Rhea 13

1223 Kata
Drian ingat sekali bahwa semalam, dirinya memutuskan untuk membenci Rhea Davina tepat sebelum tidur. Tapi lihat semua ini. Rhea Davina, selain mengetahui semua hal tentang Drian, apa dia juga mengetahui apa yang Drian inginkan? Beberapa menit yang lalu Drian dipaksa bangun oleh wanita yang membuat dapurnya tercium seperti nasi goreng. Dan sepiring nasi goreng memang sudah berada tepat di depannya saat ini. Tidak heran kenapa hidungnya terasa penuh oleh wangi sarapan yang sudah tidak ia dapatkan selama beberapa tahun belakangan. Remaja itu kemudian mengalihkan matanya pada Rhea Davina yang mencuci wajan. Rhea memang tau sekali bagaimana cara agar Drian tidak mengusirnya dan berakhir menjadi gembel. Kembali pada Drian yang masih menatap punggung Kakak yang didapatkannya kurang dari dua puluh empat jam terakhir. Tidak pernah ada yang berani membangunkannya selain mendiang Mama dan Rhea Davina bisa membuat Drian berjalan dari kamarnya ke meja makan dalam keadaan linglung. Semua yang wanita itu perintahkan diberi anggukan oleh Drian. “Cuci muka sama gosok gigi dulu!” suruh Rhea ketika mendapati Drian malah memandanginya. “..” “Drian?” Adrian Russel mengangguk-angguk dan bangkit tanpa kata untuk melakukan perintah Rhea. Baru setelah wajahnya terkena air dingin, Drian ingat bahwa tidak seharusnya ia sepatuh itu pada Rhea. Drian sudah berniat untuk mengusir Rhea dari rumahnya begitu pagi datang tapi lihat bagaimana ia dibuatkan sarapan oleh orang yang seharusnya diusir itu. Tidak ada pertanda hujan akan berhenti sore itu sehingga mau tidak mau, Drian harus membiarkan pacarnya tidur di rumah mendiang Mama yang juga adalah rumahnya sejak dua tahun belakangan. Dimana hal tersebut juga berarti membiarkan ‘Kakak’nya menginap. Sesekali kilat menyambar dan petir memekakkan telinga. Sekarang hanya Drian dan Rhea saja yang terjaga. Keduanya duduk berhadap-hadapan dengan sebuah meja kaca sebagai pemisah. Sedangkan Manda, tidurnya nyenyak sekali di bahu orang yang menjadi sandarannya. Hal paling konyol disini adalah Manda tidur bersandar pada Rhea Davina Russel dan bukan pacarnya, Adrian Russel. “Sampai kapan lo di sini, Kak?” tanya Drian dengan nada menyindir saat ia memanggil Rhea Davina dengan kata ‘Kak’, pada wanita yang sejak tadi tidak berhenti menatapnya. Wanita yang sama yang Drian bahkan hanya berhenti menatapnya saat remaja itu berkedip saja. “Sampai.. selamanya?” Ya, Rhea sedang bertanya. Apakah ia harus tinggal disini selamanya? Bapak tidak menyukai Rhea selalu muncul di rumah, itu adalah hal pertama. Kedua, Rhea tidak punya uang untuk terus menyewa penginapan. Ketiga, ia sudah mendapatkan apa yang diinginkannya, tempat tinggal, dengan membiarkan Manda tau bahwa Rhea adalah Kakaknya Drian. Meskipun sulit sekali untuk diakui, Manda benar-benar menjadi juru selamatnya saat ini. Rhea bahkan sudah membuat Manda berjanji untuk sering datang kemari. “Sampai selamanya?” tanya Drian dengan senyum sinisnya. “Lo ga punya tempat tinggal, ‘kan?” tanya Drian pasti. Selain mengetahui banyak hal tentangnya, Rhea Davinya ternyata juga adalah gembel yang sedang memanfaatkannya. Rhea menggeleng. “Aku ga punya tempat tinggal. Apalagi sejak Papa menikah lag-” Rhea tau dirinya harus berhenti karena Adrian Russel tidak suka membahas Papanya. Benar saja, bocah itu langsung bangkit, meninggalkannya dan menutup pintu kamar dengan kasar. Rhea juga bisa melihat lampu kamar langsung padam melalui ventilasi kamar bocah itu. “Dri?” Drian melirik pada pintu di belakangnya melalui pantulan cermin. Dri. Saat hampir semua orang memanggilnya Adrian atau Yan, Rhea yang tiba-tiba datang juga juga tiba-tiba memanggilnya seperti Papa dan Mama memanggilnya. Drian memutar kenop pintu dan mendapati Rhea Davina berdiri tepat di depan pintu kamar mandi. “Paan?” “Cepat sarapan. Kamu belum mandi dan kamu harus sekolah.” Drian tidak bisa membantah karena semua yang Rhea katakan adalah benar. Bagai seekor kerbau yang dicucuk hidungnya, Drian mengkuti Rhea dari belakang. “Manda? Dia udah pulang dua puluh menit yang lalu,” ucap Rhea pada Drian yang celingak celinguk. Sungguh, ini bukan sesuatu yang Rhea rencanakan sama sekali. Sejak tau dimana dirinya berada, Rhea memutuskan untuk tidak akan menemui Adrian Russel dan hanya akan mencuci otak Rhea lainnya untuk tidak jatuh cinta pada bocah di depannya ini. Tapi lihat bagaimana Rhea harus menumpang di sini agar tidak ada dari hartanya yang harus terjual. Harta yang ia maksud di dalamnya termasuk diri Rhea sendiri. Perempuan berkeliaran tengah malam atau justru tidur sembarangan di alam terbuka benar-benar bukan hal yang aman. Rhea melirik Drian yang memakan sarapannya pelan. Melihat sendiri bagaimana keadaan pria yang hidup dengannya beberapa tahun terakhir. Dia yang memilih untuk keluar dari rumah karena Papanya menikah lagi. Rhea menggeleng, ini bukan saatnya mengasihani Drian. “Lo ga makan?” tanya Drian saat Rhea berbalik. “Udah.. tadi.. dikit,” ucap Rhea melirik piring Drian yang sudah tandas separuhnya. Rhea tidak mengerti dengan dirinya sendiri yang benar-benar punya mental babu sejak mengenal Adrian Russel. >>> Drian sudah berada di atas motornya ketika Rhea mengulurkan kotak bekal berwarna hijau tosca padanya. Kotak bekal miliknya saat SD dulu. Drian menatap horor pada Rhea yang entah bagaimana bisa menemukan benda itu. “Lo bukan Kakak gue, kita tau itu,” ucap Drian melirik Rhea dan kotak bekalnya berganti-gantian. Rhea mencibir, “Titip ke Manda dong, ini tadi yang beli beras sama cabe dan lain-lainnya tuh dia.” “Lo becanda, ‘kan?” “Aku ga punya duit Drian, dan aku ngutang ke Manda atas nama kamu. Makanya jangan banyak protes, bawa nasi goreng ini dan bayar utang ke Manda lima puluh ribu!” “Lo!” Drian memejamkan mata saking kesalnya. “Lain kali kalo lo butuh uang minta ke gue. Jangan. ke. pacar. gue! Paham lo, Rhea?!” Oh tidak. Drian bukan yang tiba-tiba baik sekali pada Kakak palsunya ini. Mereka sudah membahas beberapa hal beberapa menit yang lalu. Termasuk kapan Rhea pergi dari rumahnya. Drian bersyukur dengan sarapan pagi ini yang didapatkannya tapi bukan berarti ia ingin Rhea untuk terus-terusan berada di rumahnya. Tapi ternyata Rhea benar-benar ingin tetap tinggal di sana. Rhea bahkan dengan bangganya mengatakan bahwa dia sudah berhasil membujuk Manda untuk sering main ke rumah. Drian harus jawab apa kalau Rhea tiba-tiba tidak ada di rumah ini? Rhea adalah Kakaknya Adrian Russel dan pacar kesayangan Drian tau hal ini. Jika Drian keras kepala, ternyata ada yang lebih keras kepala darinya. Mereka berdebat sampai Drian benar-benar sudah terlambat ke sekolah. Keputusan akhirnya adalah Rhea akan kos di rumah Drian dengan bayaran berupa dia yang akan mengurus rumah, memasak dan melakukan pekerjaan lainnya. Drian sebagai pemilik rumah lah yang akan memutuskan pekerjaan apa saja yang harus Rhea lakukan. “Sumpah ga akan jual cincin-cincinku?” tanya Rhea setelah Drian memasukkan bekalnya ke dalam ransel. “Deal,” ucap Rhea girang karena berhasil membuat Drian setuju dengan yang ia inginkan. “Tapi gue ga bisa percaya gitu aja sama lo, Rhe. Gimana kalo lo tiba-tiba kabur dan nyuri barang-barang di rumah ini?” “Kalau ada yang ingin aku curi, aku mau menduri rumah ini. Sayangnya ga ada cara untuk bawa kabur rumah kamu, Drian. Berat!” Drian menggeleng-geleng sambil memandang Rhea dengan kedua alis bertaut. “Tetap aja gue butuh jaminan.” “Jaminan? Aku ga punya apa-apa buat dijadiin jaminan, Dri. Kamu mau sebelah ginjalku?” “Lo bisa keluarin ginjal lo? Ginjal oke.” Dan benar sekali, pada akhirnya Rhea menyerahkan kedua cincin yang ia miliki sebagai jaminan. Cincin yang langsung masuk ke kantong celana abu-abunya Adrian Russel. Bukan jawaban, Adrian hanya meninggalkan Rhea dengan asap motornya yang berbau busuk dan membuat d**a sesak.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN