Rhea 14

1855 Kata
Adrian Russel tersenyum geli melihat bagaimana Manda meloncat girang menerima bekal dari Kakaknya. Okay, sekali lagi Drian ulangi, dari Kakaknya. Manda yang biasanya mengajak Drian duduk di bangkunya kini meninggalkan pacarnya begitu saja. Toh tanpa diajak pun Drian tetap akan masuk dan duduk di sebelahnya. Lebih tepatnya duduk di bangkunya. “Oh, jadi kamu mau makan sendiri?” tanya Drian dengan nada yang sama sekali tidak bisa menyembunyikan bagaimana senangnya cowok itu melihat pacarnya merasakan hal yang sama hanya karena bekal buatan Rhea. “Kamu bisa makan tomatku, kaya biasa.” “Tomat doang?” Manda memutar bola matanya dan langsung mengulurkan satu sendok penuh nasi goreng ke wajah pacar tampannya yang tentu saja langsung disambut dengan suka cita oleh Drian. “Akhirnya aku tau kenapa kamu bisa semanja ini,” cibir Manda setelah memasukkan satu sendok pertama nasi goreng Kak Rhea ke dalam mulutnya. “Oh, ya? Kenapa?” “Karena kamu ternyata dimanjain banget sama Kak Rhea.” Senyum nakal di wajah Drian langsung berubah begitu mendengar nama seseorang yang tidak pernah ia inginkan untuk disangkut pautkan dengan namanya. Makanya alih-alih merespon ledekan Manda, Drian justru mengambil alih sendok dari tangan Manda untuk mengambil suapan lainnya. Namun cowok itu memastikan Manda tidak melepaskan tangannya dari sendok sehingga pacarnya itu tetap terlihat menyuapinya meski gerakan tersebut dikendalikan oleh Drian sendiri. “Pulang sekolah kita main kemana?” “Ke rumah kamu.” “Ga, Manda. Ini..” Adrian menatap agak lama pada Manda sebelum melanjutkan kalimatnya. “Ini alasan kenapa aku ga cerita apa-apa soal Kakak. Kamu jadi lupa sama siapa harusnya kamu ngabisin waktu.” Manda mengedip-ngedipkan kedua matanya kemudian membuka mulut untuk kemudian ditutup kembali. “Oh, ya?” ucapnya beberapa saat kemudian. “Ya,” ucap Adrian diiringi anggukan kepala. “Kamu sadar ga kalo kamu jadi posesif banget? Sama Kakak sendiri kamu cemburu?” Drian menggerakkan kedua bahunya. “Salah siapa kamu mau jadi pacarku?” “Salah gue!” ucap Zaki dari belakang kelas. Tidur cowok yang sengaja tidak keluar kelas itu jadi terusik. Zaki mengangkat wajahnya dari kedua tangan yang dilipat di atas meja dan dijadikan bantal itu kemudian menatap Manda dan Drian yang menoleh ke arahnya. “Puas lo?” “Sejak kapan lo di situ?” tanya Drian yang sama sekali tidak merasa malu karena Zaki mendengar kalimatnya pada Manda. “Sejak lo dibutain sama cinta lo ke teman sekelas gue, yang rankingnya dua tingkat di bawah gue.” Tidak lama kemudian Zaki kembali berujar. “Gue segede ini tidur di dalam kelas dan lo ga sadar ada gue?” Drian tidak terlalu peduli dengan kekesalan Zaki. “Lo mau makan bareng kita?” “Setelah gue tau lo sharing sendok sama Manda? No, nanti begonya nular ke gue.” “Kamu harus belajar lebih keras lagi biar bisa ngalahin Zaki, Mand,” ucap Drian pada Manda sambil kembali membelakangi Zaki. “Aku tau,” ucap Manda yang melakukan hal yang sama dengan pacarnya. Membuat si juara kelas semakin kesal. “Tau makanya belajar dong! Makin b**o yang ada kalo lo pacaran terus sama temen gue.” Dan setelahnya Zaki kembali menyembunyikan wajahnya di atas lipatan kedua tangannya. >>> “Lo kenapa? Bini lo udah ga kecil lagi?” tanya Zaki pada temannya yang tiba-tiba minta ketemuan di jam kerja. Adrian memang sengaja mengambil cuti sejak beberapa hari belakangan sejak istrinya berubah secara ajaib dalam waktu semalam. Dengar-dengar Drian bahkan sekarang rela meminta tolong pada Aslan Russel, Papanya. Meminta tolong agar asisten rumah tangga Papa untuk rutin mengirimkan makan siang, makan malam dan sarapan untuknya dengan alasan Rhea sedang tidak enak badan. “Ga usah nyebut-nyebut kata kecil boleh ga?” “Gede boleh?” tanya Zaki jenaka. Ia tidak pernah mendapati Drian seposesif ini pada Rhea. Apa karena istrinya balik perawan ya? Kesannya jadi lebih berharga dari sebelumnya. Dan sebelum Drian berdecak, Zaki lebih dulu mendahuluinya. “Oke, oke. Ada apa sama Rhea?” “Gue merasa gue ga bisa tinggal serumah lagi sama Rhea perawan.” “Lo takut merawanin dia?” “Zaki!” “Ya, makanya cerita yang jelas! Gue ga bisa bantu apa-apa kalo lo ga cerita, Bro!” Drian memajukan wajahnya ke arah depan setelah melirik sekitar, memastikan tidak ada yang mendengar ucapannya pada Zaki. “Gue mau mengaku. Gue ga tahan begini terus. Gue ga cerita ditel tentang gimana gue nemuin Rhea malam itu ke elo.” Drian tidak akan memberikan sepotong-sepotong cerita lagi pada Zaki karena temannya ini bisa langsung meninggalkannya. Apalagi karena pekerjaannya jelas lebih penting dari pada seorang Adrian Russel yang berubah dari kepala keluarga menjadi Bapak rumah tangga bercerita tentang istri perawannya. Tapi kemudian pelayan cafe tempatnya janjian dengan Zaki malah menginterupsi. “Nanti!” ucap Drian galak pada gadis muda itu. Yang membuat sang pelayan langsung undur diri. “Malam itu Ale nangis dan kaya biasa gue yang nidurin dia soalnya Rhea udah capek seharian. Terus setelah Ale tidur, gue kembali ke bini gue. Engga, jangan pasang wajah begitu karena gue ga ngapa-ngapain sama Rhea. Wajah lo plis yang biasa aja.” “Gue udah ngantuk parah waktu berhasil nidurin Ale dan gue tarik bini gue, gue pelukin gitu, Ki. Lampu kamar padam, cuma ada lampu tidur yang sengaja di taro dekat Ale yang tujuannya biar kita atau lebih tepatnya gue ga nabrak apa pun waktu mau nidurin Ale yang tiba-tiba bangun tengah malam. Jadi posisinya gue ga tau apa waktu itu Rhea udah balik perawan apa belum. Maksud gue-” “-Iya, gue paham. Lo ga perlu jelasin perawan engganya bini lo. Lanjut aja.” Adrian menggerak-gerakkan kedua tangannya di udara. Ragu untuk mengatakan kalimat berikutnya. Tapi bagaimanapun Drian tetap harus mengaku. Walaupun bukan pada Rhea. Karena kalau dia mengaku pada bocah yang mengasuh Ale di apartemen sana, Drian jamin dia bisa lari terbirit-b***t saking takut padanya. “Tangan gue. Lo maklum ya.. kita ini udah suami-istri,” ucap Drian yang sekali lagi ingin meminta Zaki menempatkan dirinya sebagai pendengar yang baik. Yang tidak menilainya buruk karena apa yang telah ia lakukan pada Rhea malam itu. Sebelah bibir Zaki sudah terangkat. Ia bahkan sudah ingin mengangkat bokongnya dari tempat ini mendengar kata maklum yang dipadukan dengan suami-istri. Tapi Zaki memilih untuk bertahan lebih lama. Karena jika saja ketahuan bahwa Drian melakukan sesuatu yang tidak pantas pada Rhea yang kapan hari memanggilnya ‘Om’, Zaki akan mengadukan sahabatnya ini pada polisi. “Tangan gue masuk ke bawah baju Rhea-” “Bro-” ucap Zaki begitu tujuh kata barusan keluar dari mulut Adrian Russel. Beberapa detik yang lalu Zaki berniat bertahan dan mendengarkan semua kemungkinan yang telah terjadi antara Adrian dan Rhea tapi sekarang pria itu mengaku tidak kuat untuk mendengar apa pun itu. “Gue belum selesai,” ucap Drian tidak peduli dengan keengganan yang tercetak jelas di wajah Zaki. “Di punggungnya oke? Bukan dimana-mana tapi di punggung aja. Lo kalo udah nikah nanti paham gimana lo ga bisa tidur nyenyak kalo ga nyentuh kulit istri lo. Dalam artian ga selalu kaya yang sedang lo pikirin saat ini tentunya,” imbuh Drian sambil mengggerakkan jari telunjuk dan tengahnya membentuk tanda kutip. Perjaka kaya Zaki tentu cenderung condong mikirin hal-hal m***m. Drian paham itu. “Nah tangan gue naik dah tuh, ke punggungnya. Gue murni cuma mau narik dia lebih dekat. Melukin dia. Apalagi Rhea sempat marah sama gue beberapa hari sebelumnya. Dan gue nemuin aduh Ki.. kenapa gue cerita ini ke elo?” tanya Drian yang batang lehernya merah padam. “Lo apain Rhea?” tanya Zaki yang sekarang menatap serius pada temannya. “Jangan bilang Drian yang lalu lalang nyebut istrinya dengan ‘Perawan Rhea’ ternyata..” Zaki bahkan tidak sanggup melanjutkan kalimatnya. “Ga gue apa-apain. Gue cuma buka bra-nya biar dia juga tidurnya nyenyak. Itu pengakuan pertama gue. Gue ternyata, kemungkinan besarnya, meraba Perawan Rhea dan buka kaitan pakaian dalamnya, Ki.” Drian tidak merasa perlu mengatakan pada teman baiknya bahwa istrinya lebih menyukai untuk melepas kaitan pakaian dalamnya saat tidur. Zaki tidak perlu tau hal ini. “Yang mana membuat gue merasa kaya kriminal yang harusnya masuk penjara sejak beberapa hari yang lalu. Sejak Rhea membahas kejadian malam itu lagi. Katanya pengen tau cerita dari sisi gue,” sambung Drian. Keduanya memang mulai mencari tau penyebab semuanya terjadi meskipun keduanya tidak punya ide tentang penyebab semua ini. “Dan hari ini gue ngeliat dadanya. Dia nunduk-nunduk ga jelas gitu. Ceroboh banget padahal leher bajunya rendah.” Jadi selain sebentar-sebentar mengganggu Drian dengan perutnya yang sebentar-sebentar lapar, Rhea yang mulai nyaman dengan keadaan ini, keadaan dimana ia tidak harus pergi ke sekolah untuk belajar dan kemudian mengikuti ujian, Rhea juga seakan-akan lupa kalau dia perempuan. Bahkan Drian lah yang selalu hati-hati selama beberapa hari terakhir. Seperti selalu mengetuk dan memanggil Rhea sebelum ia masuk ke dalam kamar untuk mengambil pakaian ganti Ale. Giam yang mendengar hal itu sudah siap untuk melayangkan pukulan pada kepala Adrian tapi Sian langsung menghentikannya. “Setidaknya Drian mengaku dan yang paling penting dia merasa bersalah.” “Kata fans berat Adrian Russialan,” dengus Giam kemudian mendekati Zaki. Agar ia bisa melihat wajah yang kata Sian merasa bersalah itu. “Dan lo kabur kemari, ninggalin anak lo sama Rhea. Seberapa sange-nya lo gara-gara bocah ini, Dri?” Bukan jawaban, yang Zaki dapatkan adalah tatapan datarnya Adrian. Tidak bisakah sahabatnya ini melihat betapa tidak nyamannya Drian? “Gimana kalo kita les-in Rhea?” tanya Zaki setelah adu tatap dengan sang sahabat cukup lama sampai pelayan yang tadi kembali datang dan menanyakan apa yang kedua pria itu inginkan. “Les?” “Iya. Kita ga mungkin masukin dia sekolah karena secara teori umur bocah ini udah dua puluh tujuh tahun. Kita buat Rhea belajar mati-matian sampai dia ga punya waktu buat gangguin lo dengan semua kepolosan dan kecerobohannya yang gue yakin bikin lo- oke, maaf.” Zaki tau ia bisa babak belur kalau tetap melanjutkan kalimatnya. “Lo juga ga bisa cuti terus-terusan. Cepat atau lambat Ale butuh biaya. Nanti kita bisa minta Audi buat jagain Ale.” Zaki kemudian mendapatkan ide lain yang mungkin akan sangat membantu Drian. “Anggap aja Rhea adalah anak gue yang gue titipin sama elo. Jadi tiap kali lo napsuan, lo cukup ingatin diri sendiri kalo bocah cantik yang tinggal sama lo saat ini adalah putri kesayangannya Zaki. Anak temen lo sendiri. Lo ga mungkin mau nidurin Rhea kalo lo tau dia anak sahabat baik lo sendiri, ‘kan?” “Atau ga, biarin Rhea jadi anak gue beneran aja. Maksud gue. Ga dititip-titipin ke elo. Biar dia tinggal sama gue karena gue punya kamar kosong di rumah. Jadi kalo lo pengen tau perubahan bini lo, apa dia udah kembali ke bentuk semula atau belum, lo bisa datang tiap saat.” “Lo makin konyol Ki,” aku Drian. “Gue lebih suka denger Rhea yang mondar mandir bilang kalo gue nyulik dia dari pada elo yang pengen angkat bini gue jadi anak lo. Lo waras?” “Atau ga masukin ke panti asuhan aja bini lo itu,” celetuk Zaki pada Drian yang tidak tau terima kasih. Bukan kah dia datang pada Zaki untuk meminta solusi?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN