MENJELANG PERNIKAHAN

1001 Kata
Tak terasa akhirnya pengumuman kelulusan tiba. Tatiana mendadak merasa meriang hari itu. Sehingga ia memutuskan untuk tidak masuk sekolah dan beristirahat. Bukan badan yang sakit. Tapi , hati dan pikiran yang terlalu sakit. Lulus artinya dia akan segera menikah dengan Hans. Membayangkannya membuat Tatiana bertambah pusing. Mengetahui putri sulungnya tidak enak badan, Paramitha turun ke dapur dan membuatkan bubur untuk Tatiana. Ia merasa tidak tega melihat Tatiana yang semakin hari semakin kurus. Paramitha tau, jika Tatiana sebenarnya memikirkan pernikahan yang segera tiba. Bahkan seminggu lalu, Hans sudah datang bersama istrinya untuk melamar dan menyerahkan beberapa seserahan. Namun, Paramitha sama sekali tidak bahagia. Ia tau, Hans memang banyak membantu. Tapi, haruskah membayar budi baik dengan mengorbankan kebahagiaan Tatiana? Paramitha merasa tidak adil. Ia merasa sedih karena tidak mampu berbuat apapun. Kejatuhan mereka kemarin sudah mengubah segalanya. Tapi, Paramitha menjadi tau siapa kawan yang masih setia dengannya. Kawan sejati yang hanya datang saat ia susah. Dan Paramitha mengingat semua dengan baik. Itulah sebabnya, Paramitha sekarang tidak pernah lagi berkumpul dengan ibu sosialita lain yang mulai kembali menyapa karena tau ia sudah berjaya kembali. Paramitha merasa tidak perlu untuk berkumpul dengan mereka. Paramitha yang sekarang lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dan di acara sosial. Membagikan rezeki ke panti asuhan atau panti jompo. Paramitha merasa jiwanya disegarkan saat bersama orang- orang tidak mampu. Melihat mereka tersenyum saat menerima bantuan yang ia berikan membuat Paramitha terharu dan bahagia. Kegiatan positif Paramitha di dukung penuh oleh ketiga anaknya. Terlebih Oktavius yang selalu sigap mengantar sang Ibu. "Kakak kenapa Bu? Kok nggak ikut sarapan sama kita?" tanya Oktavius. "Kakakmu sakit. Padahal hari ini pengumuman kelulusannya, kan?" "Apa kakak merasa tegang karena bulan depan pernikahannya?" "Bisa jadi. Ibu liat kakakmu banyak berubah. Dia lebih pendiam, lebih tertutup. Lebih suka diam di kamar." "Alaaah, tidak perlu kamu besar- besarkanlah Bu. Tatia itu hanya cari perhatian." Kata Darmawan. Kontan saja Paramitha membelalakkan matanya. Ia menatap suaminya tajam. "Bisa- bisanya ya ayah bilang kaya gitu sama anak sendiri. Dia memang sakit, demamnya tinggi sejak semalam. Ayah nggak perhatiin dia makin kurus? Dan bulan depan dia akan menikah dengan orang yang lebih pantas menjadi ayahnya. Bahkan dia dijadikan istri kedua. Dan ayah merestui mereka dengan mudahnya. Ibu tidak habis pikir!" Hardik Paramitha kesal. Ia pun langsung beranjak sambil membawa nampan berisi bubur untuk Tatiana. Sementara Darmawan hanya terdiam. Seumur pernikahannya , baru kali ini Pramitha keliatan sangat marah. Apalagi, jika Paramitha tau, bahwa ia sudah menjual putri mereka. Bahkan Tatiana sudah tidur dengan banyak p****************g. Darmawan mengusap wajahnya. Ada sepotong penyesalan di hatinya. Tapi, ah bukankah Tatiana akan mendapatkan status yang jelas dengan menikahi Hans. Terlebih Hans adalah lelaki pertama yang sudah menyentuh Tatiana. Semua untuk kebaikan Tatiana, batin Darmawan berkata. Ia pun lalu beranjak dan bergegas pergi ke kantor tanpa pamit lagi kepada kedua anaknya yang masih berada di meja makan. "Ayah kenapa sih kak? Kakak nggak pernah kepikiran gitu, ayah kok bisa dapet banyak uang. Rumah ini bukan harga seratus atau dua ratus juta kak. Dan kakak liat kan kantor ayah megahnya seperti apa? Om Hans nggak mungkin lah kasi semua itu tanpa ada apa- apanya." Kata Cecilia. "Ya itu, semua di bayar dengan pernikahan. Ayah sudah menjual kakak kita. Bodohnya kak Tatia mau saja. Atau ada sesuatu yang mereka sembunyikan. Ayah dan kak Tatia. Kamu ingat tidak, sebelum ayah membeli mobil dulu. Kak Tatia kan nggak pulang semalaman. Dan paginya ayah jemput dia tiba-tiba besoknya ayah bisa beli mobil." Cecilia mengangguk- angguk. "Iya bener kak, aku inget. Jangan- jangan ayah.....udah jual kak Tatia..." "Hush kamu ini kalo ngomong!" Hardik Oktavius. Namun tak urung Oktavius pun memiliki pikiran yang sama. "Aku hanya menduga-duga kak. Kalau memang benar, keterlaluan sekali ayah. Aku lebih baik hidup biasa saja daripada hidup enak dari hasil mengorbankan kakakku sendiri." "Kasian kak Tatia kalau memang benar itu yang tterjadi." "Kita selidiki semua kak. Bagaimana?" "Caranya?" " Ya .....iya ya...aku juga nggak tau gimana caranya kak. Tapi, kalau memang benar. Aku benci sama Ayah. Aku nggak suka cara ayah." "Bukan hanya kamu. Kakak juga. Ya sudahlah kita berangkat sekolah sekarang. Ga usah pamitlah sama Ibu. Ibu pasti lagi ngurusin kakak." Cecilia mengangguk dan mereka pun langsung berangkat ke sekolah. Sementara itu di dalam kamar Tatiana, Paramitha tengah menyuapi Tatiana dengan penuh kasih sayang. Sudah lama ia tidak merawat putrinya itu. "Tatia, apa yang kamu pikirin sih sebenarnya sampai sakit gini?" "Tatia cuma takut ga lulus bu." Jawab Tatiana lirih. "Kamu nggak pernah dapet nilai jelek. Selalu masuk rangking 3 besar. Jadi, ibu rasa bukan itu yang mengganggu pikiranmu. Kamu bingung karena hari pernikahan mu sudah dekat kan?" Tatiana menghela napas. Ia ingin sekali mengiyakan perkataan ibunya. Tapi, untuk mundur dia sudah tidak bisa. Apalagi Hans sudah beberapa kali menanamkan benihnya di dalam rahim Tatia. Bagaimana jika saat ia mundur ternyata ia hamil. Bukan itu saja, sekarang ini perusahaan ayahnya berada di bawah naungan perusahaan Hans. Tatiana tidak bisa membayangkan jika Hans mencabut semuanya. Mereka akan kembali mengalami kesulitan dan mungkin jaih lebih susah dari sebelumnya. Tatiana tidak mau itu terjadi. Biarlah saja ia yang berkorban. Tidak mengapa asalkan semua anggota keluarga nya baik- baik saja. "Tatia nggak apa-apa kok , Bu. Tatia hanya sedikit gugup mungkin. Ya, namanya juga mau menikah Bu. Tatia hanya takut nanti tidak bisa membahagiakan suami Tatia. Apalagi, ada istri pertamanya yang harus di jaga juga perasaannya." Tatiana menjawab. Paramitha hanya menggelengkan kepalanya. "Dia, Hans, tidak pernah melakukan sesuatu yang buruk kan kepadamu Tatia? Atau apakah ayahmu mengancammu?" "Tidak sama sekali bu. Sudahlah, ibu tidak perlu khawatir ya. Aku baik- baik saja Bu." "Betul? Jangan sembunyikan apapun dari Ibu, Tatia. Ibu nggak mau kamu menderita hanya karena ingin membuat kami bahagia." Tatiana tersenyum dan memeluk Paramitha. Ah, seandainya saja kau tau,Bu. Bahwa ayah, suamimu tercinta sudah merenggut masa depanku. Ayah yang seharusnya melindungi ku dari tangan- tangan jahat itu malah menjerumuskan aku. Tatiana menjerit dalam hati. Ya, hanya di dalam hati. Ia merasakan kepedihan yang luar biasa. Ia ingin bercerita tapi ia tidak bisa. Biarkanlah semua ku tanggung sendiri, batin Tatiana.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN