KEGALAUAN

1051 Kata
Sepanjang hari itu, Tatiana tidak dapat konsentrasi pada pelajaran dengan benar. Ia beberapa kali melamun sehingga sukses mendapatkan panggilan ke ruangan BP. Dan, di ruangan itulah kini Tatiana duduk menanti Kirani, wali kelasnya. Sementara menunggu, sepasang mata menatapnya penuh selidik. Ya, Tatiana di temani Aulia, guru BP yang terkenal cerewet dan judes. Ya, maklum karena Aulia adalah seorang perawan tua. Tak lama kemudian, Kirani Pramesti, wali kelas Tatiana mengetuk pintu dan masuk. Kirani Pramesti seorang wanita yang cantik dan lembut. Wajahnya begitu anggun dengan penampilan yang sangat elegan. Siang itu ia mengenakan blazer berwarna coklat s**u di padukan dengan rok sepan mini dengan warna sama dan dalaman berwarna putih membuatnya tampak cantik dengan kulitnya yang putih. "Tatiana? Tidak salah? Apa yang terjadi?" Tanya Kirani. "Hari ini dia tidak konsen di kelasnya, membuat Pak Ragil kesal. Beberapa kali di panggil dia malah melamun." Jawab Aulia dengan jutek. Ragil Saputra adalah seorang guru Kimia. Ia memang tegas, aturan bila berada di kelasnya adalah, konsentrasi. Melamun sekali saja, biasanya akan ada benda yang melayang. Hanya saja, yang terjadi adalah seorang Tatiana, yang biasanya pintar dan cerdas. Sehingga Ragil mengirimnya ke ruang BP dan melaporkan kepada Kirani selaku wali kelasnya. "Maafkan saya, Bu. Hari ini, Ibu saya akan menjalani pemeriksaan. Sehingga saya sedikit khawatir akan kondisi beliau. Jadi....jadi," Tatiana tidak meneruskan kalimatnya, ia malah menangis terisak-isak. Melihat Tatiana menangis terisak-isak begitu, membuat Aulia dan Kirani terkejut.Kirani sedikit banyak mengetahui latar belakang keluarga Tatiana. Kebetulan, dulu Kirani tinggal di tempat kos yang tidak jauh dari rumah Tatiana. Sehingga, ia tau bahwa keluarga Tatiana adalah orang kaya raya. Lagipula, siapa dulu yang tidak mengenal Darmawan Adhitama dan istrinya Pradnya Paramitha Adhitama. Kirani menghela nafas panjang, dan membawa Tatiana dalam pelukannya. Ia mengelus punggung gadis belia itu dengan lembut. Tatiana merasa begitu nyaman dalam pelukan Kirani. Sudah berapa lama ia tidak merasakan pelukan hangat seperti ini. Sebulan, dua bulan..lama, ya lama sekali. Hampir 2 tahun sejak mereka bangkrut dan Ibu sakit. Tatiana kehilangan pelukan hangat. Ciuman selamat malam. Sapaan hangat di pagi hari. Semua itu hilang musnah, menyisakan puing- puing kehancuran. Terlebih kini, Tatiana kehilangan harta yang paling berharga dalam hidupnya. Kesucian. Ya, mahkota kesucian yang seharusnya ia persembahkan kepada suaminya kelak, telah hilang di nikmati orang lain. Dan ayahnya menerima banyak uang. Hidupnya sudah hancur sehancur- hancurnya. Tatiana menangis perih, sejak kemarin ia tak berhenti menangis, namun kali ini ada yang memeluk dan memberikan kehangatan. "Menangislah, jika itu membuatmu lega, Tatia." Ujar Kirani. "Ma....maafkan saya, Bu Kirani. Saya janji Bu, ini yang pertama dan terakhir. Tolong, jangan skorsing saya, Bu. Saya mohon...."kata Tatiana di sela isak tangisnya. Kirani melepaskan pelukannya. Ia menatap gadis belia di hadapannya. Perlahan dengan lembut, Kirani mengusap air mata Tatiana. "Tatia, di sekolah, Ibu adalah pengganti orang tuamu. Kamu boleh bercerita apa saja pada Ibu. Ini, simpan no telepon ibu ya. Di luar jam sekolah pun, jika kamu ingin bicara, kamu butuh teman, hubungi Ibu. Ibu akan mendengar ceritamu. Ibu tau, apa yang kamu dan keluargamu alami bukanlah hal yang mudah. Tapi, Ibu kagum melihat semangatmu dalam belajar. Ibu tidak mau, prestasi mu jadi menurun nantinya, Tatia. Sayang sekali beasiswamu nantinya." "Iya, Bu saya mengerti." "Begini saja, kamu sekarang boleh pulang. Jika kamu mengkhawatirkan ibumu, kamu bisa menemani beliau." "Tidak bu, jangan. Nanti ayah pasti akan marah jika saya pulang, Bu. Lagipula ayah yang membawa ibu berobat. Adik- adik juga masih di sekolah semua, Bu. Saya pulang pun, tidak akan membantu apa-apa. Malah akan membuat ayah marah saja." Tatiana dengan cepat menolak. Ya, Tatiana yakin, jika ia pulang cepat sementara adiknya belum, pasti ayahnya akan bertanya. Dan, Tatia tidak mau ayahnya sampai tau, ia di panggil ke ruangan BP. "Baiklah kalau begitu. Kamu yakin,bisa belajar dengan baik? Habis ini pelajaran Ibu loh. Dan Ibu tidak mau ada siswa atau siswi yang melamun nantinya," kata Kirani. Tatiana mengangguk. "Iya bu, saya janji tidak akan melamun lagi." "Baiklah,jam pelajaran pak Ragil masih tersisa 45 menit lagi. Kamu, ibu izinkan untuk beristirahat dulu sejenak di UKS, nanti 10 menit sebelum Pak Ragil selesai, Ibu akan menyuruh orang untuk memanggilmu kembali ke kelas." Tatiana tersenyum manis. Ia memang butuh istirahat sejenak saja. "Terimakasih banyak ya, Bu." "Sama-sama, Tatiana." "Kalau begitu saya permisi ya, Bu Kirani, Bu Aulia." Kirani dan Aulia mengangguk bersamaan. Tatiana pun segera beranjak dan berlari kecil menuju ke UKS. Sesampainya di ruang UKS, Tatiana merebahkan tubuhnya diatas ranjang yang tersedia di ruangan itu. Ya, Tatiana ingin memejamkan matanya sejenak saja. Ia merasa begitu lelah. Tanpa sadar ia pun akhirnya tertidur. Setelah tidur selama 30 menit, Tatiana merasa energinya sedikit terisi. Ia pun bangkit dan membereskan pakaian seragamnya supaya tidak terlihat kusut saat masuk kelas nanti. Baru saja Tatiana akan melangkah keluar, seorang gadis masuk. Ia tersenyum saat melihat Tatiana. Gadis itu adalah Mikhaila. Ia adalah sahabat Tatiana, sekaligus teman sebangkunya. "Koq kamu kesini, Kha? "Tanya Tatiana bingung. "Ya jemput kamu lah. Tadi, Bu Kirani ke kelas nggak tau bisik- bisik apa sama Pak Ragil. Trus , tadi Pak Ragil suruh aku manggil kamu di UKS, dia bilang gini, 'panggil Tatiana di UKS,suruh kembali ke kelas, pelajaran saya sudah mau selesai'. Gitu katanya. Aku bingung aja, koq bisa kamu ada di UKS, bukannya tadi di suruh ke ruang BP ya?" "Tadi, aku ke ruang BP, trus Bu Kirani suruh aku istirahat. Daripada aku di suruh pulang, nanti malah ayah marah." Mikhaila menghela nafas. Ia tau bagaimana kondisi keluarga Tatiana. Ia mengelus bahu sahabatnya itu. "Ada yang mau kamu ceritain ke aku? Kamu pasti ada masalah kan? Aku kenal kamu dengan baik, Tia. Kamu selalu konsentrasi dalam pelajaran. Dan tadi, aku liat kamu ada di kelas. Tapi, pikiran dan hati kamu nggak ada. Cerita donk sama aku. Kita kan temenan udah lama, Tatia." Mikhaila mendesak. Ia memang sangat peduli dengan Tatiana. Mikhaila mengenal Tatiana sejak SMP. Ia tau betul bagaimana kayanya keluarga Tatiana dulu. Tapi, Tatiana tidak pernah sombong. Bahkan, dialah teman Mikhaila yang selalu membantu saat Mikhaila di bully oleh teman yang lain. Karena itulah, Mikhaila selalu ada bersama Tatiana. Dan lagi, Tatiana anak yang baik dan santun. Kedua orang tua Mikhaila pun sayang pada Tatiana. "Ibu hari ini menjalani pemeriksaan, aku hanya khawatir sama Ibu." Jawab Tatiana. Sesungguhnya, Tatiana ingin sekali berbagi cerita, tapi ia merasa takut. Ia takut, Mikhaila akan merasa jijik kepadanya. Dan menjauhi dirinya. Dan Tatiana tidak ingin hal itu terjadi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN