BERSIKAP BIASA

922 Kata
Pagi itu Tatiana bangun dalam keadaan tubuh yang terasa lemas. Wajahnya pucat, matanya sembab karena semalaman ia menangis. Tatiana melirik jam dinding baru menunjukkan pukul 5 pagi. Tatiana bergegas menuju ke dapur untuk menyiapkan sarapan untuknya dan adik- adiknya. Tatiana membuka kulkas. Tidak ada isi sama sekali. Ck, Tatiana berdecak. Bukankah kemarin ayahnya mendapatkan 120 juta dari hasil menjualnya. Tega sekali tidak ada satu pun bahan makanan di dalam kulkas ini. Tatiana melihat ke dalam periuk beras, syukurlah, masih ada sisa beras untuk di masak. Tatiana segera memasak nasi, lalu ia kembali ke kamar. Ia ingat, kemarin Hans memberinya uang tambahan. Segera di lihatnya uang yang ada. Betapa terkejutnya Tatiana saat menghitung uang yang Hans berikan. 10 juta rupiah. Banyak sekali, pikir Tatiana. Ia mengambil beberapa lembar dan menyimpan sisanya. Tatiana berencana akan menyimpan sisanya di rekening miliknya "Mau ke mana kamu? Jam segini ?" Tanya Darmawan saat Tatiana membuka pintu. "Ke pasar Ayah, di kulkas tidak ada makanan. " "Sebentar, aku kemarin tidak sempat mengisinya." Tatiana menunggu ayahnya. Dan tak lama Darmawan keluar dari kamar dengan beberapa lembar uang berwarna merah. "Belanja bahan makanan yang enak dan bergizi. Uang yang kemarin aku yang pegang. Siang nanti aku akan membawa ibumu ke dokter. Sebagian uang itu akan aku belikan mobil second supaya aku bisa mengantarkan mu jika kau ada panggilan. Juga bisa mengantarkan Ibumu berobat." "Mobil yah? Bukankah harganya mahal?" Tanya Tatiana takut- takut. "Kita beli yang second saja. Yang penting ada. Pelan-pelan kita akan bangun kejayaan kita lagi, dan kau harus mau membantu Ayah. Sudah sana kau belanja, lalu masak dulu sebelum kau pergi ke sekolah." Tatiana tidak mau banyak membantah. Sejak ayahnya bangkrut, sifat ayahnya menjadi berubah 180 derajat. Bahkan ayahnya sering memukul. Untunglah, Darmawan tidak pernah berjudi atau mabuk- mabukan. Sehingga, Tatiana masih dapat sedikit bersyukur. Tatiana menuju ke pasar dekat rumahnya. Ia segera membeli ikan , daging , sayur- sayuran, buah- buahan dan bumbu- bumbu. Tatiana juga membeli roti, s**u segar. Rasanya sudah lama Tatiana tidak memegang uang sebanyak ini. Dan, saat ini Tatiana tidak tau harus bersyukur atau harus menangis. Cecilia tengah bersiap mandi saat melihat Tatiana membawa banyak sekali belanjaan di tangannya. "Waaah, banyak sekali kak. Ayah lagi punya banyak uang ya? Kata ayah, pagi ini ayah mau ke showroom dan membeli mobil supaya nanti siang ayah bisa membawa ibu terapi, kak. Ayah kaya lagi ya kak?" Tanya cecilia. Tatiana hanya tersenyum ketir. " Sudahlah, bantu kakak masukkan ini semua ke dalam kulkas. Untuk sarapan , kakak sudah membeli lontong sayur, ada roti dan s**u juga. Itu kakak membeli banyak buah-buahan juga. Kamu bantu Kakak ya." Ujar Tatiana. Cecilia langsung bersorak gembira. Sudah hampir setahun ini mereka hanya makan seadanya. Dan melihat belanjaan di tangan Tatiana membuat Cecilia girang bukan kepalang. Cecilia baru saja kelas 1 SMP. Dialah yang paling sering mengeluh sejak Ayah mereka bangkrut. Tatiana hanya bisa menghela nafas panjang. ' Maafkan kakak, Cecilia. ' ujarnya dalam hati. Setelah membereskan semua belanjaan dan menata makanan di atas meja makan, Tatiana bergegas mandi. Kemudian ia langsung menuju meja makan untuk sarapan bersama kedua orangtuanya dan adik- adiknya. Meskipun ayah nya sudah bangkrut, kebiasaan makan bersama mereka tidak pernah hilang, meskipun tidak ada lagi keceriaan di dalamnya. "Kak, aku lihat kulkas penuh. Dan semua makanan enak. Seperti kita dulu. Ayah lagi banyak uang ya, kak?" Kali ini Oktavius, adik Tatiana yang bertanya. Ia dan adiknya hanya selisih setahun saja. Oktavius bersekolah di SMU yang sama dengan Tatiana. "Ayah dapat rezeki, salah seorang investor ayah dulu memberikan uang untuk kita." Darmawan menjawab. Ia baru saja keluar kamar sambil mendorong kursi roda Paramitha. "Aaaa uuu aaaan," Paramitha bersuara lirih. Semenjak terkena stroke, Paramitha tidak bisa bicara.Tadinya bahkan ia tidak bisa mengeluarkan suara sama sekali. Di tanbah terakhir mereka cek up, Paramitha memiliki kanker di pa**dara, dah harus secepatnya operasi. "Ibu mau makan apa?" Tanya Tatiana sigap. Perlahan Paramitha menunjuk roti dan selai. Ya, sejak dulu ia paling suka sarapan roti. Tatiana bergegas menyiapkan nya, ia hendak menyuapi Paramitha, namun Darmawan mengambil piring dari tangan Tatiana dan langsung menyuapi istrinya dengan telaten. Tatiana merasa miris sendiri. Ia melihat masih ada cinta untuk Ibunya di mata ayahnya, namun mengapa Ayahnya begitu tega menjadikan Ibunya senjata supaya ia mau menuruti kehendak ayahnya. "Kalian pulang sekolah, langsung pulang. Bantu kakak kalian beres- beres , memasak. Belajar yang rajin.Ayah janji, kita akan kembali menikmati kehidupan kita yang seperti dulu lagi." "Betul , Yah? Ayah tidak bohong kan? Kita bisa tinggal di rumah besar seperti dulu kan , Ayah? " Cecilia terdengar begitu antusias. "Kapan Ayah berbohong pada kalian? Kalian ingat kan , janji ayah bahwa kita tidak akan lama tinggal di rumah ini," jawab Darmawan. "Horeee , terima kasih Ayah !" Seru Cecilia. Darmawan merogoh sakunya dan memberikan beberapa lembar uang berwarna merah pada Cecilia dan Oktavius. "Ni, uang jajan kalian selama seminggu. Cukup kan?" Tanyanya "Wah, ini sih cukup Ayah. Sudah lama kami tidak di beri yang uang saku, " jawab Oktavius. Tatiana hanya diam. Ia bahagia melihat senyuman bahagia di wajah adik- adiknya. Dan ia juga melihat binar kebahagiaan di wajah sang Ibu. Ah, seandainya mereka tau apa yang ayah mereka lakukan untuk bisa menciptakan senyum di pagi ini, apakah mereka masih dapat tersenyum. Tatiana merasakan nyeri di dadanya. Ia segera menyudahi sarapannya dan menyambar tas sekolahnya. "Tatia duluan, Ayah, Ibu. Kalian habiskan saja dulu. Kakak ada tugas yang harus kakak kerjakan dulu di sekolah," ujar Tatiana. Ia lalu mencium punggung tangan kedua orang tuanya, sebelum ia beranjak pergi. "Jangan ke mana-mana. Langsung pulang," Ujar Darmawan. "Baik, Ayah." Tatiana menjawab lirih.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN