BAB 9

1059 Kata
[Cambridge, MA] Ranjiel dan Vierra sedang melangkah sambil bergandengan tangan, mereka kini sedang berada di Sungai Charles. Keduanya sudah selesai berbelanja keperluan seperti alat tulis, atau beberapa buku dan juga pakaian. Bicara mengenai Sungai Charles, Ranjiel memang sudah sangat lama ingin mengunjungi tempat itu untuk menikmati harinya. Sungai Charles adalah sungai sepanjang 80 mil di Massachusetts timur. Dari sumbernya di Hopkinton mulut sungai berada di timur laut hulu, meskipun mengikuti rute yang sangat berkelok-kelok, menggandakan diri beberapa kali dan melakukan perjalanan melalui dua puluh tiga kota dan kota sebelum mencapai Samudra Atlantik di Boston. Kembali lagi pada keadaan sekarang ini. Ranjiel dan Vierra mengelilingi sisi sungai, mereka juga kadang membicarakan beberapa ha lucu, lalu akan tertawa bersama-sama. “Jiel, Vier boleh nanya nggak?” Vierra mengeratkan pegangannya pada tangan Ranjiel. Ia kemudian menghentikan langkah, lalu menatap sungai yang terlihat sangat tenang. Ranjiel yang mendengar ucapan Vierra juga melakukan hal yang sama. Ia menghentikan langkah, menatap ke arah sungai, dan sangat terpesona kala melihat pemandangan luas nan asri yang ada di sekitar. Tempat itu memberikan udara yang sangat bersih, tidak lupa pula kondisi yang tertata rapi tanpa adanya sampah yang berserakan. “Misalnya nih,” ujar Vierra. Gadis itu kembali menatap Ranjiel, ia bisa melihat wajah tampan pemuda itu juga menyatakan dirinya bingung dengan pertanyaan yang belum diucapkan. “Misalnya Vierra nikah sama Anjiel, terus Anjiel mau punya anak yang gimana?” Ranjiel menggaruk kepalanya yang sama sekali tak gatal. Merasa begitu bingung dengan semua yang Vierra ucapkan. “Anjiel mau yang cewek, atau mau anak cowok?” Ranjiel menghela napas. “Kalo Tuhan emang ngasi anak cewek, ya terima. Kalo anaknya cowok, ya diterima juga.” Vierra merasa senang dengan jawaban Ranjiel. Ia terlihat malu-malu saat Ranjiel mengamatinya. Gadis itu menarik napas, ia menatap ke arah lain, dan membayangkan masa depan yang cerah bersama Ranjiel. Ranjiel yang melihat kelakuan Vierra merasa bingung. Kenapa gadis itu terlihat malu-malu? “Kalo Vierra mau anak kembar cewek ama cowok. Terus ntar Anjiel pasti makin sayang Vierra kalo udah punya anak.” Ranjiel menghela napas, tak menyangka dengan jalan pikiran Vierra. “Udah, nggak usah mikirin hal itu dulu. Bagusan mikir kuliah, terus belajar yang bener.” Vierra menatap Ranjiel. “Tapi seru banget loh kalo ngayal.” Pletak … Ranjiel melirik Vierra yang sudah mengelus kepalanya. “Lanjutin kuliah, jangan mikir nikah cepet, apalagi punya anak. Dikiranya enak kali kalo punya anak.” Vierra mengelus kepalanya, ia kemudian menatap kala Ranjiel sudah menyelesaikan semua ucapannya. “Kenapa?” tanya Ranjiel yang agak bingung dengan sikap Vierra. “Anjiel, kemaren ambil jurusan apaan?” “Kalo gue bilang semuanya fakultas di Harvard gue masukin gimana?” “Astaga … kok rakus banget?” Ranjiel mengabaikan Vierra. “Kan gue dateng ke Harvard buat belajar, dan gue mau belajar banyak hal. Bukan Cuma satu fakultas, tapi semuanya mau gue coba. Kalo dibilang rakus, iya … gue lagi rakus ama pendidikan. Gue mau jadi orang yang banya tau, dan gue nggak mau ngabisin idup gue cuma buat beberapa hal merugikan.” “Jadi ambisi Anjiel pengen jadi sarjana dari berbagai macam fakultas yang ada di Harvard?” “Yup ….” Ranjiel mengulurkan tangan, ia mengacak gemas rambut Vierra. “Itu perlu waktu berapa taun ya? Kan banyak banget ….” “Universitas Harvard punya sembilan fakultas ternama, antara lain Harvard Faculty of Arts and Sciences, Harvard Medical School, Harvard Divinity School, Harvard Law School, Harvard Bussiness School, Harvard Graduate School of Design, Harvard Graduate School of Education, Harvard School of Public Health dan Kennedy School of Government.” Ranjiel menarik napas, ia kemudian kembali meraih tangan Vierra. “Dan gue mau lulus dari sembilan fakultas ternama itu. Sanggup nunggu gue udah selesai belajar?” Vierra menelan ludahnya kasar, ia jelas tak menyangka jika pemuda pujaannya bukan orang yang hanya ingin mencapai gelar pada satu fakultas. Ranjiel …. Orang yang dicintainya punya mimpi besar yang bahkan orang paling gila di dunia juga tak akan mau mengambil dan menjalaninya. Ranjiel tahu jika Vierra masih sangat bingung, tapi Ranjiel juga tidak mungkin mengubah jalan yang diinginkannya. Ia sudah bertekad, dan ia tak ingin menyia-nyiakan semuanya begitu saja. Walau ia harus menjalani masa kerja sambil menempuh pendidikan itu bukanlah masalah. "Vier bakalan dukung Anjiel.” Ranjiel yang mendengar ucapan itu menatap. “Serius atau Cuma lagi cari muka?” “Serius kok,” balas Vierra. “Bagus kalo gitu. Lo sendiri?” “Vierra gimana maksudnya?” Ranjiel terus berjalan, ia juga tidak melepaskan gandengan tangannya pada Vierra. “Jiel … kok nggak jawab?” “Gue nanya impian lo apaan?” “Nikah, punya anak sama Anjiel, terus mati di pelukan Anjiel.” Ranjiel yang mendengar semua itu hanya diam, ia kemudian membawa Vierra ke parkiran dan merencanakan untuk mencari tempat makan agar otak Vierra jauh lebih sehat. “Anjiel seneng nggak dengernya?” Ranjiel segera membuka pintu mobil, ia menatap Vierra. “Masuk, kita cari tempat makan. Gue khawatir otak lo lagi nggak beres.” Vierra menatap heran. “Nggak beres gimana?” “Orang lain pengen jadi ini, pengen jadi itu. Tapi lo Cuma mau jadi ibu rumah tangga, dan ngurusin anak. Vier … kalo itu semua orang juga sama. Yang gue tanya mimpi buat karier dan pencapaian kayak apaan yang lo mau.” Vierra mencoba untuk berpikir. “Dan satu lagi,” ujar Ranjiel. Vierra mengedipkan matanya beberapa kali. “Coba ngomong biasa aja, jangan pakek gaya yang begitu.” “Ngomong yang gimana?” “Ngomong santai mirip gue. Lo bukan Lia, dan lo nggak perlu pakek gaya bicara dia. Vierra, gue udah ngomong, kan? Buat gue jatuh cinta ama Vierra, bukan Vierra yang lagi cosplay jadi Lia. Paham?” “Oke, gue ngomong gini ke elo. Apa nggak masalah?” Ranjiel langsung mengecup bibir Vierra, ia kemudian menghentikan ulahnya, dan menatap Vierra yang malah terpaku. Vierra menatap Ranjiel, tangannya kemudian menyentuh bagian bibir, dan ia sangat gugup. Baru saja … baru saja Ranjiel menciumnya! “Masuk ke dalam, atau lo gue tinggalin di sini.” Vierra langsung saja melakukan apa yang Ranjiel minta, ia kembali menatap Ranjiel, dan pemuda itu segera menutup pintu mobil. Vierra mengelus dadanya, ia berusaha untuk tenang. ‘Kok manis banget ya … ampun … Tuhan … ya ampun gue deg deg deg deg ser ….’ Ranjiel yang sudah masuk ke dalam mobil menatap Vierra, ia kemudian memasang sabuk pengaman untuk gadis yang masih kaget itu. “Vier, jangan ngelamun. Gimana kalo kesambet?” Vierra kaget, ia kemudian menatap Ranjiel, dan saat sadar jika posisi mereka sangat dekat tubuh Vierra gemetar. ‘Ganteng banget!’ Ranjiel mengecup pipi Vierra, ia benar-benar berhasil membuat gadis malang itu bertambah gugup dan tubuhnya juga gemetaran.. ‘Kalo ini mimpi … hamba nggak mau bangun Tuhan! Hamba mau mimpi aja sampe mati.’ Ranjiel segera menjalankan mobil, ia berencana mencari tempan untuk makan dan menyehatkan otak Vierra yang sedang bermasalah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN