Rhea 15

1724 Kata
Adrian sedang menunggu makan siangnya ketika seseorang bergabung dengannya dan Zaki. Seseorang yang selama ini memang memiliki tempat khusus dalam pertemanan mereka. Tidak. Bukan Drian yang punya janji temu dengan Manda melainkan Zaki. Manda pun membelalakkan matanya saat mendapati Drian berada di meja yang sama dengan Zaki. Wanita itu memandang Drian dengan perasaan bersalah karena kejadian terakhir kali yang seharusnya tidak perlu terjadi. Atau setidaknya, tidak perlu diketahui oleh Rhea. Drian menggeleng pelan melihat Manda yang tampak seperti ingin melontarkan kata maaf. Zaki tidak perlu tau. Jadi Manda tidak perlu berkata apa pun tentang hari itu. Dan karena sudah mengenal satu sama lain terlalu lama bahkan sempat memiliki hubungan asmara, Manda memahami apa yang Drian inginkan dengan begitu mudah. Manda mengambil posisi duduk di antara Drian dan Zaki kemudian berseru, “Kamu pesan apa, Yan?” tanya Manda ramah. Sementara itu Zaki mengalihkan pandangannya dari ponsel kemudian menatap Manda dan Drian secara bergantian. Manda, Zaki dan Drian adalah tiga orang yang harusnya menjadi sahabat baik sampai mati jika saja Drian dan Manda tidak jatuh cinta satu sama lain beberapa tahun yang lalu. Tidak ada yang bisa menjamin sepasang sahabat yang jatuh cinta akan langgeng sampai akhir hayat bukan? Ini yang Zaki tidak sukai ketika keduanya mulai pacaran beberapa tahun yang lalu. Padahal puluhan tahun dari sekarang saat satu per satu indra di tubuh mereka melemah, saat anak-anak sibuk dengan keluarga mereka sendiri dan hanya datang berkunjung di akhir minggu atau akhir bulan, Zaki ingin ia, Manda dan Drian tinggal di satu rumah. Mereka bisa membeli satu rumah sederhana yang jauh dari keramaian dengan pekarangan yang cukup untuk ketiganya menanam jahe yang bisa di buat wedang saat nanti musim hujan tiba. Menanam kacang tanah juga bukan pilihan yang buruk. Manda bisa merebus kacangnya untuk kemudian dimakan ketika ketiganya menonton film lama yang dulu sering mereka tonton. Tapi semuanya berakhir menjadi angan-angan saja berkat Manda dan Drian. Manda adalah sahabat baiknya Zaki terlepas dari berhasil atau tidaknya hubungannya dengan Drian. Kandasnya hubungan mereka tidak mengubah hubungan keduanya dengan Zaki, maksudnya hubungan Manda dengan Zaki dan juga hubungan Drian dengan Zaki. Yang berubah adalah suasana di antara mereka bertiga. Fakta bahwa Manda adalah sahabatnya Zaki inilah yang membuatnya tidak bisa terlalu akrab dengan Rhea. Dan sampai sekarang pun Zaki tidak tau cerita keseluruhan tentang Drian dan Rhea. Kalau kamu pikir Zaki adalah tipe teman yang akan menghajar Drian sampai nyawa hampir melayang dari tubuh temannya itu karena meninggalkan Manda, kamu salah besar. Karena sejak awal ketika keduanya memulai hubungan, Zaki sudah mengingatkan keduanya. Zaki juga tidak mungkin bertindakk brutal seperti itu karena Manda bahkan tidak pernah lari ke pelukannya dan menangis tersedu-sedu, mengadukan apa yang sudah Drian lakukan padanya. Semuanya tidak terjadi seperti yang sinetron-sinetron tayangkan. “Kamu pesan sebanyak ini?” tanya Drian pada Manda melihat banyak makanan yang dibawa ke meja mereka. Tapi ternyata Manda sama melongonya dengan Drian. “Ini dari Bapak Aslan Russel, kata beliau hadiah friendversary khusus untuk penggemar setianya.” Manda dan Zaki langsung merasa tertohok, keduanya serempak membuang muka. Penggemar setia adalah bentuk sindiran dari Om Aslan karena baik Manda atau pun Zaki tidak memberikan selamat untuk penghargaan “Pengabdian seumur hidup untuk film” yang bulan lalu di terima oleh aktor senior tersebut. Adrian langsung menoleh kesal ke arah yang ditunjukkan oleh pelayan barusan. Di sana, Papanya duduk dengan senyum sangat lebar. Friendversary? Apa di mata Papa Drian, Zaki dan Manda tampak sedang merayakan sesuatu? Belum selesai Drian menatap Papanya penuh peringatan, ponselnya berbunyi. Bapak Aktor: Papa boleh gabung? Begitu bunyi pesan yang dikirimkan oleh kontak bernama “Bapak Aktor” tersebut. Adrian Russel memang adalah putra sulung dari aktor senior Aslan Russel. Yang jika beliau tidak menikah lagi, Adrian Russel pasti akan menjadi anak satu-satunya. Tapi belakangan Drian bersyukur Papanya menikah lagi karena beliau butuh anak yang bisa di seret kemana-mana di depan kamera atau di depan publik. Dan anak itu tentu saja bukan Adrian Russel. “Gue sungkem dulu sama bokap lo, Dri,” ucap Zaki pada akhirnya karena Om Aslan tidak akan beranjak dari tempat ini dalam waktu cepat dan tidak mungkin keduanya memakan makanan pemberian Papanya Adrian dengan bertebal muka. Tidak lama setelahnya Manda ikut-ikutan bangkit dan mengikuti Zaki yang hampir menyeberangi ruangan cafe tersebut. Drian menoleh pada kedua orang yang beberapa saat lalu masih bersamanya. Jika ada satu saja yang tidak berubah, itu adalah hubungan mereka dengan Papa sedangkan sisanya, Adrian paham bahwa dirinya lah yang mengacaukan semuanya karena pada akhirnya Drian menyerah pada Rhea Davina yang datang dengan cara paling tidak biasa a.k.a. bar-bar ke dalam hidupnya. Dan hal tersebut tetap membuat dadanya menghangat. Maksud Drian adalah hubungan teman baiknya dengan Papa. Padahal dulu pria beranak satu itu sangat menyesal saat kedua sahabatnya mengetahui hubungannya dengan Aslan Russel. Drian baru saja menikmati makan siangnya ketika “Istri”, begitu tertulis di layar ponselnya, menelfon. Drian menipiskan bibir atas dan bawahnya kemudian mengangguk pelan dan menghela napas panjang sebelum mengangkat telfon tersebut. Rhea memangnya pernah membiarkan Drian santai sedikit? Rhea yang menjadi istrinya tentu tidak pernah membuat Drian repot, tapi lain dengan Rhea yang satu ini. “Iya, Rhe?” “Om di mana? Janjinya pergi sebentar.” Adrian memutar bola matanya bosan mendengar isak tangis Rhea dari sebearng sana. Hubungan keduanya bak roller coaster, Rhea yang beberapa hari pertama selalu curiga bahwa Adrian akan melakukan sesuatu yang buruk padanya, sekarang justru seperti tidak mau ditinggal lama-lama. Bukan Drian terlalu percaya diri atau apa pun. Alasan Rhea tidak mau ditinggal terlalu lama adalah dia tidak ingi mengasuh Alesja terlalu lama. “Aku makan sebentar boleh, ga, Rhe?” “Aku boleh pergi sama Bapak?” Adrian Russel langsung menegakkan punggungnya begitu mendengar nama Papa mertuanya di sebut. Drian membiarkan dirinya untuk tetap tenang sampai Rhea menyelesaikan kalimat gadis itu berikutnya. Setelah itu Drian meneggak habis air minumnya dan mendekati sang Papa. “Aku pulang, Pa.” Aslan Russel menganga. Belum sempat sepatah kata pun keluar dari mulutnya, Drian sudah mendahului. “Ada Bapak di apartemen,” ucapnya. Aslan Russel mengangguk-angguk paham dan meminta putranya untuk segera pulang. Sedangkan mantan calon menantunya memandang sang putra tanpa berkedip. Selalu seperti ini, ucap Manda membatin. Drian memang selalu mengutamakan semua orang yang ada hubungannya dengan Rhea. >>> “Ga sekalian aja nginep di rumah pacarmu, Dri?” “Lo kakak gue, bukan nyokap gue,” ucap Drian dengan menggerak-gerakkan jari telunjuk juga jari tengahnya membentuk tanda kutip ketika menyebut kata kakak. Setelahnya Drian menabrak bahu Rhea begitu saja dan masuk ke dalam rumah. Drian selalu pulang telat bukan karena menghabiskan waktu dengan Manda. Kebanyakan memang Drian menemani pacarnya itu kemana pun yang dia inginkan. Tapi hari ini Drian sengaja tidur di dalam kelas seperti hobinya Zaki. Remaja itu belum bisa terbiasa dengan kehadiran Rhea di rumahnya. Rhea dan segala perintahnya. “Sudah makan?” “Udah Rhea! Lo ga perlu ngurus gue kaya gue ini bayi. Gue bisa ngelakuin apa pun sendiri,” ucap Drian sambil berbalik. Gerakannya yang tiba-tiba membuat Rhea tampak kaget. Remaja tampan itu kemudian menghela napasnya pelan. “Sampai kapan lo mau pake baju gue?” Mana kaos yang Rhea kenakan saat ini adalah baju couple-nya dengan Manda. “Besok juga dibalikin,” cibir Rhea. “Ya, dan pastinya nanti lo pake lagi baju gue yang lain. Baju Mama banyak dan pasti muat di elo.” Rhea menatap horor pada Adrian Russel. Beberapa malam yang lalu bocah itu meminta Rhea tidur di sebuah kamar dengan alsan kasihan padanya yang harus tidur di sofa kecil. Drian juga menunjukkan semua yang Rhea butuhkan seperti seprai, handuk dan lain-lain. Rhea berada di posisi sangat tau bahwa wanita yang melahirkan Adrian Russel sudah meninggal dunia tapi wanita itu tidak sadar bahwa kamar yang ia tempati itu adalah kamar mendiang Mama mertuanya. Ya.. walaupun Rhea tidak yakin apakah beliau masih mendiang Mama mertuanya. Mamanya Alesha Zaneta Russel tersebut baru sadar di mana dirinya berada ketika handuk berwarna pink tersebut menempel ke wajahnya. Bau kapur barus yang begitu kuat membuat bulu kuduk Rhea berdiri dan wanita itu berteriak histeris sampai Adrian mendatanginya untuk kemudian menuntunnya keluar dari kamar tersebut. Itu adalah pengalaman paling horor Rhea Davina Russel seumur-umur. Padahal ia tidak punya ketakutan seperti itu pada barang-barang peninggalann Ibu dan Tante. Mendecih, Drian kembali membelakangi Rhea. Dia juga kembali menghempaskan pintu kamarnya. Rhea sudah terbiasa. Ia tidak mengalami yang namanya culture shock sama sekali saat menghadapi Drian remaja karena apa atau lebih tepatnya siapa yang pernah wanita itu hadapi tidak jauh berbeda dengan yang satu ini. “Bikin PR dulu baru tidur, Dri!” “Bacot!” Dan tentu saja Rhea semakin membacot. Wanita itu menyindir Drian yang mentang-mentang sudah tau bahwa di masa depan dia bisa mencapai cita-citanya menjadi semakin lalai. Kalau Drian tetap begini maka bukan berarti bahwa ia tidak akan bisa menjadi apa-apa. Hanya anak aktor beken Aslan Russel yang mungkin numpang tenar dengan nama bapaknya. Rhea menutup mulutnya rapat-rapat saat Drian membuka pintu kamar dan membawa gayung setengah penuh di tangan kirinya. “Apa tadi?” tanya Drian yang cukup tertarik dengan kalimat terakhir Rhea. Sampai lupa tujuannya membuka pintu kamar untuk menyiram wajah Rhea Davina agar wanita itu diam. “Apanya?” “Lo tau apa yang barusan lo bilang, Rhea!” ucap Drian dengan wajah bosan. “Bahwa nanti saat kamu gagal mencapai.. you know.. karena lalai, sibuk pacaran dan ga mau dibilangin, akhirnya kamu numpang tenar sama nama Papamu.” “Dan siapa Papa gue?” “Aslan Russel, ‘kan?” “Siapa Aslan Russel sampai gue harus numpang tenar sama dia?” Rhea menatap bingung pada Drian sedangkan Drian, cowok itu tidak terlalu tuli untuk mendengar semua perkataan Rhea apalagi Rhea mengatakan kata demi katanya tepat sebelum Drian membuka pintu. Yang artinya Drian terlalu dekat dengan Rhea untuk tidak mendengarnya. Jika Rhea menatap Drian bingung, sebaliknya Drian menatap Rhea dengan kedua matanya yang dibuat sesipit mungkin. “Papa gue aktor? Artis maksud lo?” “Taro gayungnya dulu, Driaahhh...” Drian menarik sebelah bibirnya melihat wajah Rhea yang sudah basah. Terima kasih pada Kakaknya tersayang yang mengingatkan Drian tentang gayungnya. “Papa kita artis? Kak, lo mabok? Aslan Russel adalah dosen FMIPA yang nikah sama mahasiswinya sendiri setelah Mama kita meninggal, Kak!” ucap Drian kemudian menutup pintu kamarnya kembali. Dengan hempasan yang sudah biasa pintu itu dapatkan sejak kehadiran Rhea Davina di rumah tersebut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN