BAB 12

995 Kata
Sepanjang perjalanan, mulut Zio seolah tak henti-hentinya mengumpat pelan. Mengumpat pada maminya yang memaksa untuk mengantarkan Kelly bekerja, mengumpat pada papinya yang tak membantunya menolak keinginan sang mami, mengumpat pada Kelly karena semua sumber berasal dari perempuan itu. Dan mengumpat pada dirinya sendiri karena terpaksa harus mengiyakan dan terpaksa tidak bisa mengantarkan Raya ke sekolah. Zio mengirim pesan kepada Kelly bahwa ia sudah berada di depan rumahnya. Zio malas masuk karena akan berbicara omong kosong dengan orangtua Kelly. Biarkan saja mereka menganggap Zio tidak sopan atau apa pun itu. Beberapa saat kemudian, Kelly datang dan langsung duduk di sampingnya dengan senyum lebar. "Aku kira kamu nggak bakalan jemput aku," ucap Kelly. "Terpaksa," jawab Zio singkat. Pria itu kemudian melajukan mobilnya menuju kantor Kelly. Tak ada yang membuka suara sepanjang perjalanan. Hanya suara deru kendaraan dan klakson yang beberapa kali berbunyi jika jalanan macet. Sebenarnya Kelly gatal untuk tidak membuka suaranya. Ia ingin berbicara bersama Zio, tentang apa pun itu. Kelly melirik ke arah Zio. "Bisa mampir sarapan dulu nggak?" "Saya udah sarapan." "Tapi aku belum. Sekarang aku laper." "Saya nggak ada waktu, saya harus meeting. Kalo mau saya antarkan tapi saya tidak bisa mengantarkan kamu ke kantor Jeermy," ujar Zio. Kelly diam. Sebenarnya ia tidak lapar, Kelly hanya ingin memiliki waktu lebih banyak bersama Zio. Kelly adalah salah satu anak dari relasi bisnis Fabrio, yaitu Herry Jeermy. Keluarga Jeermy juga salah satu keluarga terpandang di Indonesia, seperti Keluarga Allegra. Zio menghentikan mobilnya di depan kantor Jeermy. "Kamu nggak mau masuk dulu?" tanya Kelly, basa-basi. "Saya sudah bilang saya sibuk," ucap Zio, mengulang kata-katanya sedingin mengkin. Kelly mengangguk, lalu tiba-tiba saja Kelly mengecup pipinya. Zio menoleh, menatap Kelly dengan tajam sampil memengang pipinya yang barusan dikecup Kelly. "Berani sekali kamu!" Kelly tersenyum. "Kenapa? Bukankah kita sudah di jodohkan?" Setelah mengatakan itu, Kelly keluar dari mobil Zio tanpa mendengar ucapan Zio selanjutnya yang mungkin saja berupa u*****n. Kelly mengetuk kaca mobil di sisinya, membuat Zio harus menurunkannya. "Tante Ely nyuruh kita makan siang nanti, aku akan ke kantormu." *** Raya berjalan menuju gerbang lalu keluar. Sekarang ia harus ke mana? Raya tidak ingin pulang awal. Sekarang masih pukul sebelas siang dan sekolah sudah dibubarkan karena para guru akan mengadakan rapat untuk ujian nasional. Raya mengambil ponselnya lalu menghubungi Zio. Mungkin sekarang Zio tidak terlalu sibuk karena sebentar lagi memasuki jam makan siang. "Halo, pacarku yang cantik," ucap Zio di sebrang telepon. "Halo, Kak Zio." "Kenapa, Sayang? Kangen?" "Ish." Raya mencebikkan bibirnya. "Sekolah dibubarkan, sekarang aku di depan sekolah tapi nggak tau mau ke mana." "Kenapa dibubarkan?" "Katanya guru-guru pada rapat buat ujian nasional nanti." "Oh gitu. Kamu ke kantor Kakak aja, Sayang." "Ke kantor Kak Zio?" tanya Raya, suaranya tidak meyakinkan. "Iya, kita makan siang bareng. Aku kangen sama kamu." "Aku nggak tau kantor Kakak di mana," ucap Raya. "Sekretaris Kakak akan menjemput kamu. Tetap di sana dan jangan ke mana-mana," ujar Zio. "Iya." Setelah itu sambungan panggilan terputus. Raya menunggu di depan gerbang sekolah. Gadis itu menunduk menatap sepatunya yang ia mainkan, lalu menghela napas pelan. Sekitar dua puluh menit menunggu, sebuah mobil Toyota Fortuner putih berhenti tepat di depannya dan membunyikan klakson dua kali membuat Raya langsung mendongak, kaca mobil itu diturunkan. "Kamu Britania Raya, ‘kan?" tanya pria yang duduk di balik kemudi. Raya mengenali wajah itu. "Iya." "Masuk," ucapnya. Raya mengangguk lalu masuk ke dalam mobil pria itu yang ia kenali sebagai sekretarisnya Zio. "Saya Vino, teman Zio dari kecil dan juga sekretarisnya," ucap Vino ketika pria itu sudah melajukan mobilnya. "Iya. Kak Zio pernah kasih liat foto—bapak?" Raya menggigit bibir bawahnya, berharap ia tidak salah dalam menyebut pria tampan di sampingnya ini. Vino tampak terkekeh. "Saya setua itu ya? Mirip sama kepala sekolah di sekolah kamu." "Hehe..." Raya menyengir. "Aku Raya." "Ya-ya-ya, saya tau kamu, bahkan kuping saya sampe panas karena Zio sering nyebut nama kamu setiap hari," ujarnya yang diakhiri dengan kekehan. Raya tertawa, membuat Vino menoleh sebentar ke arahnya. Melihat bagaimana Raya tertawa, Vino langsung mengerti bagaimana perasaan Zio. Bagaimana Raya tersenyum dan tertawa memang manis dan cantik. Pantas saja Zio langsung jatuh cinta lalu tergila-gila pada gadis SMA di sampingnya ini. "Kalian bener-bener pacaran?" tanya Vino. "Maksud saya, ini kali pertamanya Zio punya pacar dan lebih muda pula." Raya tersenyum tipis. "Aku aja masih nggak percaya kalo aku emang punya hubungan sama Kak Zio," ucapnya. "Tapi aku beruntung ketemu dia. Sekarang ada lagi yang sayang sama aku." Vino diam. Ia tahu masalah Raya dan membuatnya juga kasihan kepada gadis itu. "Saya yakin, rasa apa pun yang Zio berikan kepada kamu itu bukan main-main. Saya nggak pernah liat Zio bersikap seperti itu dan terlihat sebahagia ini. Ini pertama kalinya," ujar Vino, pria itu menghela napas pelan. "Selama dua tahun terakhir ini, maminya Zio selalu berencara memperkenalkan Zio kepada beberapa anak dari kenalannya. Selama itu pula Zio selalu menolaknya. Nggak kehitung sih berapa banyak perempuan yang ingin dikenalkan Tante Ely kepada Zio." Raya menoleh. "Kak Zio selalu nolak? Kenapa?" "Zio nggak suka. Dia mau cari perempuan yang memang cocok dengan hatinya. Dia nggak mau di paksa dan dia mau mencari sendiri cintanya. Zio nggak pernah memperkenalkan siapa pun sebagai pacar atau yang lagi dekat dengannya," ujar Vino lagi, lalu pria itu geleng-geleng kepala. "Jangankan perempuan dijadikan pacar, dijadikan sekretaris saja dia nggak mau dan akan merasa nggak nyaman," Vino terkekeh. Menurutnya Zio itu aneh. Bahkan Vino sempat menduga bahwa Zio itu gay saking terlalu lama sendiri. "Tapi sekarang saya seneng karena dia punya kamu." Raya tersenyum dengan kepala menunduk. Raya hanya gadis biasa yang sudah tidak punya orangtua, apa yang Zio banggakan darinya? Seharusnya Raya yang bersyukur dan bangga memiliki Zio dalam hidupnya. Raya berharap Tuhan tidak akan memisahkannya dengan Zio. Gadis itu menoleh, teringat sesuatu. "Kak Vino kenal sama yang namanya Kelly nggak?" tanya Raya. Vino melirik sekilas. "Kelly? Kelly Mona Jeermy? Atau yang mana?" Raya menggeleng. "Aku nggak tau. Semalem aku telepon Kak Zio dan aku denger maminya Kak Zio nyebut nama Kelly dan nyuruh Kak Zio untuk menemani perempuan bernama Kelly itu," ujar Raya. "Aku kira Kak Vino juga tau." Vino mendengkus pelan. "Dia pasti perempuan berikutnya yang ingin diperkenalkan Tante Ely kepada Zio. Kamu tenang aja, Raya, Zio nggak akan terpengaruh sama sekali." Raya menahan napasnya. Jadi perempuan itu yang akan dijodohkan dengan Zio, lagi? Ah, rasanya Raya minder sekarang. Pasti perempuan itu cantik sekali seperti model. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN