Rhea 17

1590 Kata
“Kenapa?” tanya Rhea pada Drian yang sempat tertegun setelah membuka lemari tempat ia selalu menaruh lauk pauk. Drian berubah. Rhea yakin bocah ini mulai berubah sejak insiden delapan rembar seratus ribuan beberapa hari yang lalu. Kalau soal nyahutin omongan Rhea mah, Drian memang masih butuh waktu lama. Dan jika Drian tidak berubah, dia tidak akan langsung masuk ke dapur dan mengambil piring untuk dirinya sendiri. Karena selama ini bocah tersebut jelas-jelas menghindari makan di rumah sebisa mungkin meskipun apa yang Rhea masak, bahan-bahannya dibeli dengan uang bocah itu sendiri. “Sejak kapan lo berhenti korupsi?” tanya Drian yang sedang mengeluarkan lauk pauk dari dalam lemari. “Korupsi?” Drian mengendikkan bahunya kemudian menambahkan nasi ke dalam piring kosong miliknya sambil berceletuk bagaimana Rhea hanya memasak tempe, tahu, tempe, tahu, tempe lagi, lalu balik ke tahu lagi. Oh dan jangan lupakan ikan teri legendaris Rhea yang selalu ada dalam berbagai kesempatan. Jika bukan korupsi, apalagi namanya? Rhea mendengus. Rhea tidak pernah mondar-mandir di antara tahu dan tempe. Wanita itu juga memasak udang, sotong, ayam dan lain-lain. Salah siapa yang pulang sekolah saat matahari sudah terbenam kemudian masuk ke dalam kamar tanpa keluar lagi sampai matahari menyinsing? Drian yang selalu bangun kesiangan mana sempat sarapan? Jadilah Rhea yang menghabiskan semua lauknya. Wanita itu akui bahwa beberapa kali memang hanya menggoreng tempe atau tahu dengan telur mata sapi saja karena uang makan mereka berdua ia belikan untuk keperluan datang bulannya. Keadaan sudah sangat kacau sehingga Rhea tidak merasa harus kembali KB. Memangnya apa yang akan terjadi antara dirinya dan Drian bocah? Namun begitu Rhea tidak mau menjelaskan apapun pada Drian yang sudah mulai makan. Termasuk bahwa ia juga mencuri uang Drian yang harusnya dibelikan beras, untuk membeli buah dan diberikan pada Ibu yang selalu ia temui dua minggu sekali di tempat biasa beliau belanja. Rhea memang berjanji untuk tidak lagi datang ke rumah pada Bapak. Tapi Bapak tidak melarangnya menemui Ibu di luar, bukan? Bapak juga tidak melarang Rhea untuk mengintip beliau di tempat bekerja. “Jangan lupa cuci piringnya.” See? Drian tidak benar-benar berubah. Menyahut segala omongan Rhea adalah hal yang sampai kapan pun merupakan hal yang sia-sia baginya. >>> Rhea sudah memejamkan kedua matanya meskipun lampu ruang tamu Drian masih menyala. Wanita itu sudah terbiasa dengan semua perubahan yang ada. Harus terbiasa lebih tepatnya. Wanita tersebut sedang mencoba untuk tidur lebih tepatnya ketika Drian duduk di sofa seberang. “Wangi banget,” cibir Rhea pada bocah yang sudah mengenakan jaket varsity-nya itu. “Malam minggu kok makan di rumah,” cibir Rhea yang menyadari bahwa saat dirinya yang sudah tua ini mencoba untuk tidur, para remaja justru baru keluar dari rumah untuk pacaran dengan kekasih masing-masing. Tidak ada jawaban, Drian hanya mencebikkan bibirnya dan memandang Rhea aneh. Beberapa menit setelahnya Drian mendapat panggilan telfon dan bicara sebentar sebelum mengangkat pantatnya dari sofa. Remaja itu sudah duduk di atas motornya. Motor kesayangannya bahkan sudah menyala tapi Drian kembali menurunkan standar motor dan balik ke dalam rumah. Berjalan cepat pada Rhea Davina yang sedang tidur. “Apa lagi? Minta jajan?” tanya Rhea yang tidak hanya mendengar suara pintu kembali dibuka, tapi kini Drian berdiri di samping sofa yang sudah menjadi ranjangnya dan menghalangi cahaya lampu. Saat Rhea membuka matanya, terlihat seperti ada cahaya illahi di sekeliling kepala bocah itu karena posisinya yang menghalangi sumber cahaya. “Cewek yang pernah lo bilang bakal jadi istri gue dimasa depan... kenapa sampai sekarang lo ga pernah cerita tentang dia?” Rhea langsung membawa dirinya duduk kemudian berdeham untuk membersihkan tenggorokannya. “Kenapa tiba-tiba bahas dia?” “Gue berhak tau semua hal soal dia. Lagian lo udah cerita begitu banyak hal, kenapa ga ada satu pun tentang cewek ini?” Karena ternyata aku ga siap? tanya Rhea pada dirinya sendiri. “Kamu udah punya Manda. Fokus ke Manda aja.” “Lo..” ucap Drian kemudian terdiam beberapa saat. “Lo belum tau ya?” tanya nya pada diri sendiri. “Tau apa?” “Semua orang tau kalau Manda udah bukan cewek gue lagi.” “Kalian putus? Dan kenapa pula aku ga tau tapi semua orang pada tau?” tanya Rhea yang merasa bodoh sendiri. Drian tidak pernah putus dengan Manda. Tidak sekalipun. Rhea tau benar kisah cinta suaminya. Manda adalah pacar pertama yang juga adalah cinta pertama Adrian Russel. Yang seandainya Rhea tidak pernah hadir mungkin wanita itulah yang melahirkan putrinya Drian. “Karena Manda yang statusnya berpacaran dengan gue di f******k,” ucap Drian sembari menunjuk mukanya sendiri saat mengatakan kata ‘gue’, “Sekarang sudah lajang lagi. Jelas lo ga tau karena lo ga punya Facebook.” “Kamu nyari aku di f******k?” Sekarang Rhea salah fokus. “Ngapain nyari aku di f******k? Tunggu Dri, kamu ga boleh malam mingguan sebelum jelasin semuanya. Ngapain buru-buru keluar kalo kamu lagi jomblo?” Dan tentu saja Drian tidak akan pernah menemukannya di f******k karena nama akun Facebooknya adalah “Si Imoet Anak Bapak”. Akun f******k yang sampai sekarang tidak bisa ia akses karena tidak tau apa kata sandinya. Rhea sudah mencoba semua kata sandi yang ia punya tapi tidak ada yang bisa membuatnya bisa login ke akun tersebut. Oh, dan tolong abaikan nama alainya. Semua orang alai pada zamannya. “Apa salahnya nyelidikin Kakak lo sendiri?” Tapi Rhea tidak percaya. “Kamu suka sama aku, Dri?” Wanita itu melontarkann kalimatnya setengah tidak percaya. Bukan pada kemungkinan Drian yang menyukainya tapi pada dirinya sendiri yang mengungkapkan kalimat tersebut. Drian menunduk dengan tangan kiri bertumpu pada pahanya. “Lo sakit, Rhe?” tanya bocah itu sambil meletakkan punggung tangannya di dahi Rhea yang glowing. Sentuhan fisik paling pertama yang pernah terjadi di antara keduanya. “Terus ngapain nyari-nyari informasi tentang aku?” tanya Rhea setelah menepis tangan Drian dari jidatnya. Tidak, adalah jawaban jika kamu ingin bertanya apakah Rhea gugup akibat sentuhan ringan Adrian Russel di dahinya. “Kita lagi bahas cewek yang katanya bakal jadi istri gue selama gue ga sadar kalo yang gue sayang itu Manda. Apa cewek ini bisa bikin Manda cemburu?” “Adrian Russel! Jawab pertanyaanku dengan jujur karena jujur aja kamu bikin aku risih.” Kata Rhea yang menguntit Adrian Russel di semua sosial media yang ada bahkan punya second akun untuk mengikuti semua aktivitas Drian di sosial media. Rhea malu sekali dengan kelakukannya dulu. “Gue berhak tau apa cewek yang numpang di rumah gue adalah bandar n*****a atau justru kalangan cewek penghibur yang sedang kabur dari mucikari. Semua bisa terjadi Rhea..” “Itu barusan kasar banget.” “Gue udah kasih yang paling sopan. Kalo gue cuma nyelidikin Kakak gue sendiri. Rhea Davina Russel. Lo yang minta dikasarin.” Rhea mendecih mendengar kalimat terakhir Drian. “Jadi, kenapa putus?” “Karena Manda udah nunjukin sifat aslinya. Cewek gue itu ternyata-” “-Mantan.” “Bodo! mending gue cabut,” putus Drian yang tidak ingin lagi membahas kenapa Manda memutuskan hubungan mereka. Yang tentu saja masih ada kaitannya dengan Rhea. Atau dengan perlakuan Drian pada Rhea hari itu. Drian terkekeh mengingat bagaimana konyolnya mereka putus. “Aku baru aja nganterin kamu pulang, Manda!” “Aku ga minta antar.” “Tapi minta putus?” tanya Drian tidak percaya. “..” “Karena Rhea berdarah? Ga ada urusannya dia yang berdarah sama aku yang harus pasrah aja diputusin. Zaki bilang kamu gila, tapi ga segila ini juga dong, Manda!” “Gimana kalo aku yang tembus, Yan? Kamu juga mau maki-maki aku? Kakak sendiri aja dimaki-maki apalagi aku. Makanya, ayo pacaran lagi kalo kamu udah dewasa.” “Tembus apaan? Kenapa aku harus maki-maki kamu kalo kamu tembus?” “Tembus itu berdarah. Sama kaya Kak Rhea kemaren. Kamu kok b**o banget gini sih?” “Ya Tuhan. Kamu barusan bilang aku begoo?!” Drian bersumpah ini adalah pertengkaran keduanya yang pertama kali. Dan ia tidak pernah menyangka pertengkaran pertama akan membahas-bahas darah freaking menstruasi. “Kamu beda! Kalau itu kamu, aku bakal lakuin apapun. Apa kamu masih ga paham bedanya kamu sama Rhea Davina?” “Russel?” tambah Drian setelah menyadari ada yang terlupa diucapkannya. “Aku serius, Yan.” “Aku lebih serius lagi Manda.” Dan ternyata serius yang keduanya maksud hari itu jauh berbeda. Manda serius ingin putus sedangkan Drian serius dengan janjinya akan melakukan apa pun untuk pacarnya itu. Karena Manda adalah orang yang sangat penting baginya. Orang penting yang sudah mengatainya b**o. Orang penting yang sampai kapan pun Rhea tidak akan pernah setara dengannya. Karena Rhea bukan siapa-siapa. Hal ini tentu berbeda jika wanita yang barusan ia tinggalkan setelah berdecak kesal adalah Kakak kandungnya. Kamu paham, ‘kan? Sudahlah Rhea menumpang di rumah Drian, makannya Drian yang tanggung, pakaian Drian dipakai seenak hati sampai Drian bahkan tidak punya keinginan lagi untuk memakai kaos-kaosnya yang sudah pernah Rhea gunakan. Dan Rhea masih ingin Drian membelikannya pembalut? “Gue lagi otewe,” ucap Drian sebelum Zaki sempat mengucapkan sepatah kata pun. Cowok itu hampir memutuskan sambungan namun nama mantannya yang Zaki sebut membuat otakknya langsung menarik perintah yang terlanjur diberikan pada ujung jari jempol. “Lo jemput Manda. Mantan pacar lo lagi di bengkel, motornya rusak. Ini langsung mau gue SMS-in alamatnya. Lo ga bakal nolak jemput Manda kaya dia yang nolak dijemput sama elo, ‘kan?” Drian mendengus mendengar kalimat terakhir Zaki. “Dia bilang apa?” “Kalo lo udah bukan siapa-siapanya dia. Jadi ga usah mintain tol-” “-Keras kepala banget, si juara tiga kelas lo itu. SMS-in alamatnya cepet!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN