CEMAS

840 Kata
Menjelang ujian akhir Tatiana semakin cemas. Bagaimana tidak, setelah kelulusan ia akan segera menikah dengan Hans. Ayahnya sudah kembali bergelut di dunia bisnis,tentu dengan suntikan dana dari Hans. Bahkan, mereka pun sudah pindah ke sebuah rumah yang mewah, tidak kalah dengan rumah mereka dulu. Dan rumah itu atas nama Tatiana. Cecilia adalah orang yang paling bahagia karena mereka kembali menempati rumah yang besar dan mewah. Hanya Oktavius dan Paramitha yang belum sepenuhnya merasa bahagia. Oktavius dan Paramitha merasa ada banyak yang di sembunyikan oleh Tatiana dan Darmawan. Pagi itu ujian hari pertama, dan Tatiana merasa tidak bersemangat sama sekali. Bukan karena ia belum belajar, melainkan karena ia merasa berat hati. Ingin rasanya ia tidak mengikuti ujian akhir. Tidak lulus tidak mengapa, asalkan tidak menikah. Tapi, Tatiana tidak mau mengambil resiko. "Sudah belajar nak?" Tanya Paramitha pada Tatiana. "Sudah Bu." "Kenapa lesu begitu kalau sudah belajar?" "Mungkin karena kurang tidur aja Bu." "Benar? Tidak ada yang kamu sembunyikan dari Ibu kan?" "Maksud ibu menyembunyikan itu apa bu?" Sahut Darmawan yang baru saja bergabung di meja makan. Tatiana langsung menundukkan kepalanya. Ia memang selalu merasa tidak nyaman jika berada dekat ayahnya. "Apa ayah tidak liat, Tatiana akhir- akhir ini sering melamun. Pasti karena pernikahan itu. Lagipula, usia Hans itu hampir sama dengan usia kita. Tatiana lebih pantas menjadi anaknya, di banding menjadi istrinya," ujar Paramitha. "Apa ibu juga tidak melihat jasa Hans pada kita. Ibu bisa sehat kembali, ayah bisa berbisnis kembali, kita bisa tinggal di rumah yang mewah kembali seperti ini. Itu semua berkat Hans. Sudahlah Bu, lagipula Tatiana sendiri tidak merasa keberatan." Paramitha tidak menjawab lagi. Ia hanya mengendikkan bahunya lalu mulai makan. Biasanya suasana selalu gembira jika mereka sedang menikmati sarapan pagi seperti ini. Namun kali ini tidak ada canda tawa. Okatavius dan Cecilia makan dalam diam. Begitu juga dengan Tatiana, Darmawan dan Paramitha. "Kalian berangkat sama Pak Unang saja. Ayah bawa mobil sendiri ke kantor. Tatiana, Hans akan menjemput pulang sekolah nanti. Oktavius dan Cecilia pulang sama Pak Unang juga. Ayah duluan." Kata Darmawan sambil bengkit berdiri. Lalu ia menyambar tas kerjanya dan juga kunci mobil lalu mengecup kening istrinya seperti biasa kemudian berlalu. "Bu, apa ibu merasa keluarga kita sekarang kehilangan canda dan tawa Bu?" Tanya Oktavius tiba- tiba memecahkan kesunyian. Paramitha mengangkat wajahnya lalu tersenyum menatap putra satu- satunya itu. "Keluarga kita perlu waktu setelah semua yang terjadi, nak. Sudahlah, kalian habiskan sarapannya lalu berangkat sekolah ya. * * * Hans ternyata betul- betul menjemput Tatia di sekolah. Oktavius yang melihat dari kejauhan hanya melengos. Sejujurnya Oktavius tidak menyukai Hans. Entah mengapa perasaan nya tidak enak tentang Hans. "Ayo naik, Tatia," ujar Hans sambil membukakan pintu. Tatia yang sedang berjalan bersama Mikhaila terlihat salah tingkah. "Hmmm,ini sahabatku Mikhaila mmm mas...." Sahut Tatiana sedikit gugup. Hans tersenyum pada Mikhaila. Ia mengulurkan tangannya, Mikhaila hanya menyambut uluran tangan itu sekedarnya. "Mikhaila bisa ikut bersama kita. Biar kita antar dulu Mikha pulang, baru kita ke Mall. Bagaimana, Mikha mau?" Hans menawari. Namun, Mikhaila menggeleng kan kepalanya. "Terimakasih, Om. Rumah saya dekat koq," tolak Mikhaila sambil tersenyum. Ia lalu mengelus punggung Tatiana "Hati- hati Tia..." Bisik Mikhaila di telinga Tatia, lalu ia pun beranjak pergi. Tatiana menghela napas dan ia pun segera naik ke dalam mobil Hans. "Mau kemana kita mas?" "Kemana lagi? Aku rindu. Ganti dulu bajumu, kita akan pergi makan dulu. Baru kita ke hotel," kata Hans sambil memberikan bungkusan berisi pakaian. Tatiana hanya mengangguk, ia mengeluarkan isi bungkusan yang di berikan Hans. Ternyata sebuah dress yang begitu cantik. Tatia sedikit ragu untuk mengganti pakaian nya di mobil, ia terlihat salah tingkah. "Orang tidak akan bisa melihat kita dari luar Tatia. Ganti saja,toh aku sudah sering melihat mu tanpa sehelai benang pun," ujar Hans seolah membaca pikiran Tatiana. Tatiana pun hanya menghela napas dan langsung mengganti seragamnya dengan dress yang Hans berikan. "Di kursi belakang ada sepasang sepatu untuk kau pakai. Tidak mungkin kan kalau kau mengenakan sepatu sekolahmu." Ujar Hans lagi. Tatiana kembali mengangguk dan mengganti sepatu sekolahnya dengan sepatu yang sudah di siapkan Hans. "Cantik......" Komentar Hans. Setelah selesai makan, Hans membawa Tatiana ke sebuah hotel tempat biasa mereka menginap. Seperti biasa Hans memilih suite room demi kenyamanan. Begitu pintu di tutup, tanpa basa basi lagi Hans langsung menggendong Tatiana dan langsung membaringkan nya di tempat tidur. "Aku rindu sekali, Tatia sayang," ujar Hans. Ia pun langsung membuka dress yang dikenakan Tatia dengan cepat. Dan seperti biasa Tatia pun harus melayani Hans. "Luar biasa Tatia. Kamu selalu membuatku puas." Ujar Hans sambil menyeka keringat di dahinya. Tatiana hanya diam. "Kali ini kau tidak perlu lagi minum pil apapun. Pernikahan kita akan di laksanakan bulan depan. Semua sudah di siapkan. Jadi ,kalau kau hamil pun tidak mengapa," ujar Hans sambil mengusap rambut Tatiana. "Lalu, bagaimana dengan kuliahku mas, jika aku hamil?" Tanya Tatiana memberanikan diri. Hans tertawa terbahak-bahak. "Kuliah kan bisa di tunda. Kalau kau hamil, malah lebih bagus. Jika anak kita sudah lahir bukan kau juga yang akan merawatnya Tatia. Kau bisa kuliah dengan tenang meski sudah melahirkan." Tatiana hanya bisa mendesah dengan hati yang perih..
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN