir Dimas. “Sttt… kamu ngomongnya gituh sih. Kamu harus yakin dong, kalo kamu bisa sembuh. Kan kalo kamu transpantasi kata dokter itu bisa sedikit memperbaiki kondisi kamu,” “Makasih ya Chell. Kalo ga karena kamu mungkin aku terus kasar sama orang-orang,” “Makannya mulai sekarng kamu jangan marah-marah atau bully orang lain. Gank GHS menurut aku terlalu kejam. Harusnya kamu sebagai ketua bisa lebih bijak. Hentikan yang namanya bullyan ga baik loh Dim,” saran Michelle. “Maaf Chell hal itu ga bisa. meskipun aku ketua. Tapi tetep aja keputusan di tangan kita bersama,” kilah Dimas. “Eummhh.. Ya udah yang penting kamu harus berubah,” pinta Michelle.   Kenapa mendadak jadi romantis kaya gini sih? Enek banget gue. Ini bukan gue banget. Bukan Dimas banget. Saaabbaar Dimas. Tiga bulan bakalan berjalan dengan cepat. Jangan sampe gelar lo sebagai King Of Master Vegasus rusak karena kalah taruhan. Naklukin Michelle doang mah kecil. Engga ada apa-apanya, batin Dimas.   Semoga Dimas bisa berubah. Ini demi kebahagiaannya juga. Dan semoga aja Dimas bisa sembuh. Kalo Dimas sembuh. Aku bisa bilang ke dia, kalo aku ga punya perasaan cinta sama sekali sama dia, batin Michelle.   ********     Lapangan Basket Vegasus.   Dimas sedang mendribel bola. Satu.. Dua.. Shuuttt.. Bola basketnya lansung masuk dengan mulus ke dalam ring.   “Hebat!” ucap seorang perempuan yang suaranya sangat familiar di telinga Dimas. “Elo ngapain di sini?” ucap Dimas sinis. “Emang aku ga boleh di sini?” “Gue ga suka aja, kalo gue lagi maen basket lo liatin Liana,” Iya, cewek itu Liana. Mantan Dimas sebelum Michelle. “Berapa banyak cewek sih yang lo udah sakitin hatinya? Dan begonya Michelle mau lagi sama kamu. Dimas.. kamu tahu. Aku tuh bener-bener cinta sama kamu. Please hargain aku dong,” rajuk Liana. “Liana. Lo itu udah gue putusin. Jadi gue sama lo, udah ga ada hubungan apa-apa lagi,” tegasnya. “Tapi aku cinta sama kamu,” Liana memaksa. “Gue cintanya sama Michelle. Gue jadi ga mood,” Dimas pergi meninggalkan Liana. Sementara Liana menangis.   ********   Heart Care Hospital.   Ruang Dokter Leo.   “Jadi gue harus ngapain nih dok?” “Saya sudah siapkan hasil USG palsunya, obat-obatan dan hasil tes jantung lainnya. Saya jamin dia tidak akan curiga,” jelas dokter Leo. “Oke. Lo jadi dokter gue selama  tiga bulan. Dan selama tiga bulan, lo harus bisa meyakinkan dia. Kalo gue bener-benar sakit jantung,” “Tenang aja. Obat-obatan yang saya kasih hanya vitamin saja. Yang ini vitamin, dan yang ini buat obat sakit jantung sungguhan. Jadi kalo kamu mau pura-pura kambuh. Obat ini aman. Dan obat yang satu lagi. Kamu bisa kasih Michelle, takut-takut dia curiga dan mau menyelidiki obat kamu. Obat yang ini asli obat jantung. Awas jangan sampai tertukar,” tambah dokter Leo.   Dimas tersenyum sinis. “Bagus. Mana obatnya?” Dokter Leo menyerakan dua botol obat, hasil tes dan USG jantung. Semua itu berhasil dokter Leo rekayasa. Setelah itu Dimas keluar. Dengan senyum bangga.   BUK!   Dimas menabrak sesorang. Sepertinya sifat ceroboh Michelle menular pada Dimas deh, hehe. Buktinya akhir-akhir ini Dimas sering nabrak-nabrak orang, “Lo lagi?” “Kok kamu ada di sini? Keluar dari ruangan dokter Leo. Kamu sakit?” tanya dokter Imaz. “Engga. Kepo banget sih. Tenang aja dokter Imaz yang jujur dan baik hati,” sindir Dimas. “Masih aja seperti ini. Ya sudah, kalo kamu ga sakit. Saya ikut senang,” Tanpa menghiraukan dokter Imaz, Dimas pergi.   “Dimas!!” “Ada apa lagi siiihh!!” Dimas membalikan badannya. Dan ternyata yang memanggilnya itu Michelle. “Elo! Maksud aku. Kamu ngapain di sini?” tanyanya sedikit kaget melihat kehadiran Michelle. Apa Michelle sengaja membuntuti Dimas? Apa dia masih belum percaya? “Kamu habis cek up ya?” tebak Michelle. “Iya. Kamu ngapain di sini?” “Aku ngikutin kamu aja. Dan ternyata ke sini. Kenapa ga ngajak sih kalo mau cek up?” Michelle sengaja berbicara seperti itu. Apa Dimas akan grogi? Atau takut ketahuan ia bohong. Michelle mencoba memancing Dimas. “Chell, aku bisa sendiri kok. Aku ga mau kamu khawatir soal kondisi aku,” sedikit masuk akal perkataan Dimas. Tapi Michelle tak mau menyerah sebelum semuanya itu terbukti benar. “Terus kata dokter gimana?” “Ini aku di kasih obat tambahan lagi,” “Saabaar ya sayang. Terus itu apa? Aku boleh lihat?” Michelle menunjuk amplop coklat yang di pegang Dimas. “Oh ini hasil tesnya,” “Boleh aku lihat?” “Ga usah,” “Aku pengen lihat,” Michelle kukeh. Dimas memberikan hasil tes palsu itu. Michelle melihat hasil tes Dimas. Sebetulnya Michelle tidak mengerti dengan apa yang Michelle lihat. Tapi ia akan coba menyelidikinya. Michelle akan memeriksakan ke aslian dari hasil tes ini. Ia akan tanyakan kepada dokter lain. Agar ia lebih yakin dengan apa yang terjadi, “Aku boleh nyimpen ini?” “Loh buat apa?” “Ga apa-apa pengen nyimpen aja. Nanti, kamu kalo mau cek up harus bareng aku,” buat meyakinkan apa ini bohongan atau benar-benar asli, sambung Michelle dalam hati. “Tapi...” “Please.. Aku juga pengen tau kondisi kamu,” “Oke,” Dimas menyerah.   Michelle bodoh banget sih. Bisa dengan mudahnya tertipu kaya gini. Gue makin yakin gue bakalan menang taruhan. Sakit jantung? Siapa juga yang mau punya penyakit mematikan kaya gituh? Batin Dimas   Aku bakalan selidikin hasil tes ini. Kalo emang dia bener sakit jantung. Dokter lain pasti bakalan tahu bener atau engganya. Siapa tahu dokter Leo di bayar sama Dimas. Dan pura-pura sakit deh. Buat ngelabuin aku, batin Michelle.   “Ya udah kita pulang yuk! Kita makan dulu. Baru pulang,” ajak Dimas “Ayo!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN